TRIBUN WIKI

Poin yang Disoroti dalam Revisi UU TNI, Ini yang Mesti Diketahui Publik

Ada beberapa poin yang menjadi sorotan dalam Revisi UU TNI. Beberapa poin tersebut menyangkut kewenangan lebih TNI selain operasi perang.

Editor: Array A Argus
AFP/MUHAMMAD RIFKI/Tribunnews
Sejumlah anggota TNI berbaris saat upacara pelepasan penugasan prajurit TNI ke perbatasan Indonesia-Papua Nugini, di dermaga Angkatan Laut, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (9/11/2021). (Foto ini sudah tayang di Tribunnews Jumat, 26 November 2021 16:04 WIB) 

"DPR harusnya melakukan telaah lebih jauh. Proses (pembuatan) cukup cepat membuat ruang publik memberikan aspirasi dan masukan jadi sangat minim," tuturnya.

Menurutnya, Kontras bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mencatat, terdapat beberapa kekhawatiran yang ada pada revisi UU TNI. Itu termasuk profesionalisme kerja TNI terancam, kembalinya dwifungsi ABRI, hingga potensi kekerasan dari TNI.

Bahaya dwifungsi TNI

Bivitri menambahkan, potensi kembalinya dwifungsi TNI menimbulkan ketakutan masa Orde Baru akan kembali muncul di Indonesia.

Tak hanya itu, dwifungsi TNI berpotensi menimbulkan dampak buruk ketika para prajurit TNI bertindak dan berorganisasi bersama warga sipil dengan menerapkan kekerasan.

"Tentara profesional memang mesti bagus sekali soal defense. Salah satunya dengan power, bukan kekerasan," katanya.

Namun, dia menilai, sebagai alat pertahanan negara, TNI terbiasa memiliki kebiasaan bertindak dengan ketegasan, kekuatan, kecepatan, dan kekerasan yang berasal dari perintah satu komando atasan.

Cara pandang dan tindakan keras TNI dinilai sangat berbeda dari karakter negara demokratis seperti Indonesia. Negara demokratis memfokuskan kebijakan sesuai kebutuhan masyarakat.  

Bivitri menambahkan, masyarakat negara demokratis ingin semua hal bersifat transparan. Sementara, TNI ingin hal-hal penting dirahasiakan agar tidak diketahui musuh.

Selain itu, negara demokratis mengharapkan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, ia menilai, TNI punya karakter tidak partisipatif dan bahkan tidak menerima kritikan dari pihak lain.

Menurut dia, TNI yang masuk ke pemerintahan demokratis akan menjadi tidak memedulikan pendapat warga. Padahal, negara demokrasi berfokus pada demos atau berarti rakyat.

Karakter berkebalikan antara TNI dan negara demokratis dinilai berisiko menimbulkan bahaya terjadinya masalah jika sampai bidang militer masuk ke pemerintahan melalui revisi UU TNI.

Menurut Bivitri, prajurit TNI harus berkarakter keras karena bertugas mempertahankan negara lewat peperangan. Namun, karakter itu tidak bisa diterapkan ke pemerintahan Indonesia.

"Ketika karakter seperti itu dibawa ke pemerintahan, itu yang akan membuat persoalan, jadinya negara tidak akan menjadi demokratis, tapi jadinya otoriter," tegasnya.

Fungsi TNI melemah

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya Saputra menyatakan, revisi UU TNI juga berpotensi melemahkan fungsi TNI.

"Agenda revisi UU TNI justru akan melemahkan profesionalisme militer itu sendiri dan sangat berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI," ujar Dimas saat dihubungi Kompas.com, Minggu (16/3/2025).

Menurut dia, perluasan penempatan TNI aktif ke jabatan sipil berisiko memunculkan masalah pengecualian warga dari jabatan sipil, penguatan dominasi militer di ranah sipil, dan pembuatan kebijakan, serta loyalitas ganda.

Dia juga menilai, terdapat banyak masalah pada pasal-pasal revisi UU TNI yang berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan militerisme di Indonesia.

Dimas mengungkapkan, TNI yang membantu mengamankan objek digital dan proyek stategis nasional pun kerap melakukan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia ke warga.

Saat TNI bertindak kekerasan, warga pun tidak memiliki opsi mengikuti perundingan untuk memahami implementasi kebijakan pemerintah.

Jika revisi UU TNI disetujui, tindakan kekerasan tersebut dinilainya berpotensi menjadi legal karena disahkan dalam aturan negara.

"Ini akan semakin mengikis nilai-nilai demokrasi yang seharusnya berpijak pada prinsip supremasi sipil," imbuh Dimas.

Selain itu, jabatan sipil yang bisa diisi TNI berisiko mengganggu proses kelayakan atau meritokrasi kementerian dan lembaga negara, sekaligus merugikan para aparatur sipil negara.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Kompas.com
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved