Ngopi Sore

Tidak Bolehkah Ibu Nuril Meninggikan Kehormatannya Sebagai Perempuan?

Dalam persidangan, Nuril terus dicecar dan didesak. Selain perkara penyebaran, dia juga dipersalahkan atas tindakan melakukan perekaman ilegal.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA
BAIQ Nuril Maknun, terdakwa kasus UU ITE saat berada di ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Mataram, 10 Mei 2017. 

SEMANGAT menyusun dan menerbitkan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah untuk menertibkan, meminimalisir, dan mencegah terjadinya pelanggaran- pelanggaran hukum dalam aktivitas yang berhubungan dengan teknologi komunikasi internet.

Namun dalam praktik-praktiknya kemudian UU ITE menjelma pisau bermata dua. Pisau yang melindungi di satu sisi sekaligus dapat digunakan untuk membunuh di sisi yang lain. Membunuh pihak-pihak yang tidak sejalan. Bagaimana bisa? Ternyata UU ITE menyerupai karet yang memiliki daya lenting luar biasa sehingga dapat ditarik ke mana-mana.

Ambil contoh kasus Saut Situmorang dan Azril Sopandi. Saut Situmorang telah menjalani proses persidangan dan dinyatakan bersalah dan dihukum penjara tujuh bulan dengan masa percobaan satu tahun. Saut tidak perlu menjalani hari-harinya di balik bui, namun penyair ini tetap sungguh berang. Dia memandang polisi dan lembaga pengadilan, termasuk hakim dan jaksa, hanya berpegang pada baris-baris kalimat dalam Pasal 27 ayat ( 3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE, tanpa mempertimbangkan latar belakang persoalan.

Saut dipersalahkan karena menuliskan kata 'bajingan' dan 'seperti lonte tua yang tidak laku' di Facebook, pada satu debat perihal sastra dengan Fatin Hamama, yang dinilai Saut ikut bertanggungjawab dalam penerbitan buku berjudul '33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh', yang antara lain memuat nama Deny JA, bos Lembaga Survei Indonesia (LSI).

Saut tidak bersepakat dengan pemuatan nama Deny JA. Dia juga mempertanyakan beberapa nama lain yang menurutnya lebih pantas untuk dikedepankan ketimbang Deny.

Debat berlangsung panas dan di satu bagian, Saut menuliskan kata-kata itu. Menurut Fatin, kata- kata itu ditujukan pada dirinya. Saut menampik. Pada kata 'seperti lonte tua yang tidak laku', misalnya, dia menyebut para pengadil abai terhadap kalimat sebelumnya. Yakni kalimat yang menjadikan 'seperti lonte tua yang tidak laku' argumentatif. Bilang Saut, 'jika hanya bisa berdebat tanpa dasar tidak perlu berceloteh. Seperti lonte tua yang tidak laku'.

Pembelaan diri Saut sia-sia. Dia tetap dipersalahkan sebagaimana Azril Sopandi, seorang pengusaha di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang harus mendekam di penjara gara-gara menuliskan kalimat-kalimat bernada kasar lewat layanan Massanger Facebook kepada Dede, orang yang berutang kepadanya.
Dede tidak dapat menerima kalimat Azril dan melaporkannya ke Polda NTB sebagai kasus pencemaran nama baik. Dia memakai pasal yang sama.

Dibanding Saut, kasus Azril lebih menggelikan. Dede menggunakan Pasal 27 ayat ( 3) yang mengatur bahwa 'setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik'. Padahal, Azril menuliskan kalimat-kalimatnya lewat Massenger, lewat jaringan personal. Artinya, selain Dede, tidak ada orang lain yang mengetahui kalimat-kalimat tersebut.

Jadi, sesungguhnya tidak ada yang didistribusikan dan ditransmisikan dan dengan demikian tentunya tak ada pula potensi pencemaran nama baik. Yang terjadi adalah pertengkaran satu individu dengan satu individu lain di ruang privat.

Belum lekang benar ingatan dari kasus Azril Sopandi, Polda NTB menebar kehebohan baru yang tiada kalah konyolnya. Baiq Nuril Maknun, mantan pegawai honorer bagian tata usaha di SMA Negeri 7 Mataram, dilaporkan oleh H Muslim, mantan kepala sekolah itu. Muslim merasa nama baiknya dicemarkan karena Nuril merekam percakapan mereka di telepon. Apa yang dipercakapkan? Tentang perselingkuhan Muslim dengan perempuan lain. Lalu kenapa dia bercerita ke Nuril?

Di sini letak persoalannya. Ibu Nuril merekam percakapan itu lantaran jengah pada tingkah laku Muslim yang menurut dia kerap mengganggunya. Bukan cuma sekali Muslim meneleponnya untuk menceritakan hal-hal yang tak pantas diceritakan seorang lelaki beristri pada seorang perempuan bersuami. Tidak sekali dua kali dia melontarkan kalimat-kalimat tak senonoh.

BAIQ Nuril Maknun, terdakwa kasus UU ITE, mendapatkan dukungan semangat dari seorang pendukungnya saat berada di ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Mataram, beberapa waktu lalu.
BAIQ Nuril Maknun, terdakwa kasus UU ITE, mendapatkan dukungan semangat dari seorang pendukungnya saat berada di ruang tahanan Pengadilan Negeri (PN) Mataram, beberapa waktu lalu. (GRID.ID)

Nuril merekam percakapan ini pada Agustus 2012. Apakah Nuril segera menyebarkannya? Sama sekali tidak. Selama hampir dua tahun rekaman ini tersimpan di dalam telepon selular merek Nokia miliknya, dan baru menyebar pada Desember 2014. Mengapa ada selang waktu yang jauh antara tindakan perekaman dengan penyebarluasan rekaman?

Semestinya ini menjadi perhatian tuan-tuan hakim dan jaksa. Seandainya Nuril memang bermaksud untuk menyebarluaskan rekaman tersebut, dia akan segera melakukannya. Dia tak akan menunggu selama itu. Tidak perlu menunggu sampai dua tahun.

Jawaban atas pertanyaan ini sesungguhnya sudah terjawab di pengadilan. Rekaman menyebar setelah Nuril tanpa sengaja, keceplosan, bercerita perihal kelakuan kepala sekolah kepada sejumlah rekannya yang menggunjingkan persoalan yang sama. Termasuk tentang rekaman.

Dari sinilah kehebohan bermula. Rekaman suara kepala sekolah yang tersimpan dua tahun di telepon selular milik Nuril didengar beramai-ramai. Lantas, ada seorang yang memindahkan rekaman tersebut. Nuril tahu rekamannya dipindahkan ke media lain? Iya, dia tahu. Apakah dia tahu bahwa rekaman tersebut disebarkan? Dia tidak tahu. Dia baru tahu rekaman yang dibuatnya tersebar setelah ramai dibicarakan orang.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved