Ngopi Sore
Ketika Pegawai Pajak Ramai-ramai Serang Sri Mulyani
Tagline masyhur 'orang bijak taat pajak', telah dipermainkan. Orang-orang yang bersuara keras ini khawatir tidak ada lagi yang mau bayar pajak.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
SATU pemandangan menarik terpampang di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Khususnya di Instagram, akun yang dikelola Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dirisak. Beragam komentar bernada mengecam, mengejek, memenuhi kolom komentar.
Penyebabnya? Tiada lain dan tiada bukan adalah sikap Sri Mulyani atas kasus pemukulan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo terhadap Cristalino David Ozora. Mario Dandy merupakan putra dari pejabat eselon tiga Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo.
Kasus ini memang berbuntut panjang. Penyelesaian pemukulan atas dasar kisah cinta menye-menye yang melibatkan Mario, David, serta pacarnya Agnes, sudah melaju di rel yang jelas. Keluarga David menolak berdamai. Polisi menangkap Mario dan melakukan pemeriksaan terhadapnya, juga Agnes, juga dua kawannya yang disebut-sebut terlibat dalam pengeroyokan.
Namun di luar permukulan, kasus menggelinding lebih jauh. Rafael Alun Trisambodo sekarang terseret dugaan kepemilikan kekayaan lewat jalan yang tidak sah dan melanggar hukum. Teranyar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan temuan perihal saham yang bersangkutan di enam perusahaan.
KPK tengah mendalami, apakah perihal saham ini dilaporkan Rafael dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2022 (per-Desember) atau tidak. Menurut KPK, di LHKPN tersebut, Rafael tidak secara spesifik menyebut saham. Yang ada adalah surat berharga, dengan nilai Rp 1,5 miliar lebih.
Itu soal Rafael. Perjalanannya di KPK barangkali masih akan panjang. Di luar dia, ternyata, banyak pihak juga kemudian juga tersangkutpaut. Paling tidak, merasa begitu.
Tatkala Sri Mulyani marah usai mendapati adanya klub motor gede (moge) yang anggotanya merupakan pejabat-pejabat DJP, lantas memerintahkan pembubarannya, tiba-tiba banyak yang menyerbu akun Instagram Sang Menteri. Para penyerbu umumnya adalah pegawai-pegawai DJP juga. Pegawai-pegawai yang sebagian besar [mengaku!] tidak punya moge.
Saya tidak tahu ini fenomena apa. DJP jelas beda dengan kedinasan di kepolisian atau militer yang menomorsatukan korps. Bagi polisi atau tentara, jajaran pimpinan wajib dibela, wajib dilaksanakan perintahnya, kadangkala bahkan tanpa perlu untuk berpikir apakah perintah yang diberikan layak untuk dijalankan atau tidak –ingat bagaimana Richard Eliezer menembak Joshua Hutabarat atas perintah Fredy Sambo.
Rasa-rasanya, di DJP tidaklah demikian. Pegawai-pegawai DJP adalah orang-orang sipil yang bekerja secara profesional seturut aturan dan mekanisme berlaku. Seperti para aparatur sipil pemerintahan lain, mereka tidak mendapatkan doktrin untuk menutup mata menaati pimpinan dan menjalankan segenap titah perintah.
Saya membaca lagi ragam komentar itu, dan makin saya baca, saya mulai mendapatkan sedikit titik terang. Pegawai-pagawai pajak ini (jika benar demikian), bukan sedang berbicara dalam rangka membela atasan mereka. Melainkan dalam rangka menyelamatkan diri.
DJP berada di atas bara, dan ucapan Sri Mulyani seperti bensin yang membuat bara berubah jadi kobaran api. Mereka terbakar sendiri. Rafael Alun Trisambodo yang kaya raya. Ada Rubicon. Ada moge. Ada gaya hidup yang serba mentereng. Istri-istri para pejabat teras DJP berlaku bak sosialita papan atas: tas branded, sepatu brended, busana branded, dengan biaya perawatan kecantikan yang mencapai puluhan juta sekali datang.
Di media sosial, tagline masyhur 'orang bijak taat pajak', telah sedemikian rupa dipermainkan. Orang-orang yang bersuara keras ini khawatir ke depan tidak ada lagi yang mau membayar pajak. Konsekuensinya, pemasukan negara berkurang. Logis sebenarnya. Hanya saja, caranya yang terlalu nyolot, khas warganet Indonesia yang memang sudah lama dimaklumkan kampungan dan brutal, tak punya sopan santun dalam bermedia sosial.
Namun di luar orang-orang yang cemas ini ada satu gugatan lain. Datang dari pejabat pajak juga. Namanya Bursok Anthony Marlon. Dia pejabat di DJP Sumut II, Pematangsiantar, Sumatra Utara. Bursok tidak sekadar melontar kritik terhadap Sri Mulyani, yang menurut dia, sebenarnya, bisa lebih menahan diri dalam berkomentar, lebih jauh dia juga menuding Sang Menteri melindungi perusahaan-perusahaan inverstasi bodong. Dan atas ini semua, Bursok meminta Sri Mulyani mundur dari jabatannya.
Dibanding rekan-rekannya, suara Bursok tentu saja kedengaran lebih menohok. Dia tidak berhenti pada sekadar nyinyir lalu kemudian berkeluh kesah dan mengutarakan kejengkelan lewat kalimat-kalimat bernada merisak. Dia langsung menuding, dan tudingannya, sama sekali tak main-main.
Pertanyaannya, benarkah tudingan itu? Atau lebih persisnya, tepatkah alamat tudingannya? Bursok bermain investasi. Persisnya Foreign Exchange atawa Forex, transaksi komoditas terutama mata uang asing, dan mengalami kerugian cukup besar, milyaran rupiah. Kerugian dikarenakan keuntungan yang mereka dapatkan, plus modal, tidak dapat ditarik. Kala itu, Bursok, dan istrinya, berinvestasi di dua perusahaan yakni Capital.com dan OctaFX.
Ngopi Sore
Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
klub moge
Rafael Alun Trisambodo
Mario Dandy Satriyo
Cristalino David Ozora
Forex
Bursok Anthony Marlon
| Kilas Balik Dinamika Hubungan Prabowo dan Sri Mulyani: Dari Perseteruan, Kolaborasi, dan Reshuffle |
|
|---|
| Macam-macam Teh untuk Gus Miftah |
|
|---|
| Apa Kesamaan Mas Anies dan Manchester United? |
|
|---|
| VIDEO Wawancara Eksklusif Barry Simorangkir, Lulusan Amerika Menuju Pilgub Sumut, Jadi Cawagub Edy? |
|
|---|
| Syahwat Berkuasa dan Politik Malin Kundang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/SMI1.jpg)