Ngopi Sore
Serial Killer Wowon dan Duloh: Akibat Masih Juga Ada yang Percaya Bisa Mendadak Kaya
Pelaku adalah mahluk-mahluk asosial yang dengan canggih menyaru sebagai “anggota masyarakat” sembari memandang orang sekitarnya sebagai calon korban.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
JIKA ke hadapan Anda datang seorang seperti Elon Musk atau Gautan Adani atau Jeff Bezos, atau katakanlah Low Tuck Kwong atau Budi dan Michael Hartono, lalu bilang," berikan uang Anda, mari berinvestasi dan saya akan membuat Anda jadi kaya raya", maka jangan ragu untuk menyahuti ajakan.
Orang-orang ini punya reputasi hebat dan rekam jejak yang serba brilian dalam membangun bisnis dan mengelola keuangan dan menjadikan mereka sebagai orang-orang terkaya di planet bumi. Dengan kata lain, apabila ukurannya adalah bagaimana mencari uang, bagaimana menjadi kaya lalu bagaimana melakukan manajerial terhadap kekayaan itu supaya makin berlipat, mereka merupakan orang-orang yang tepat.
Namun persoalannya, Elon Musk tidak datang ke hadapan kita. Mungkin tak akan pernah. Pun Adani, Bezos, Low Tuck Kwong atau Hartono bersaudara. Mereka terlalu jauh untuk dijangkau. Yang datang justru orang-orang seperti Wowon dan Duloh. Orang-orang yang bukan cuma tak kompeten, bukan cuma penipu, tapi juga selalu menyimpan keberanian dan kenekatan yang seringkali tak terbayangkan untuk melakukan tindakan-tindakan lebih keji.
Keduanya menampilkan diri sebagai orang pintar yang bisa membuka pintu rezeki. Makin tinggi mahar yang diberikan, makin lebar pintu rezeki terbuka.
Duloh (63), yang dilahirkan dengan nama Solihin, bertindak sebagai orang pintar –ahli supranatural dan dapat menyembuhkan sakit dengan air yang dibacakan mantra-mantra. Adapun Wowon, lengkapnya Wowon Eriawan, alias Aki, 60 tahun, bertindak sebagai semacam public relations merangkap marketing. Wowon mencari orang-orang yang kepengin kaya mendadak, melakukan negosiasi besaran mahar, lalu membawanya ke hadapan Duloh.
Kita tahu bagaimana nasib dari orang-orang ini. Mereka semua tertipu. Mahar lenyap kaya tidak juga. Namun yang lebih menyesakkan adalah betapa dari aksi tipu-tipu ini sembilan orang kemudian harus kehilangan nyawa. Tujuh di antaranya merupakan kerabat dari Wowon sendiri.
Maemunah, istri Wowon, dihabisi Duloh. Konon Wowon ikut membantu. Keduanya juga membunuh Ridwan dan Riswandi, anak tiri Wowon; Wiwin, mantan istri Wowon; Noneng, ibu Wiwin atau mantan mertua Wowon; dan Bayu, anak Wowon dengan Maemunah. Mereka semua dieksekusi dengan racun yang dicampurkan ke minuman di tiga lokasi berbeda yakni Cianjur, Bekasi, dan Garut.
Satu nama lagi, Halimah, istri pertama Wowon yang merupakan ibu dari Maemunah. Saat Wowon dan Halimah menikah, Halimah berstatus janda. Setelah Halimah meninggal, yang baru belakangan terungkap ternyata dicekik Duloh, Wowon menikahi anaknya.
Polisi mengungkap, Wowon menikah sebanyak enam kali. Nasib tiga istrinya yang lain, yang masing-masing bernama Ende, Heni, dan Iis, sampai sejauh ini belum diketahui.
Sungguh mencengangkan sekaligus mengerikan. Saya melihat televisi, menonton berita-berita yang menayangkan penangkapan Wowon dan Duloh, juga M Dede Solehudin alias Dede, tersangka ketiga, dan mendapati betapa [sekilas pintas] ketiganya tidak punya potongan sebagai pembunuh sadis.
Wowon dan Duloh kelihatan renta. Wajah mereka juga tampak begitu “udik”, lugu dan apa adanya, sama sekali tak ada kesan sinis, angkuh, dan menjengkelkan sebagaimana tipikal para psikopat yang kerap ditampilkan di film-film Hollywood.
Wowon dan Duloh tidak tampak seperti Jack Torrance (Jack Nicholson, The Shining, 1980), misalnya. Atau Dr. Hannibal Lecter (Anthony Hopkins, The Silence of the Lambs, 1991), atau Arthur Fleck (Joaquin Phoenix, Joker, 2019), atau semua anggota keluarga Kim dalam Parasite. Mereka kelihatan biasa-biasa saja. Seperti orang-orang kebanyakan.
Namun hal yang biasa ini ternyata menyimpan kegilaan yang mencengangkan. Mereka mahluk-mahluk asosial yang dengan canggih menyaru sebagai "anggota masyarakat", berkelindan di dalam satu lingkungan sembari memandang orang-orang di sekitarnya sebagai calon korban.
Di lain sisi, sepak terjang orang-orang seperti Wowon, Duloh, juga Dede, ini pada dasarnya juga terbantu oleh sikap sebagian masyarakat kita sendiri. Masih saja banyak percaya pada segala sesuatu yang sifatnya instan, sekonyong-konyong, sebangsa dari tak ada menjadi ada oleh mantra simsalambim abrakadabra. Termasuk dalam perkara menjadi kaya.
Padahal, mereka yang percaya ini bukan tidak tahu betapa Elon Musk harus jatuh bangun dulu sebelum sampai pada titik seperti sekarang. Dia tidak serta-merta punya kekayaan $144.4 billion. Mereka bukan tak pernah tahu betapa Jeff Bezos berulangkali merugi saat membangun Amazon. Betapa Jack Ma sebelum menikmati sukses Alibaba harus berganti-ganti pekerjaan, ditolak sana-sini.
Begitulah. Entah lantaran lelah hidup miskin, serba berkekurangan, putus asa, atau kurang puas dengan harta yang dimiliki dan ingin kekayaan yang lebih berlimpah, fakta-fakta itu terabaikan dan lebih takjub pada rayuan cara cepat yang meminjam tangan-tangan keajaiban.(t agus khaidir)
Serial Killers
pembunuhan berantai
Wowon Serial Killer
Duloh Serial Killer
Pembunuhan berantai di Cianjur
Wowon dan Duloh pembunuh berantai
Pembunuh berantai psikopat
Serial killer Bekasi
Serial killer Cianjur
Pembunuhan Berantai di Bekasi
| Kilas Balik Dinamika Hubungan Prabowo dan Sri Mulyani: Dari Perseteruan, Kolaborasi, dan Reshuffle |
|
|---|
| Macam-macam Teh untuk Gus Miftah |
|
|---|
| Apa Kesamaan Mas Anies dan Manchester United? |
|
|---|
| VIDEO Wawancara Eksklusif Barry Simorangkir, Lulusan Amerika Menuju Pilgub Sumut, Jadi Cawagub Edy? |
|
|---|
| Syahwat Berkuasa dan Politik Malin Kundang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/serialkillers.jpg)