TRIBUN WIKI
SOSOK Marsinah, Wanita Pemberani Simbol Perjuangan Buruh yang Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional
Marsinah adalah seorang aktivis buruh dan pekerja pabrik asal Indonesia yang menjadi simbol perjuangan hak-hak buruh di era Orde Baru.
TRIBUN-MEDAN.COM,- Pernah kah kalian mendengar nama Marsinah?
Ya, Marsinah adalah simbol perlawanan dan perjuangan buruh di Indonesia.
Dia adalah perempuan pemberani yang harus kehilangan nyawa, karena menuntut hak-haknya.
Marsinah diduga kuat dihabisi oleh orang yang memiliki akses senjata api di era Orde Baru.
Karena pengorbanannya itu pula, nama Marsinah selalu dikenang oleh kelompok aktivis.
Baca juga: Profil Sanae Takaichi, Wanita Pertama Anak Polisi di Era Modern yang Jadi Perdana Menteri Jepang
Nama dan wajahnya muncul dimana-mana.
Mulai di baju, spanduk, bahkan dinding-dinding perkotaan.
Dalam aksi massa, nama Marsinah bahkan digaungkan lewat lagu yang khusus menceritakan perjalanan hidupnya.
Karena perjuangannya itu pula, kini Marsinah diusulkan sebagai pahlawan nasional oleh negara.
Usulan itu disampaikan Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jaasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon.
Baca juga: Alasan Kuat Bobby Nasution dan Dedi Mulyadi Berani Bantah Purbaya Soal Uang Mengendap di Bank
Ada 40 nama yang diusulkan Mensos, termasuk nama Marsinah.
“Usulan ini berupa nama-nama yang telah dibahas selama beberapa tahun terakhir. Ada yang memenuhi syarat sejak lima atau enam tahun lalu, dan ada pula yang baru diputuskan tahun ini. Di antaranya Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid, dan juga Marsinah,” kata Saifullah, dikutip dari Kompas.com.
Lalu, seperti apa sosok dan perjuangan Marsinah ini?
Berikut adalah ulasan singkatnya.
Baca juga: Presiden Prabowo Puji Setinggi Langit Kepala BGN, Sejarah Ada Pejabat Balikkan Uang Rp 70 Triliun
Sosok Marsinah
Marsinah adalah seorang aktivis buruh dan pekerja pabrik asal Indonesia yang menjadi simbol perjuangan hak-hak buruh di era Orde Baru.
Ia lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Marsinah adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Astin dan Sumini.
Kakak perempuannya bernama Marsini, dan adik perempuannya bernama Wijati.
Namun, ibu Marsinah meninggal dunia ketika ia berusia tiga tahun.
Baca juga: Lupa Hapus Foto Mantan, Fakta Clara Shinta Ingin Cerai, Padahal Baru 2 Bulan Dinikahi Suami
Saat masih kecil, Marsinah diasuh oleh nenek dan bibinya di kampung halaman.
Masa kecilnya diisi dengan belajar dan membantu keluarga.
Saat remaja, Marsinah dikenal sebagai anak yang rajin, pendiam, namun tegas dan memiliki pendirian kuat.
Setelah menamatkan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk, Marsinah tidak melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya.
Ia pun bekerja di pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut.
Baca juga: Kalender Jawa Weton Kamis Pon 23 Oktober 2025, Jaga Sikap dan Ucapan Anda!
Namun gajinya saat itu jauh dari cukup, sehingga ia harus mencari tambahan penghasilan dengan berjualan nasi bungkus.
Dikutip dari Kompas.com, Marsinah juga sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang sebelum akhirnya pindah bekerja di pabrik arloji PT Catur Putra Surya (PT CPS) di Desa Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo pada 1990.
Di PT CPS ini pula kisah kelamnya terjadi.
Ketika Marsinah bekerja di PT CPS, ia dikenal sebagai buruh yang vokal.
Ia bergabung dengan organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.
Baca juga: Tiga Tahun Menikah tanpa Anak, Wanita Ini Kaget Suaminya Ternyata secara Biologis Perempuan
Pada 1993, pemerintah mengeluarkan instruksi Gubernur KDH TK I Jawa Timur dalam surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha Jawa Timur untuk menaikkan gaji pokok karyawan sebesar 20 persen.
