Berita Medan
Luka yang Menyalakan Panggung, Kisah Desy Qobra Guru, Jadikan Teater sebagai Rumah
Sebagian besar waktu ia ditemani pengasuh. Dari sanalah, ia justru lebih sering belajar tentang rasa sakit.
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
“Selama masih ada anak muda yang mau menghafal naskah di trotoar kampus, latihan sampai malam di ruang sempit, dan tampil tanpa dibayar demi seni, saya yakin teater di Medan tidak akan padam,” tukasnya.
Di luar dunia teater, Desy adalah seorang guru lulusan S1 PGSD dan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan UNIMED. Kini ia mengajar sambil membawa seluruh pengalaman panggungnya ke dalam kelas.
Teater membantunya mengolah emosi, mengontrol situasi, dan memimpin kelas tanpa harus meninggikan suara. Pengalaman tampil membuatnya terbiasa mengatur intonasi.
“Saya jadi paham kapan harus tegas, kapan harus lembut, kapan memberi tekanan, dan kapan meredakan,” ungkap Desy.
Keberaniannya berdiri sendirian di panggung menjadikan depan kelas bukan lagi tempat yang menegangkan, melainkan panggung lain yang menghidupkan.
Teater juga mengasah kepekaannya membaca suasana kapan murid mulai bosan, ketika ada yang sedang bermasalah, atau ketika strategi belajar harus diubah. Kemampuan improvisasi membuatnya lebih fleksibel menghadapi keadaan tak terduga.
Tanpa ia sadari, metode berbasis teater kerap ia terapkan di kelas. Salah satu contohnya adalah saat mengajar materi benua-benua di dunia. Ia menyiapkan media “koper benua” lengkap dengan gambar dan simbol-simbol kecil dari berbagai benua.
Kelas ia ubah menjadi “bandara”. Anak-anak memiliki paspor imajinasi, setiap perpindahan tempat duduk menjadi penerbangan baru. Ada yang berperan sebagai pemandu wisata, ada yang jadi pilot dadakan, ada yang semula pendiam justru memberanikan diri bertanya.
Pelajaran tidak lagi sekadar hafalan, tetapi pengalaman. Ruang kelas pun berubah menjadi panggung yang penuh kehidupan.
Selain aktif di teater, Desy pernah tampil di TVRI dan menjadi juri tari serta baca puisi di berbagai ajang seni dan budaya. Ia juga tercatat sebagai Pembawa Acara Nasional Jambore GTK Hebat Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta, dan kini menjabat Bendahara Umum Asosiasi PPG Prajabatan Indonesia.
Murid-murid yang mengetahui gurunya adalah aktor dan sutradara teater merasakan perpaduan kagum, bangga, dan hormat. Cara Desy berbicara, bergerak, dan membangun suasana kelas terasa berbeda. Mereka lebih mudah fokus dan tertarik mengikuti arahan.
Bagi anak-anak itu, sosok gurunya menjadi bukti nyata bahwa seseorang dari latar sederhana bisa naik ke panggung besar.
//Filosofi sebagai Sutradara
Sebagai sutradara yang pernah mengantarkan tiga aktor monolog menjadi juara, Desy memegang satu filosofi sederhana.
“Tugas sutradara bukan membuat aktor menjadi seperti yang ia inginkan, tetapi membantu mereka menemukan versi terbaik dari dirinya sendiri di atas panggung,” katanya.
Ia melihat setiap aktor membawa “api” sendiri. Perannya sebagai sutradara adalah menjaga bara itu agar tidak padam, meniupnya sampai menyala dengan caranya sendiri.
Latihan-latihannya bersifat personal menggali emosi terdalam, mengajak aktor berdialog dengan rasa sakit dan kegembiraan mereka, lalu memasukkan semuanya ke dalam karakter.
Baginya, panggung bukan tempat menghafal, melainkan tempat menghadirkan kejujuran.
Desy juga percaya bahwa aktor juara bukan dibentuk oleh sutradara yang keras, tetapi oleh sutradara yang percaya. Itulah yang terus ia pegang dalam setiap proses.
Dari seluruh perjalanan, Desy melihat hidupnya bergerak menuju dua cita-cita besar yang saling melengkapi.
Sebagai seniman, ia bermimpi berdiri di panggung yang lebih luas, bukan sekadar untuk tampil, tetapi untuk menunjukkan bahwa seseorang yang dulu sering diremehkan dan dibungkam bisa bersinar dengan caranya sendiri.
Sebagai guru, mimpinya lebih dalam ia ingin anak-anak merasakan rasa aman untuk mencoba, kepercayaan diri untuk bersuara, dan keberanian bermimpi besar.
Saya ingin mendirikan Taman Baca Qubro, agar anak-anak dapat menjadikan buku sebagai jendela dunia. Mendirikan panti asuhan yang penuh kasih dan perlindungan dan merintis sekolah gratis bagi anak-anak yang membutuhkan, agar masa depan mereka ditentukan oleh harapan, bukan keadaan,” jelasnya.
Di dunia teater Sumatera Utara, Desy tidak hanya ingin dikenang sebagai seseorang yang pernah juara atau pernah tampil di TV. Ia ingin dikenang sebagai sosok yang membuktikan bahwa ketulusan, kerja keras, dan keberanian melampaui batas diri mampu mengubah hidup seseorang.
Ia ingin dikenal sebagai aktris yang bermain dengan hati, sutradara yang menghidupkan naskah, dan pekerja teater yang menjunjung tinggi integritas.
Lebih dari itu, ia ingin jejaknya menjadi jalan bagi generasi setelahnya perempuan muda yang takut tampil, anak daerah yang merasa kecil, dan para seniman yang hampir menyerah.
“Jika suatu hari nama saya disebut di dunia teater Sumatera Utara, saya berharap orang mengingatnya sebagai seseorang yang bukan hanya bermain teater, tetapi menghidupkannya dan bukan hanya berdiri di panggung, tetapi ikut membuka panggung bagi orang lain,” pungkasnya.
(cr26/tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| Wali Kota Rico Edukasi Tanggap Gempa Sejak Usia Dini: Indonesia di Ring of Fire |
|
|---|
| Evaluasi PAD, Wali Kota Soroti Kinerja Kadis Perkim dan Pajak Mamin, Hiburan, PBB |
|
|---|
| Eks Kadis Perkim Medan Diperiksa Kejari Dugaan Korupsi Proyek Rusunawa |
|
|---|
| Polrestabes Medan Gelar Sumpah dan Pakta Integritas untuk 246 Calon Bintara Brimob |
|
|---|
| KAI Bandara Latih Petugas Srilelawangsa Demi Layanan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Desy-Ariani.jpg)