Ngopi Sore
Saya Nonton TVRI Lagi
Helmy Yahya bukan cuma mengubah wajah TVRI di layar televisi. Ia juga mengubah cara pandang para karyawan TVRI terhadap diri mereka sendiri.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Artinya apa? Orang-orang mulai menonton TVRI lagi. Bukan sekadar menonton Azan Maghrib. Menunggu datangnya waktu berbuka puasa. Orang-orang menonton TVRI karena acara- acaranya yang memang mulai bisa ditonton lagi. Kali, bahkan lebih hebat. Lantaran tanpa dibarengi rasa terpaksa. Dulu di masa jaya, TVRI adalah pemain tunggal. Sekarang tidak.
Begitulah, di saat TVRI sedang merangsek, nyaris secara mendadak pula terbetik kabar mengejutkan. Dewan Pengawas TVRI memecat Helmy Yahya dari jabatannya sebagai Direktur Utama. Padahal, semua perubahan yang boleh dibilang menakjubkan ini terjadi setelah Helmy masuk TVRI di tahun 2017.
Alasan Dewan Pengawas, sebagai direktur utama, Helmy dinilai telah melakukan sejumlah pelanggaran prosedural dan administratif. Di antaranya terkait pembelian hak siar Liga Inggris dari Mola TV, stasiun televisi berbayar milik PT Djarum. Konon, menurut para anggota Dewan Pengawas, harga hak siar ini sungguh sangat mahal --untuk ukuran TVRI.
Helmy melawan. Dia menggugat balik Dewan Pengawas. Mengemukakan pembelaan tertulis. Rekan-rekan Helmy di jajaran direksi ikut membelanya. Sebagian besar karyawan juga. Secara bersama-sama, mereka melakukan aksi menyegel ruang kerja Dewan Pengawas. Kemarin, mereka menggelar aksi unjuk rasa terbuka.
Saya tidak membaca pembelaan tertulis Helmy. Namun saya sempat membaca wawancaranya dengan sebuah portal online pada tahun 2018, dan dari pembacaan ini saya jadi paham mengapa ia mendapat pembelaan begitu rupa.
Helmy Yahya bukan cuma mengubah wajah TVRI di layar televisi. Ia juga mengubah cara pandang para karyawan TVRI terhadap diri mereka sendiri. Perubahan-perubahan yang dilakukannya membuat mereka merasa bangga. Paling tidak dari sisi penampilan, mereka sekarang tidak lagi "minder" apabila berdiri bersisi-sisian dengan orang-orang dari televisi-televisi swasta. Termasuk yang "berjiwa muda" dan penuh gaya macam NET TV atau Kompas TV. Sekarang TVRI juga kelihatan jauh lebih segar.
Di era Helmi pula, para karyawan TVRI tidak lagi bekerja dengan semangat pegawai pemerintah yang berfilosofi asal siap sesuai anggaran. Di era Helmi, karyawan TVRI bekerja layaknya karyawan televisi swasta yang saban detik dituntut berinovasi; bagaimana menyiasati anggaran untuk hasil maksimal. Tiap-tiap langkah yang diambil selalu mengacu pada audience dan market share. Apakah produk yang ditayangkan berpotensi menjadi tontonan laku atau tidak.
Saya menonton TVRI lagi setelah tak kurang 25 tahun cuma menonton Azan Maghrib --itu pun cuma di bulan Ramadan. Saya menonton TVRI lagi karena memang ada tontonan yang saya rasa benar-benar menarik. TVRI di era Helmy Yahya telah melakukan perubahan dan lompatan-lompatan besar. Bukan cuma layanan saluran konvensional. TVRI juga bermain di ranah digital yang kualitasnya juga boleh dikata sama sekali tak memalukan.
Saya merasakan itu. Semestinya, para petinggi negeri ini juga merasakannya. Para anggota DPR. Menteri-menteri. Juga Pak Jokowi.
Mestinya mereka merasakan. Kecuali sampai hari ini ternyata memang mereka tidak tahu. Mereka menonton tv kabel. Mereka menonton tv internet atau tv provider macam Netflix, Amazon Prime, Hulu, atau Xfinity, tapi tidak menonton TVRI.(t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/tentang-tvri3.jpg)