Breaking News

TRIBUN WIKI

Masjid Kedatukan Sunggal Serbanyaman, Saksi Sejarah Perlawanan Belanda

Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman adalah masjid bersejarah yang dibangun tahun 1885 oleh seorang Raja Sunggal.

Editor: Array A Argus
Tribun Medan
Potret bangunan Masjid Raya Kedatukan Sunggal Serbanyaman, saksi sejarah perjuangan melawan Belanda. 

Lokasinya berdampingan dengan instalasi PDAM Tirtanadi, menjadikannya titik penting di kawasan Sunggal.

Karena masjid ini termasuk bangunan bersejarah, kawasan ini kemudian dijadikan cagar budaya yang diusulkan untuk pelestarian sebagai warisan sejarah dan budaya.

Hubungan dengan Kesultanan Deli

Datuk Badiuzzaman Surbakti merupakan tokoh penting bagi Kerajaan Sunggal.

Ia juga memiliki keterkaitan dengan Kesultanan Deli melalui hubungan pernikahan.

Tahun 1632, Datuk Badiuzzaman Surbakti menikahkan adiknya yang bernama Puteri Nan Baluan Beru, dengan Sri Paduka Gocah Pahlawan, tokoh pendiri Kesultanan Deli.

Baca juga: Sejarah Siantar Hotel, Saksi Bisu Kota Siantar Sejak Masa Kolonial

Pernikahan ini menjadi simbol ikatan politik dan sosial yang menguatkan hubungan antara Kerajaan Sunggal (Urung Serbanyaman) dan Kesultanan Deli.

Dalam adat Batak, kerabat pihak kerabat perempuan (kalimbubu) memiliki kedudukan lebih tinggi daripada pihak mempelai laki-laki (anak boru), yang artinya Kerajaan Sunggal adalah kalimbubu (mertua) bagi Kesultanan Deli sebagai anak boru (menantu).

Namun, relasi ini kemudian mengalami perubahan setelah Kesultanan Deli membangun komunikasi dengan Belanda.

Datuk Badiuzzaman Surbakti menentang hal itu.

Ia mengambil sikap tegas melawan Belanda.

Baca juga: 10 Masjid Tertua di Indonesia yang Menjadi Sejarah Perjalanan Islam di Nusantara

Sebab, Belanda pada masa itu ingin merampas tanah rakyat untuk dijadikan lahan perkebunan tembakau.

Karena sikap Belanda yang arogan, Datuk Badiuzzaman Surbakti beserta pengikutnya tegas melakukan perlawanan.

Perang pun pecah antara tahun 1872 hingga 1895.

Perang ini kemudian dikenal sebagai Perang Sunggal.

Selama 23 tahun, Datuk Badiuzzaman Surbakti yang didukung suku lain seperti Karo, Melayu, Aceh, dan Gayo melakukan taktik grilya melawan Belanda.

Ia menjadi pejuang militan, walaupun harus berseberangan sikap politik dengan Kesultanan Deli yang membangun relasi dengan Belanda.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved