Hilirisasi Jadi Aksi Korporasi Inalum Penuhi Kebutuhan Aluminium Dalam Negeri
PT Inalum sampai saat ini hanya mampu memproduksi alumnium 250 ribu ton per tahun, atau 25 persen dari kebutuhan nasional aluminum di Indonesia
Penulis: Truly Okto Hasudungan Purba | Editor: Array A Argus
TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN – Permintaan akan aluminium di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun seiring penggunaannya yang semakin meluas.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, kebutuhan nasional aluminium tahun 2020 sudah mencapai 1 juta ton.
Sementara, PT Indonesia Asahan Aluminiumn (Inalum) sebagai salah satu smelter (industri pengolahan) aluminium terbesar di Indonesia saat ini hanya mampu memproduksi alumnium 250 ribu ton per tahun, atau 25 persen dari kebutuhan nasional aluminum di Indonesia.
Artinya, masih terdapat kekurangan sekitar 750 ribu ton aluminium yang diimpor dari luar negeri.
Untuk memenuhi kebutuhan pasar aluminium yang masih tinggi, Inalum sedang melakukan beberapa aksi korporasi strategis.
Salah satunya dengan mewujudkan penguatan hilirisasi.
Direktur Utama Mining Industry Indonesia (MIND ID) yang merupakan Holding BUMN Industri Pertambangan, Hendi Prio Santoso dalam keterangan tertulisnya awal Oktober lalu mengatakan, MIND ID bersama anggotanya yakni PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Inalum (Persero), PT Timah Tbk berkomitmen untuk mewujudkan program hilirisasi.
“MIND ID memiliki tiga mandat dari pemerintah, yaitu mengelola cadangan dan sumber daya strategis, hilirisasi, dan memiliki kepemimpinan pasar yang diwujudkan melalui optimalisasi komoditas mineral dan ekspansi bisnis," kata Hendi.
Khusus untuk PT Inalum sendiri, Smelter Public Relation PT Inalum, Gilang Sukma mengatakan, hilirisasi telah dijalankan PT Inalum sejak beberapa tahun lalu yang mencakup dari hulu hingga ke hilir.
Pelaksanaannya pun bekerjasama dengan berbagai pihak. Hilirisasi dari hulu, kata Gilang, dilakukan dengan membangun pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) di Mempawah, Kalimantan Barat yang bekerjasama dengan PT Antam.
Kehadiran SGAR ini dinilai strategis karena akan memotong impor alumina sebagai salah satu bahan baku produksi aluminium.
Saat ini, alumina masih diimpor. Salah satunya dari Australia.
Padahal, alumina dari Australia ini merupakan bauksit yang dihasilkan PT Antam.
Karena Indonesia tak mempunyai pengolahan bauksit menjadi alumina, bauksit lalu dikirim ke Australia untuk diolah menjadi alumina. Setelah itu dibeli kembali oleh Inalum.
“Harganya tentu saja menjadi lebih mahal. Padahal Indonesia punya cadangan bauksit yang cukup besar. Untuk mengoptimalkan kapasitas produksi Inalum di masa yang akan datang, penguatan hilirasi menjadi penting. Inalum harus memperkuat hulunya, yakni tambang bauksit dan penyediaan alumina. Inalum dan Antam kemudian bekerjasama membangun SGAR. Saat ini masih dalam tahap pembangunan smelter. Diperkirakan tahun 2024 sudah selesai dan siap mengolah bauksit menjadi alumina. Ketika SGAR sudah berproduksi, tentu saja akan mengurangi biaya (cost) yang besar dalam memproduksi aluminium,” kata Gilang kepada Tribun-Medan.com, Jumat (14/10/2022).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/alumunium-PT-Inalum.jpg)