Ngopi Sore
Kenapa Bangga Melihat Anak STM Duel dengan Polisi?
Ada perbedaan mencolok antara jalan para bapak bangsa dan anak-anak STM ini. Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, melawan dengan cara terpelajar.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Sekaligus saja dibatalkan.
Sebab barangkali mereka yakin sepenuhnya bahwa anggota-anggota parlemen yang baru sama brengseknya dengan anggota parlemen yang lama.
Bandit berganti bandit. Hanya bertukar rupa kelakuan tak berbeda.
Sampai di sini saya masih bisa paham.
Sangat paham dan karena itu tetap mendukung.
Jokowi memang mesti dikejar, mesti didesak dan diingatkan agar tidak larut makin jauh dalam langgam permainan para politisi atau operator-operator lembaga internasional yang berkepentingan besar pada Undang Undang baru itu.
Namun dalam perkembangannya, aksi-aksi unjuk rasa ini seperti makin menunjukkan kejanggalan.
Ada hal-hal yang terasa berada di luar arah kendali.
Misalnya, tiba-tiba saja anak usia sekolah, yakni para siswa Sekolah Menengah Teknik (STM) ikut masuk gelanggang.
Kilah bahwa anak-anak ini turun atas dorongan solider terhadap kakak abangnya yang mahasiswa, terpatahkan karena pada saat bersamaan dengan aksi itu tiba-tiba juga terbentuk grup-grup di media sosial, terutama WhatsApp.
Grup berisikan daftar STM yang akan ikut turun ke jalan.
Ratusan jumlahnya. Dan walau belum banyak, sudah ada juga daftar SMA.
Apakah anak-anak remaja ini mampu sedemikian canggihnya mengorganisir diri?
Bisa jadi. Siapa tahu, kebiasaan bermain game online sebangsa Mobile Legend atawa Dota, yang memang menuntut kolektivitas untuk memenangkan duel demi duel, mengajarkan mereka untuk membangun kerja sama.
Sampai di sini mengemuka pertanyaan lain.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/stm2.jpg)