Musim Kemarau Panjang, Warga Juhar Gelar Ritual Erlau-lau Berharap Hujan 

Melihat kondisi kemarau berkepanjangan ini, masyarakat Kecamatan Juhar menggelar tradisi yang bernama Erlau-lau

Penulis: Anisa Rahmadani | Editor: Eti Wahyuni
ISTIMEWA
TRADISI ERLAU-LAU - Masyarakat Desa Juhar Tarigan, Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo, menggelar tradisi Erlau-Lau, Sabtu (13/9/2025) kemarin. Tradisi yang sudah diwarisi oleh nenek moyang masyarakat Karo sejak jaman dahulu ini, digelar dengan harapan mendatangkan hujan di tengah musim kemarau berkepanjangan. 

TRIBUN-MEDAN.com, KABANJAHE - Sebagian besar wilayah di Kabupaten Karo mengalami kemarau hingga lebih dari empat bulan. Dengan kondisi ini, masyarakat sangat resah terutama petani yang mengandalkan curah hujan untuk menyirami lahan pertaniannya.

Melihat kondisi kemarau berkepanjangan ini, masyarakat Kecamatan Juhar menggelar tradisi yang bernama Erlau-lau. Sebagai informasi, tradisi ini merupakan salah satu bentuk usaha masyarakat mendatangkan hujan.

Salah satu desa di Kecamatan Juhar yang baru-baru ini menggelar tradisi Erlau-lau, yakni di Desa Juhar Tarigan. Berdasarkan keterangan Suheri Tarigan selaku Kepala Desa Juhar Tarigan, melalui tradisi ini masyarakat berharap Tuhan memberikan rahmat agar bisa segera menurunkan hujan sehingga kekeringan tak semakin berkepanjangan.

"Ini budaya kita namanya Erlau-lau, yang mana menurut tradisi nenek moyang kita, sudah sejak lama tradisi ini kita laksanakan dengan harapan bisa mendatangkan hujan," ujar Suheri, Minggu (14/9/2025).

Baca juga: Takut Merugi, Petani Jagung di Karo Tunda Musim Tanam hingga Lewat Kemarau

Diungkapkan Suheri, tradisi turun temurun dari nenek moyang masyarakat Kabupaten Karo ini sudah sejak lama dijalani oleh masyarakat di saat kondisi kemarau panjang sudah melanda. Terlebih, dengan kondisi kemarau ini sudah mendatangkan kerugian bagi para petani karena akibat kurangnya curah hujan membuat tanaman menjadi gagal panen.

"Apalagi di desa kita ini sudah lebih dari empat bulan tidak datang hujan. Jadi pertanian masyarakat sudah mengalami gagal panen," katanya.

Sehingga, melalui latar belakang tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat, digelar lah tradisi Erlau-lau untuk berharap bisa mendatangkan hujan. Dikatakannya, budaya Erlau-lau ini sejak zaman nenek moyang masyarakat Kabupaten Karo dilakukan di dalam beberapa tahapan.

"Pertama itu dilakukan selama empat hari. Kalau dalam empat hari belum datang hujan, maka dilanjutkan menjadi tujuh hari, kalau belum juga datang hujan akan dilanjutkan selama 11 hari," ucapnya.

Dijelaskan Suheri, budaya ini sudah dijalani oleh masyarakat Kabupaten Karo saat masuk musim kemarau berkepanjangan sejak ratusan hingga ribuan tahun lalu. Dikatannya, khusus di Desa Juhar Tarigan masyarakat menggelar acara tradisi ini pada tahun 2013 lalu.

Sesuai namanya, Erlau-lau merupakan bahasa Karo dimana jika diartikan maknanya ialah berair-air. Pada tradisi ini, ada salah satu hal yang unik dimana masyarakat setempat akan menyiramkan air kepada sesama warga mau pun sesiapa yang melintas di saat pelaksanaan tradisi ini.

Tradisi yang disambut meriah masyarakat setempat, juga menjadi momen persatuan masyarakat untuk sama-sama berharap rahmat dari Tuhan untuk mendatangkan hujan. Pada pelaksanaannya, saat menyiramkan air kepada sesiapa yang melintas sambil mengiringi doa dengan menyebutkan Udan Ko Wari yang memiliki arti turunlah hujan yang menghiasi hari.

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved