Berita Viral

Siswi SD Dibully Teman dan Gurunya Karena Agama, Nurut Pakai Jilbab Tetap Dihina, Disdik Tak Mempan

Kasus perundungan dan intoleransi sangat meresahkan terjadi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. 

HO
Kasus perundungan dan intoleransi sangat meresahkan terjadi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.  

"Saya ingin bercerita mengenai seorang anak kelas 2 SD di SD Negeri Jomin Barat II – Cikampek yang dikorbankan Guru serta Kepala Sekolahnya. Pengorbanan dalam arti yang sebenar-benarnya, yang dialami seorang anak kelas 2 SD bernama B. Korban dari perundungan yang dianggap biasa oleh Kepala Sekolah SDN Jomin Barat II, Cikampek yang bernama Ibu Julaeha, Guru-Guru, dan teman-teman sepermainannya," tulis Roger.

Roger menjelaskan ibu siswi B yakni D, adalah satu dari sekian banyak Perempuan Indonesia yang sangat mencintai budaya Indonesia.

"D memilih berkebaya dalam kesehariannya sebagai wujud cintanya pada Indonesia, sekaligus mengajarkan B untuk mencintai budaya Indonesia. Masuk usia sekolah, B diterima di SDN Jomin Barat II di Cikampek. B senang bisa bersekolah dan punya banyak teman, tapi ada masalah di sekolahnya," tulis Roger.

Menurut Roger, Sekolah Dasar Negeri Jomin Barat II ini ternyata dipimpin oleh Kepala Sekolah dan diisi oleh guru-guru yang radikal.

"B diwajibkan untuk berkerudung alias berjilbab, padahal jelas tercantum di kolom agama pada KTP Ibu siswi B 'Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa'," katana.

Roger menjelaskan akhirnya B mengikuti aturan, mengenakan jilbab walau terpaksa.

"Tapi masih dirundung, seperti ‘biasa’, dikafirkan, diejek, dibully. Puncaknya terjadi pada tanggal 2 Juni 2023, B hidungnya dipukul oleh temannya hingga berdarah dengan alasan karena B bukan Islam," ujarnya.

Ibu siswi B, lalu mempertanyakan hal ini pada Kepala Sekolah dan Guru Bellva di sekolah.

Namun ditanggapi dengan bahasa; “Itu kenakalan anak-anak, hal biasa, biarkan saja…”.

"Ketika Ibu siswi B tidak bisa menerima hal tersebut, Ibu Kepala Sekolah dan Guru-Guru terkait menantang; 'Laporkan saja ke Dinas'," papar Roger.

Menjawab tantangan tersebut, ibu siswi B melaporkan hal ini ke Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan yang kemudian mengirimkan seorang Inspektur ke sekolah itu.

"Bahkan Persatuan Guru Republik Indonesia yang mendengar adanya laporan terkait hal ini pun sedang meneliti kasus ini," katanya.

Tapi keadaan selepas kedatangan petugas inspektorat, menurut Roger, keadaan bukannya membaik.

Situasi dan kondisi di SDN Jomin Barat II, Cikampek bagi B menjadi semakin tidak dapat diterima.

Kepala Sekolah dan Guru-Guru yang melanggar, bukannya menerima sanksi lalu memperbaiki diri, mereka semakin menjadi.

"Bahkan menganjurkan agar B pindah sekolah. Dengan kata lain mereka 'mengusir' atau 'memaksa' siswi B keluar dari sana," katanya.

Mengetahui dan mengenal situasi kondisi di Karawang secara umum, orang tua B, akhirnya memutuskan untuk pindah ke kampung halaman yang jaraknya 6 jam dari Cikampek.

"Lokasi pindah sengaja dirahasiakan untuk mencegah keberlanjutan kasus melalui “hubungan hantu ke hantu”. Kepindahan ini demi kesehatan psikis dan perkembangan siswi B, terpaksa diambil sebagai jalan terbaik, walau kesiapan dalam banyak hal sebenarnya tidak ada," kata Roger.

Bahkan menurut Roger, ayah siswi B harus berhenti bekerja dan mencari pekerjaan baru di kampung.

"B harus dicarikan sekolah yang baru, keluarga harus mencari tempat tinggal yang baru, sementara keuangan tidak memungkinkan, tapi harus, tapi tidak ada dana, tapi harus…!," ujarnya.

Baca juga: Bukan Hanya di Bantul, DPRD Temukan Pemaksaan Jilbab di Sekolah Negeri Jakarta

Lebih dari itu, kata Roger, untuk mencegah keberulangan kasus serupa terjadi pada anak-anak lain, ia meminta Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi sepantasnya tidak diam,

"Bapak Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat pun tidak boleh tinggal diam, bahkan Menteri Agama Gus Yaqut CQ dan Presiden Joko Widodo pun seharusnya dapat menindak secara langsung Ibu Julaeha selaku Kepala Sekolah SDN Jomin Barat II dan Guru-Guru yang terlibat," kata Roger.

"Pecat, bukan dipindahkan, berhentikan, jadikan contoh bagi semua Kepala Sekolah dan Guru di seluruh Indonesia. Negara tidak boleh memberikan gaji dan fasilitas apapun, apalagi dana pensiun kepada pelaku tindak intoleran, pelanggar kesetaraan hak, dan pengkhianat Konstitusi," tegasnya.

Menurut Roger sudah sepantasnya mencabut semua hak guru dan kepsek yang terlibat sebagai ASN.

"Cabut segala hak nya untuk mengajar di manapun di wilayah Indonesia, siarkan secara nasional, bungkam radikalisme. Pilihan bagi semua ASN beraliran radikal dan anti Pancasila, anti Konstitusi seharusnya adalah mematikan pemahaman radikal dan intoleran yang mereka anut, atau mati kelaparan di bumi Pancasila," kata Roger.

(*)

Berita sudah tayang di wartakota

Sumber: Tribunnews
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved