Sumut Terkini

Tim Ekspedisi Tinjau Aliran Banjir Bandang Parapat, Begini Hasil Temuannya

Sejumlah pihak yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Banjir Bandang Parapat menelusuri lokasi aliran banjir bandang Parapat.

Penulis: Maurits Pardosi | Editor: Randy P.F Hutagaol
DOK/KSPPM dan AMAN Tano Batak
BANJIR PARAPAT: Sejumlah pihak yang tergabung dalam Tim Ekspedisi Banjir Bandang Parapat menelusuri lokasi aliran banjir bandang Parapat.Pada Sabtu (22/3/2025), Tim Ekspedisi ini melakukan penelusuran langsung alur atau jejak (tracing) longsor dari Bangun Dolok hingga harangan atau Hutan Simarbalatuk - Sitahoan. 

Selanjutnya, ia juga menyoal dampak dan potensi bencana susulan.

"Bencana yang terjadi pada 16 Maret 2025 lalu, bukanlah peristiwa pertama. Parapat sekitarnya telah berulang kali mengalami banjir bandang sebelumnya, seperti terjadi pada 2021 lalu, yang menunjukkan bahwa ada permasalahan sistemik dalam pengelolaan ekosistemnya," terangnya.

"Situasi ini menjadi bukti bahwa ekosistem di sekitar Parapat, dan Danau Toba secara keseluruhan, berada dalam kondisi kritis," ungkapnya.

Ia jelaskan, jika deforestasi dan konversi lahan terus dibiarkan tanpa kendali, maka bencana serupa dapat semakin sering terjadi dan menimbulkan dampak yang lebih besar bagi masyarakat dan perekonomian wilayah.

"Tim ekspedisi juga mengawatirkan terjadinya banjir bandang susulan akibat material longsor, berupa pepohonan tumbang, batu, dan tanah yang masih tersangkut di area longsor, yang perlu segera ditangani," tuturnya.

Menurutnya, pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk mencegah bencana di masa depan.

Pertama, membersihkan material longsor yang masih tersangkut di sepanjang titik longsor. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengirim tim ke lokasi guna mengevakuasi dan membersihkan area terdampak sebelum musim hujan berikutnya datang.

Kedua, pemerintah harus tegas memastikan moratorium penebangan hutan alam  dan mengevaluasi kembali aktivitas perusahaan yang berkontribusi terhadap degradasi hutan di kawasan ini.

Ketiga, pemerintah harus memimpin upaya restorasi ekosistem dengan menanam kembali kawasan hutan yang sudah kritis. Pemerintah harus bekerja sama dengan komunitas lokal dalam upaya penghijauan guna meningkatkan daya dukung ekologis kawasan ini.

"Reboisasi dengan jenis tanaman tertentu yang dapat menopang kestabilan tanah harus menjadi prioritas agar daerah-daerah rawan longsor bisa kembali memiliki daya serap air yang tinggi," terangnya.

Keempat, pada jangka panjang, kebijakan pengelolaan hutan harus diperketat.

"Pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga kelestarian hutan dan memastikan bahwa tidak ada lagi izin eksploitasi yang mengancam keseimbangan ekosistem di sekitar Parapat dan Danau Toba," tuturnya.

Keberlanjutan lingkungan harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pembangunan, agar bencana seperti ini tidak terulang kembali," sambungnya.

Menurutnya, tanpa intervensi serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan, bencana ekologis seperti yang terjadi di Parapat akan terus berulang.

"Krisis ini bukan sekadar fenomena alam, tetapi konsekuensi dari eksploitasi hutan yang tidak terkendali," terangnya.

"Saatnya pemerintah menunjukkan keberpihakan kepada lingkungan dan masyarakat dengan tindakan nyata, bukan sekadar wacana," pungkasnya.

(cr3/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved