Ngopi Sore
Perkara Nyinyir yang Membunuhmu
Luka di perut Wiranto bisa sembuh cepat. Luka psikologis tidak. Luka justru bisa makin parah. Dan saat sudah tak tertahankan maka ujungnya kematian
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Dia bersama kawan-kawannya yang punya ketertarikan serupa bahkan punya grup percakapan di WhatsApp, dan dari sinilah awalnya (tanpa sengaja) saya tahu perihal kematian Sulli.
Kematian yang tragis. Sulli, 14 Oktober 2019, ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Tergantung di langit-langit kamar apartemennya. Apa sebab? Anak saya menunjukkan satu rekaman video yang diunggah Sulli di akun Instagram miliknya. Dalam video tersebut, sembari menangis, dia bilang: "Saya bukan orang yang jahat, katakan satu hal saja tentang saya (yang baik) karena saya pantas menerimanya."
Sulli tentu saja cantik. Walau tidak langsing-langsing amat, tubuhnya juga indah untuk ukuran tubuh perempuan-perempuan bertubuh indah. Artinya, tidak ada yang buruk sekali darinya. Namun bagi para warganet, ini tak cukup. Ada saja kenyinyiran yang dialamatkan kepadanya. Harap digarisbawahi, kenyinyiran di sini bukan dalam makna 'cerewet', melainkan 'sindiran' dan 'cercaan'.
Mulai dari bentuk tubuhnya, aktingnya, pacarnya, sampai urusan-urusan yang sesungguhnya sangat pribadi. Tidak cukup cuma lewat kalimat, seringkali, kenyinyiran datang dalam bentuk meme; gambar-gambar yang diberi opini, video yang diedit sedemikian rupa, sampai pada hal- hal yang sebenar-benarnya dikarang belaka.
Sulli terluka. Dan luka itu, luka psikologis itu, gagal ia tahan. Sulli, seperti Peng Hsin-yi atau Cindy Tang, artis Taiwan, memilih mengakhiri hidup. Juga sebelumnya Du Yuwei, artis dan anggota girl band populer di China, GNZ48. Yuwei bunuh diri lantaran nyaris secara terus menerus dituding sebagai perusak rumah tangga.
Keputusan serupa diambil Charlotte Dawson, model dan artis dan pembawa acara terkenal di Australia. Juga August Ames, artis film dewasa. Juga entah berapa ribu kasus sejenis lainnya. Bukan kalangan pesohor saja. Kenyinyiran seringkali mengambil korban orang-orang biasa. Orang dari lingkungan-lingkungan yang tak asing bagi kita. Berada di dekat-dekat kita.
Akhir Mei lalu, di India, seorang dokter bernama Payal Salman Tadvi menjerat lehernya sendiri lantaran tak tahan terus-menerus dinyinyiri oleh rekan-rekan kerjanya di Rumah Sakit BYL Nair di Kota Mumbai. Di antara mereka, dia, entah mengapa, diposisikan sebagai sebangsa pecundang. Payal bunuh diri di salah satu ruang rumah sakit tersebut.
Begitulah, Saudara. Kadang-kadang kita memang merasa tidak melakukan apa-apa. Padahal, apa yang bagi kita barangkali biasa, bagi orang lain belum tentu biasa. Barangkali bagi mereka sangat menyakitkan. Terlebih-lebih jika apa yang kita tulis itu, apa yang kita nyinyiri, memang sebenar-benarnya dimaksudkan untuk menyakiti.(t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/sulli1.jpg)