Berita Nasional

RISET Dampak PPN 12 Persen, Pengeluaran Membengkak, Pola Konsumsi Kaum Mendang-mending Berubah

Kebijakan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, akan membuat pengeluaran masyarakat membengkak. 

Editor: Juang Naibaho
Juni KRISWANTO / AFP
Masyarakat memegang poster saat mengikuti aksi protes terhadap keputusan pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang berlaku mulai awal tahun 2025, di depan Istana Kepresidenan Jakarta pada 19 Desember 2024. 

Bhima menambahkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen juga memengaruhui keinginan kaum mendang-mending untuk liburan jarak jauh. 

Jika sebelum PPN 12 persen mereka bisa pergi ke sejumlah destinasi wisata di luar kota, hal ini kemungkinan berkurang ketika tarif pajak yang baru diterapkan. 

Kaum mendang-mending diprediksi lebih banyak staycation atau berwisata di sekitar tempat tinggalnya karena harus mempertimbangkan kenaikan harga BBM dan tiket pesawat atau moda transportasi lain bila bepergian ke luar kota. 

Selain itu, mereka juga diperkirakan mengganti pola liburan dari pergi ke luar kota menjadi bersantai di rumah sambil mendengarkan Spotify atau YouTube.

“Untuk menghemat belanja rekreasi dan liburan mereka. Bahkan di rumah aja,” jelas Bhima.

“Jadi waktu libur panjang mereka gunakan untuk istirahat di rumah untuk melakukan aktivitas di rumah berkumpul dengan keluarga dibandingkan melakukan perjalanan jauh,” tambahnya. 

Bhima menilai, perubahan pola konsumsi kaum mendang-mending jika PPN naik menjadi 12 persen akan menjadi bumerang bagi pemerintah. 

Sebabnya, sektor pariwisata pasti terdampak perubahan tersebut karena kaum mendang-mending memilih untuk fokus belanja kebutuhan pokok daripada liburan jarak jauh.

Di sisi lain, jumlah kaum mendang-mending mencapai separuh dari total penduduk Indonesia saat ini. Jika hal tersebut benar-benar terjadi, pendapatan negara dari pajak hiburan tentu akan merosot. 

Selain itu, pendapatan asli daerah (PAD) di wilayah-wilayah yang menjadi destinasi wisata, seperti Bali dan Nusa Tenggara, akan berkurang. 

Di samping faktor kaum mendang-mending, sektor pariwisata turut terdampak keputusan perusahaan yang mempertimbangkan ulang melakukan ekspo, seminar, atau rapat karena khawatir anggaran membengkak.

“Bumerang, karena pendapatan pajak dari pajak hiburan, pajak PPh badan, PPh UMKM final merosot,” imbuh Bhima. 

Ia menambahkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen ikut memengaruhi sisi inflasi terhadap barang, seperti makanan. 

Meski pemerintah mengecualikan makanan dari pungutan PPN 12 persen, Bhima mengatakan, tetap saja BBM dan kendaraan yang mengangkut bahan makanan dikenakan tarif pajak ini. 

“PPN itu sifatnya regresif, mau miskin kaya kena,” ujarnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved