Ngopi Sore

Richard, Oh, Richard, Setelah Vonis yang Ringan Itu

Saat ditanya hakim kenapa dirinya tidak menolak perintah Fredy Sambo, Richard memberi jawaban yang lugu tapi logis: 'saya tidak berani, Yang Mulia'.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
TRIBUNNEWS/JEPRIMA
MINTA MAAF - Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat, Richard Eliezer menunjukkan gestur meminta maaf saat menjalani sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan kepada Richard Eliezer dari sebelumnya tuntutan jaksa 20 tahun. 

Beberapa jam setelah Lamar Johnson dibebaskan di Pengadilan St Louis, Amerika Serikat, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Richard adalah penembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Dua kasus ini sama-sama menarik. Persisnya, sama-sama berujung menarik. Sebelum dibebaskan, Lamar Johnson telah menjalani hukuman penjara selama 28 tahun. Hakim di pengadilan yang sama, pada tahun 1994, memutus

Johnson bersalah atas kematian seorang laki-laki (kala itu 25 tahun) bernama Marcus Boyd.
Namun setelah 28 tahun menjalani hukuman ditemukan fakta lain.

Kasus kembali dibuka, kembali dipersidangkan, dan hasilnya, Lamar Johnson –sebagaimana pembelaannya 28 tahun lalu– akhirnya dinyatakan tidak bersalah. Ia dibebaskan dan nama baiknya dipulihkan.

BEBAS - Lamar Johnson (ketiga dari kiri) menghadiri sidang kasus pembunuhan di Pengadilan St Louis Amerika Serikat, beberapa waktu lalu. Johnson akhirnya bebas dari tudingan yang telah membuatnya harus mendekam di penjara selama 28 tahun.
BEBAS - Lamar Johnson (ketiga dari kiri) menghadiri sidang kasus pembunuhan di Pengadilan St Louis Amerika Serikat, beberapa waktu lalu. Johnson akhirnya bebas dari tudingan yang telah membuatnya harus mendekam di penjara selama 28 tahun. (news.stlpublicradio.org)

Perkara Richard Eliezer berkebalikan dari Johnson. Bahkan jauh sebelum pengadilan berjalan sudah terang benderang terungkap bahwa dialah penembak Brigadir Yosua Hutabarat. Bukan hanya sekali, bahkan. Richard menembak sebanyak empat kali, dari jarak dekat, dan keempatnya [peluru] bersarang di tubuh Yosua, dan membuatnya menemui ajal.

Sampai di sini muncul pertanyaan, kenapa pelaku yang sudah jelas-jelas membunuh, dan secara terbuka mengakuinya tanpa berusaha sedikit pun untuk mengelak, “hanya” diganjar hukuman 1 tahun 6 bulan?

Sungguh ini hukuman yang amat sangat ringan untuk ukuran perkara pembunuhan. Hanya lebih lama 6 bulan dari hukuman yang pernah dijatuhkan kepada Asyani, perempuan lanjut usia dari Situbondo yang dituding mencuri delapan gelondong kayu milik Perhutani, Perusahaan Umum Kehutanan Negara, untuk dijadikan perkakas rumah tangga.

Hukuman Richard juga boleh dikata "beda-beda tipis" dibanding hukuman kepada Tukirin dan Kuncoro, dua petani jagung dari Kediri. Keduanya diseret ke bui lantaran melakukan "kawin silang" jagung yang menghasilkan benih hibrida, yang kemudian dijualnya tanpa melalui uji laboratorium dan sertifikasi. Kuncoro dijebloskan ke balik bui selama tujuh bulan, sedangkan Tukirin dikenakan hukuman percobaan satu tahun.

Pertanyaan belum terjawab, kenapa Richard divonis ringan? Siapapun yang tak sambil lalu menonton rangkaian persidangan kasus pembunuhan Brigadir J rasa-rasanya akan merasa punya jawaban.

Satu, Richard berkelakuan baik selama proses persidangan. Sikapnya menyenangkan: sopan, menjawab tiap pertanyaan dengan baik, tanpa berusaha untuk ngotot. Berbanding terbalik dari Kuat Ma'ruf, misalnya. Kuat, terdakwa lain kasus ini, memang menyebalkan. Nyaris sepanjang persidangan Kuat melontar kalimat-kalimat yang sinis dan pongah.

HADIRI SIDANG - Terdakwa Kuat Ma’ruf saat menghadiri sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
HADIRI SIDANG - Terdakwa Kuat Ma’ruf saat menghadiri sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. (WARTA KOTA/YULIANTO)

Pun gestur-gesturnya. Sesaat setelah divonis 15 tahun penjara, ia memberikan isyarat jari tangan (membentuk simbol 'metal') kepada para jaksa. Sebelumnya ia juga pernah membuat simbol 'love' sembari cengengesan.

Sikap Ricky Rizal, polisi berpangkat Brigadir Kepala (Bripka), mungkin sama menjengkelkan bagi hakim. Bicaranya memang tak sesengak Kuat, tapi kalimatnya kerap berbelit-belit, terkesan seperti menutup-nutupi sesuatu yang ia ketahui. Padahal, Ricky sebenarnya punya "modal" yang jauh lebih bagus dari Richard untuk "selamat". Ia menolak perintah Ferdy Sambo untuk "menghajar" Yosua Hutabarat.

Namun Ricky ternyata memilih tetap bersama Kuat Ma’ruf. Memilih bertahan pada skenario yang digariskan Sambo. Sebaliknya, Richard menjadi justice collaborator.

Ini menjadi jawaban kedua yang mungkin diutarakan para penonton setia sidang. Jika mengacu pada pandangan Kuat, yang menyebut dirinya "bersetia" dan "tidak mau berkhianat", Richard memilih untuk membuka mulut, memilih untuk –pada akhirnya– berkata jujur, konon lantaran ia merasa amat sangat berdosa lalu mohon pengampunan Tuhan sekaligus meminta maaf kepada ayah dan ibu Yosua.

Sebelumnya, seturut skenario yang dirancang Sambo pascamenghabisi Yosua, Richard juga sejalan Kuat dan Ricky. Ia bahkan sempat tujuh kali mengubah keterangan dalam Berkas Acara Pemeriksaan.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved