Ngopi Sore
Air Mata Ahok
Di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dalam persidangannya, Ahok menangis. Dia menghentikan bicaranya dan menghapus air matanya yang menetes.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Tangis, yang menurut Victor Hugo, paling mustajab untuk membangkitkan empati dan simpati di satu sisi, dan kebenaran di sisi yang lain. Tangis yang menguatkan kepekaan untuk melihat.
Apakah tangis Ahok adalah 'weep'? Atau 'cry'? Atau sekadar sebangsa 'sob', tangis penuh keberisikan yang seringkali sesungguhnya tiada lebih dari kepura-puraan?

GUBENUR DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa disapa Ahok saat tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, untuk menjalani sidang kasus dugaan penistaan agama, Selasa (13/12/2016).
Ada banyak kemungkinan, tentunya, dan sekali lagi, meski di media sosial telah bertebaran para ahli nujum dan stasiun-stasiun televisi menyiarkan momentum tangis itu berulang-ulang, memang hanya Ahok dan Tuhan yang bisa memberikan jawaban paling sahih.
Tapi poin terpenting dari peristiwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara adalah betapa tangis ini makin menerangtegaskan satu kecenderungan: politik dan segenap silang sengkarutnya, yang dipaksakan untuk diperlawankan atau sebaliknya diboncengkan dengan agama, hanya akan membuat keduanya berjalan ke arah kekosongan.(t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/sidang-ahokkk3_20161213_174138.jpg)