Namun imbauan tersebut tidak segera dipenuhi oleh para pengusaha, termasuk oleh PT CPS, tempat Marsinah bekerja.
Hal itu kemudian memicu aksi unjuk rasa dari para buruh yang menuntut kenaikan upah.
Pada 2 Mei 1993, Marsinah terlibat dalam rapat perencanaan unjuk rasa yang digelar di Tanggulangin, Sidoarjo.
Kemudian pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja untuk melakukan aksi mogok.
Baca juga: Kronologi Awal Oknum TNI Ngamuk Pukul Driver Ojol, Terungkap Identitas Anggota TNI
Namun, Komando Rayon Militer (Koramil) setempat langsung turun tangan untuk mencegah aksi para buruh PT CPS tersebut.
Keesokan harinya pada 8 Mei 993, para buruh mogok total dan mengajukan 12 tuntutan kepada PT CPS.
Marsinah pun menjadi salah satu dari 15 orang perwakilan buruh yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan, dan masih terlibat hingga 5 Mei 1993.
Pada siang hari tanggal 5 Mei 1993, sebanyak 13 buruh yang dianggap menghasut rekan-rekannya untuk berunjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo.
Mereka dipaksa mengundurkan diri dari PT CPS karena dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.
Baca juga: Jual 1 Kg Sabusabu Bersama Pecatan Polisi, Personel Ditresnarkoba Jadi Tersangka
Marsinah yang mendengar kabar tersebut, dikabarkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan 13 rekannya.
Pada malam harinya yaitu sekitar pukul 10 malam, Marsinah dikabarkan menghilang.
Keberadaan Marsinah tidak diketahui lagi hingga jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di Nganjuk pada 9 Mei 1993.
Hasil autopsi menyatakan bahwa Marsinah diketahui telah meninggal dunia pada satu hari sebelum jenazahnya ditemukan, yakni pada 8 Mei 1993.
Adapun penyebab kematian Marsinah adalah penganiayaan berat.
Baca juga: Uang Hasil Curian Dibelikan Sabu, Polsek Medan Area Tangkap Pembobol Toko Kelontong
Selain itu, Marsinah juga diketahui telah diperkosa.
Kematian Marsinah yang tragis mengundang reaksi keras masyarakat yang menuntut pemerintah mengusut tuntas dan mengadili para pelaku pembunuhan.
Meski usaha untuk menemukan pelaku sempat dilakukan, namun sampai saat ini siapa sebenarnya para pelaku pembunuhan Marsinah belum ditemukan.
Sampai saat ini, sosok Marsinah masih dikenang sebagai pahlawan buruh.
Ia juga sempat dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien, dan kisah hidupnya juga telah diangkat ke dalam berbagai karya sastra dan seni pementasan.
Monumen
Sosok Marsinah selalu dikenang sebagai simbol perjuangan kaum buruh di Indonesia.
Bahkan Hari Buruh atau May Day yang diperingati setiap tanggal 1 Mei kerap dijadikan momen untuk mengenang sosok Marsinah.
Tidak hanya itu, sosok Marsinah juga diabadikan dengan didirikannya sebuah monumen di desa tempat kelahirannya.
Monumen Pahlawan Buruh Marsinah berada di tepi Jalan Raya Baron, tepatnya di Desa Nglundo, Sukomoro, Nganjuk, Jawa Timur.
Lokasinya berada di seberang Jalan Marsinah dan tidak jauh dari pemakaman umum Desa Nglundo di mana jasad Marsinah disemayamkan.
Pada Monumen Pahlawan Buruh Marsinah terdapat sebuah patung perempuan berwarna emas dengan rambut sebahu yang berdiri di atas dudukan berbentuk teratai.
Sosok Marsinah pada monumen ini mengenakan kemeja, rok, dan sepatu kets dengan satu tangan kiri yang terkepal meninju ke udara.
Di bawahnya terdapat dudukan patung berbentuk kubus berhias batu marmer yang bertuliskan “Pahlawan Buruh Marsinah”.
Monumen Pahlawan Buruh Marsinah yang disaksikan saat ini adalah monumen baru setelah sebelumnya patung yang lama roboh ditabrak truk pada tahun 2014.
Sopir truk kemudian bertanggung jawab dengan membuat patung baru yang lebih bagus seperti yang ada saat ini.(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter
Berita viral lainnya di Tribun Medan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Marsinah-aktivis.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.