Hilirisasi Jadi Aksi Korporasi Inalum Penuhi Kebutuhan Aluminium Dalam Negeri

PT Inalum sampai saat ini hanya mampu memproduksi alumnium 250 ribu ton per tahun, atau 25 persen dari kebutuhan nasional aluminum di Indonesia

TRIBUN MEDAN/RISKY CAHYADI
PRODUKSI ALUMINIUM – Seorang pekerja melakukan proses penyimpanan sementara aluminium ingot di smelter PT Inalum di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Jumat (14/10). PT Inalum berupaya meningkatkan produksi aluminium dari 250 ribu ton menjadi 500 ribu ton per tahun dengan strategi hilirisasi. (TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI) 

Di dalam negeri, PT Inalum berkoordinasi dengan PT PLN untuk pengadaan listrik.

PT Inalum, kata Gilang, sedang menjajaki pengambilalihan bendungan milik PLN di Sungai Asahan karena PLN sudah kelebihan listrik.

“Untuk menaikkan produksi aluminium, ketersediaan  listrik menjadi faktor utama. Inalum tak bisa melebur aluminum tanpa listrik. Di Mempawah pun, Inalum dan Antam berkoordinasi dengan PLN untuk pengadaan listrik. Inalum juga menyiapkan strategi modernisasi berupa upgrading pot atau memperbanyak tungku agar produksi aluminium dapat ditingkatkan. Modernisasi tungku ini tentu saja membutuhkan listrik,” katanya.

Sedangkan di luar ngeri, PT Inalum juga melakukan penandatanganan kerja sama dengan Emirates Global Aluminium (EGA) yang merupakan perusahaan smelter aluminium terbesar ketiga di dunia tanggal 31 Maret 2022.

“Kerja sama ini merupakan langkah strategis Inalum dalam mengembangkan smelter di Kuala Tanjung sehingga kapasitas produksi bertambah serta mendorong hilirisasi industri aluminium yang terintegrasi dan berkelanjutan di Indonesia,” kata Gilang.

Gilang mengatakan, ketika SGAR di Mempawah dan PT IAA beroperasi, kerjasama strategis berlangsung dengan baik, dan aksi korporasi strategis lainnya dijalankan, PT Inalum optimistis mampu meningkatkan kapasitas produksi hingga 500 ribu ton atau memenuhi setengah (50 persen) kebutuhan aluminium dalam negeri.

“Permintaan aluminium terus meningkat hingga satu juta ton per tahun dan sebagian besar pemenuhannya masih diimpor. Lewat hilirisasi inilah, Inalum berupaya memenuhi kebutuhan aluminium hingga setengahnya,” pungkas Gilang.

Berikan Nilai Tambah

DIREKTUR Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, saat ini hilirisasi sudah menjadi kewajiban industri pertambangan.

Dikatakannya, sudah cukup industri menjual tanah dan kekayaan bumi ke luar negeri selama berpuluh-puluh tahun.

Sudah saatnya dilakukan hilirisasi karena memberikan nilai tambah terhadap produk tambang yang dihasilkan.

“Dengan adanya nilai tambah akan memberikan multiplier effect yang tidak sedikit seperti penerimaan negara meningkat dan terciptanya lapangan pekerjaan dengan adanya pembangunan smelter. Selain itu pendapatan pemerintah daerah yang menjadi lokasi smelter juga meningkat,” kata Mamit, Minggu (16/10/2022).

Mamit berpendapat, hilirisasi sebaiknya tidak berhenti di pembangunan smelter, tapi juga mencakup produksi berbagai produk aluminium ekstrusi sebagai produk turunannya.

Yang terjadi selama ini, bahan seperempat atau setengah jadi dijual ke luar negeri, lalu dari luar negeri produknya dijual kembali ke Indonesia dalam bentuk produk jadi.

“Ke depannya harus menjadi produk jadi karena manfaatnya jauh lebih besar. Memang membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Tapi ke depan  sudah seperti itu. Kita harapkan, MIND ID terus mendorong penguatan hilirisasi ini, termasuk juga ke Inalum,” katanya. (top/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved