Berita Sumut

Respon Gubernur Edy Rahmayadi Dilaporkan Kedatukan Suka Piring ke Pengadilan Usai Beli Medan Club

Edy Rahmayadi berencana untuk memasang plang di lahan Medan Club sebagai informasi bahwa lahan itu sudah resmi menjadi milik Pemprov Sumut.

TRIBUN MEDAN/RECHTIN
Situs cagar budaya Medan Club di Jalan RS Kartini Medan yang sudah resmi dibeli oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 

Tetapi dalam UU cagar budaya jelas tidak boleh merusak, mengganti apapun dari bangunan itu, bahkan sebetulnya bangunan dan lingkungan sekitarnya," katanya.

Ichwan menjelaskan, dengan ditetapkannya Medan Club sebagai situs cagar budaya, maka secara akses harus bisa dilihat keseluruhan dari berbagai arah.

"Kalau dia situs, orang dapat melihatnya secara keseluruhan baik tanah dan bangunannya. Katakanlah Grand Aston itu sudah bukan situs itu, sudah melanggar, karena kan kita sudah tidak bisa lagi melihat dari belakang karena belakangnya.

Sudah diambil untuk keperluan bangunan sehingga orang kehilangan untuk mengakses bangunan itu dari arah belakang," katanya.

Bekas Kuil Jepang

Sementara dari segi sejarah, Ichwan mengatakan Medan Club merupakan bukti bekas kependudukan Jepang di Kota Medan pada masa penjajahan Belanda.

Lokasi ini awalnya adalah kuil yang dibangun oleh komunitas Jepang di Medan pada masa sebelum perang dunia ke dua (sekitar abad ke 19).

Baca juga: Akhirnya Gubernur Edy Rahmayadi Buka Suara soal Pembelian Lahan Medan Club, Ini Alasannya

"Pada masa penjajahan Belanda, orang-orang Jepang juga banyak yang menjadi pengusaha karena saat itu Medan (Deli) sedang di masa kemakmurannya sehingga banyak yang datang untuk menjadi pengusaha dan pekerja.

Nah pada saat itu kan mereka orang yang beragama, agamanya Budha Jepang. Nah di situ mereka memerlukan tempat beribadah dibangunlah tempat ibadah yang lokasi dan bangunannya yang kita bicarakan hari ini.

Jadi bangunan Medan Club itu dan lokasinya itu adalah kuil Jepang," katanya.

Menurut Ichwan, pada akhir abad ke 19, meskipun belum diketahui penyebabnya, kuil Jepang tersebut beralih menjadi klub tempat berkumpulnya para tuan kebun berkebangsaan Belanda.

"Ini yang masih perlu diteliti apa penyebabnya bisa berubah fungsinya dari milik komunitas Jepang menjadi klub para tuan kebun Belanda," katanya.

Dan setelah masa kemerdekaan, Medan Club beralih menjadi milik komunitas yang disebut Perkumpulan Medan Club dan dijadikan lokasi pertemuan dan restoran.

Sementara terkait kepemilikan Medan Club, Ichwan mengatakan ahli hukum lebih memahami hal tersebut.

"Soal kepemilikan itu di luar kapasitas sejarawan. Karena dari segi hukum bisa saja itu saling menggugat. Tapi dari segi sejarawan tetap produk hukum yang harus dipatuhi adalah Undang-undang cagar budaya," pungkasnya.

(*/tribun-medan.com)

 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved