Ngopi Sore

56 Tahun, Tetap Nge-Rock, Pak Jokowi

Makin ke sini, kebencian terhadap Jokowi makin mirip kebencian terhadap Gus Dur, yang kemudian menjatuhkannya.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AP PHOTO

Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, menempuh jalan yang berbeda. Agak mirip Habibie, sejak awal masa pemerintahannya Jokowi sudah dicurigai. Sudah dianggap tak pantas, sudah dilecehkan, diejek-ejek, dicaci. Disebut bego, tolol, plenga-plengo, bahkan dimaki dengan kata- kata yang serba kotor dan sungguh tak pantas bagi seorang kepala negara.

Kecenderungan yang berlangsung sampai sekarang. Luar biasa, karena baru Jokowi Presiden yang keberadaannya melahirkan para penggerutu dan penyinyir yang konsisten.

Baca: Jangan Terkecoh Wajah Cantiknya, Wanita Ini Komplotan Perampok Keji, Ini Perannya

Lebih hebat lagi, ternyata banyak di antara penggerutu dan penyinyir ini justru datang dari kalangan pegawai-pegawai negara, yakni orang-orang yang bekerja dan digaji untuk memastikan program-program pemerintah berjalan sesuai rencana dan harapan, yang membuat posisi mereka, langsung maupun tak langsung, berkaitan dengan presiden.

Bagaimana pekerjaan mereka dapat berjalan sesuai rencana dan harapan apabila sepanjang waktu yang lebih sering dilakukan adalah melontar ejekan, cacian, dan makian kepada presiden? Hampir pasti amburadul.

Pertanyaannya, kenapa Jokowi begitu dibenci? Apakah lantaran dia masih kerap mencium tangan dan membungkuk-bungkuk di hadapan Megawati? Apakah karena dia pernah diangkat Prabowo lantas mengambil posisi sebagai lawan dan mengalahkannya dalam pemilihan presiden?

Boleh jadi benar. Akan tetapi, makin ke sini, alasan-alasan ini tidak lagi menjadi yang utama. Makin ke sini, kebencian terhadap Jokowi makin mirip kebencian terhadap Gus Dur, yang kemudian menjatuhkannya.

Jokowi adalah pecinta rock sejak bocah. Dengan demikian tentunya dia paham bahwa rock tak serupa hitungan matematis. Chord dan not sebatas patron, bukan untuk ditaati secara fanatik. Sebaliknya, justru membuka ruang improvisasi.

Pascapemerintahan Soekarno, improvisasi mati. Selama 32 tahun Soeharto bekerja berdasarkan patron-patron yang digariskannya dengan sangat kaku dan keras. Barang siapa coba melenceng bakal kena gebuk. Habibie dan Gus Dur mengambil langkah berbeda. Terutama Gus Dur. Dia menggeber improvisasi-improvisasi yang mencengangkan, dan di sisi lain membikin dongkol, banyak orang.

Gus Dur menyukai musik namun bukan penggemar rock. Gus Dur lebih menyukai sepakbola. Analisisnya sungguh tajam. Satu kali, dia menulis tentang sepakbola dan hubungannya dengan pemerintahannya.

Menurut Gus Dur, pemerintahannya dijalankan dengan sistem Total Football. Sistem yang penuh improvisasi, berseni tinggi, yang membuat pertahanan dan penyerangan sama bagusnya.

Jokowi juga banyak berimprovisasi. Dan orang-orang makin lama makin merasa gugup, makin jengah, lantas mulai tak nyaman karena tidak terbiasa. Bertahun-tahun musik di panggung perpolitikan Indonesia adalah keroncong, pop melankolis, dan dangdut. Dalam sekejap, seperti Gus Dur yang hendak mengubah Catenaccio jadi Total Football, Jokowi mengusung Trash Metal. Bahkan Green Core yang sangat riuh dan sangat cepat.

Benar bahwa tidak semua improvisasi yang dilakukannya berhasil. Kadang terdengar datar dan hambar, kadang janggal, kadang malah kacau sama sekali, dan dia buru-buru menepikannya dan melakukan improvisasi yang baru.

Kesannya coba-coba, memang. Para penyinyir dan penggerutunya menyebut dia gila. Namun di negeri yang level kekacauan, terutama birokrasinya, sudah kelewat akut dan berkarat, kegilaan jelas diperlukan. Sikap menye-menye, sok keras di luar namun lembek di dalam, hanya akan membuat negeri ini semakin nyungsep.

Hari ini Jokowi berulang tahun ke 56. Tetap nge-rock, Pak. Semoga tetap kuat menghadapi segala nyinyiran dan gerutuan yang semakin dekat ke 2019 pastinya akan terus bertambah kencang. Hati-hati dalam berimprovisasi. Jangan pula sampai keseleo lidah. Nanti terkapar seperti Ahok.(t agus khaidir)

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved