RESPONS Menohok Anwar Usman Usai Dicopot dari Ketua MK: Kan Sudah Bilang, Jabatan Milik Allah!
Beginilah respons dan reaksi Anwar Usman usai dicopot dari kursi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) setelah terbukti
Memang, ada Pasal 17 ayat (8) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa suatu putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan.
Namun, MKMK menegaskan, pasal dalam UU Kekuasaan Kehakiman itu "tidak serta-merta menyebabkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dengan sendirinya menjadi tidak sah".
Apalagi, sifat final putusan MK diatur dalam regulasi yang lebih tinggi, yaitu Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, serta merupakan doktrin lembaga mahkamah konstitusi di seluruh dunia.
Jimly menegaskan, mengoreksi putusan MK akan membuat MKMK memiliki superioritas legal terhadap MK. Jalur yang tersedia untuk membatalkan putusan MK, menurut Jimly, hanyalah melalui MK sendiri yang menyatakan pembatalan itu.
"Melainkan harus dinyatakan tidak sah oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu sesuai dengan prinsip presumptio iustae causae, dalam hal ini melalui pengujian oleh Mahkamah Konstitusi," tulis putusan itu.
Saat ini, Pasal 169 huruf q UU Pemilu soal syarat usia minimum capres-cawapres yang sebelumnya diubah melalui Putusan 90/PUU-XXI/2023 itu sedang digugat lagi ke MK.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia, Brahma Aryana (23), mengajukan uji materiil atas pasal tersebut. Gugatan Brahma sudah diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 dan akan disidang Rabu (8/11/2023) hari ini, bertepatan dengan hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Mereka berharap, MK bisa memutus perkara itu dalam waktu cepat karena perkara itu dianggap sudah sangat jelas lantaran sudah diperiksa MK melalui gugatan-gugatan sebelumnya.
Mereka juga meminta agar Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran, tidak turut mengadili perkara itu. Hal ini disetujui MKMK.
"Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan Hakim Terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141PUU-XXX/2023 dapat dibenarkan. Dia menguji undang-undang yang sudah mengalami perubahan karena putusan MK. Dan itu boleh diuji," kata Jimly.
"Pada saat disidang nanti, para pemohon boleh menggunakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hak ingkar. Hak ingkar terkait putusan MKMK ini di mana hakim terlapor yang sudaj diberi sanksi tidak boleh mengikuti penanganan perkara itu," jelas Jimly.
Bahkan, MKMK pun secara eksplisit merekomendasikan MK agar tak melibatkan Anwar dalam persidangan hingga pengambilan putusan perkara tersebut.
"Maka ada peluang terjadinya perubahan tapi bukan oleh MKMK, tapi oleh MK sendiri. Biarlah putusan MK diubah oleh MKMK sendiri melalui mekanisme yang tersedia," kata Jimly.
Sementara itu, dua pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, melayangkan uji formil terhadap putusan yang sama.
Mereka menegaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Anwar Usman seharusnya sejak awal tak ikut mengadili perkara tersebut karena konflik kepentingan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Cawapres-Gibran-Rakabuming-memberi-respons-terkait-pamannya-Anwar-Usman.jpg)