Potret Guru Ngaji di Tengah Perubahan Zaman, Ajarkan Baca Al-Quran dan Adab
“Kalau bukan Ibu Deswita, mungkin anak-anak sudah sibuk main gawai sore-sore,” ujar Ratih salah satu warga dengan bangga.
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Eti Wahyuni
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Setiap sore menjelang Magrib, suasana Masjid Al-Muawannah di kawasan Medan Sunggal selalu semarak oleh suara anak-anak yang melantunkan ayat suci Al-Qur’an.
Di barisan depan, seorang perempuan paruh baya dengan senyum lembut tampak membimbing mereka satu per satu. Dialah Deswita, sosok guru ngaji yang selama lebih dari satu dekade menyalakan cahaya ilmu di lingkungan sekitar.
Perjalanan Deswita sebagai pengajar Al-Qur’an dimulai dari ruang tamu rumah sederhananya. Awalnya, hanya beberapa anak tetangga yang datang untuk belajar Iqra.
Namun dari ketulusan itu, semakin banyak yang bergabung hingga kegiatan tersebut berkembang menjadi bagian dari program Magrib Mengaji Masjid Al-Muawannah.
Baca juga: Warga Binaan Lapas Padangsidimpuan Antusias Mengikuti Pembelajaran Iqro dan Al-Quran
“Awalnya cuma ngisi waktu sore. Tapi lama-lama, anak-anak makin banyak yang datang. Akhirnya diminta bantu ngajar di masjid,” kenangnya tersenyum.
Setiap hari, sekitar 20 anak belajar membaca Iqra, menulis huruf Arab, hingga menghafal surat-surat pendek bersama Deswita. Namun baginya, mengaji bukan sekadar mengeja huruf hijaiyah.
“Saya ajarkan juga adab dan kejujuran. Karena mengaji itu bukan cuma soal bisa membaca, tapi juga membentuk pribadi yang baik,” ujarnya lembut.
Sikap sabar dan kasih sayangnya membuat anak-anak begitu dekat dengannya. Bahkan ketika ia sempat sakit, para murid tetap datang ke masjid menunggu. “Mereka bilang, ‘Bu, ngaji aja di rumah Ibu.’ Saya terharu sekali,” katanya.
Bagi sebagian orang, guru ngaji bukan profesi yang menjanjikan secara materi. Namun bagi masyarakat sekitar Masjid Al-Muawannah, sosok seperti Deswita justru menjadi simbol keikhlasan dan cahaya moral.
Ia bukan hanya pengajar, tetapi juga penjaga nilai-nilai sosial di tengah derasnya arus modernisasi.
“Kalau bukan Ibu Deswita, mungkin anak-anak sudah sibuk main gawai sore-sore,” ujar Ratih salah satu warga dengan bangga.
“Beliau bukan cuma ngajarin baca Al-Qur’an, tapi juga ngajari sopan santun,” tambahnya.
Kini, di usia senjanya, Deswita tetap setia mengajar tanpa pamrih.
“Saya merasa ini bukan pekerjaan, tapi ibadah. Allah kasih saya kemampuan mengajar, ya harus dimanfaatkan,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Ia masih mengingat satu murid istimewa, anak dengan keterbatasan bicara yang akhirnya mampu membaca Al-Qur’an dengan lancar berkat kesabaran panjangnya.
| Antara Panggilan Hati dan Pengabdian, Potret Guru Ngaji di Tengah Perubahan Zaman |
|
|---|
| Bank Sumut Gandeng Forum Zakat Sumut, Tingkatkan Akses Perumahan bagi Amil, Dai dan Guru Mengaji |
|
|---|
| SOSOK Ustad Zuhdi Guru Madin yang Dituntut Rp 25 Juta Gegara Pukul Murid Nakal, Terpaksa Jual Motor |
|
|---|
| NASIB Pilu Guru Ngaji Paruh Baya di Demak, Didenda Rp 25 Juta Usai Tampar Murid, Motor Dijual |
|
|---|
| PILU Telinga Guru Ngaji di Payakumbuh Digunting Suami, Kepala Dipukul Pakai Palu Hingga Kritis |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/GURU-NGAJI-Ibu-Deswita-tengah-berpakaian-putih-membimbing.jpg)