Ngopi Sore
Pulanglah, Pak Habib, Hadapi Masalahmu
Kasus ini tak akan selesai apabila Pak Habib tidak ambil bagian dalam upaya penyelesaian. Kasus ini tak akan selesai lewat simbolisme perlawanan.
Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
Semestinya kesimpulan polisi bisa dipercaya. Akan tetapi, dalam situasi seperti sekarang, lumrah pula terjadi perbedaan cara pandang. Sebagaimana para pengacara Pak Habib, pendukung- pendukungnya juga menaruh curiga pada polisi. Mereka menenggarai hukum sudah dibelokkan oleh campur tangan pihak lain yang lebih punya kuasa.
Baca: Semasa Sekolah Tak Pernah Diundang ke Pesta, Perempuan Bikin Melongo di Pernikahannya
Maka dari itu saya tak ingin memperpanjang debat soal fitnah atau tidak fitnah ini. Seyogianya, Pak Habib pun begitu. Kasus ini, tentu saja memalukan. Terlebih-lebih untuk seseorang yang dikenal luas sebagai seorang ulama. Terlebih-lebih apa yang terpapar dalam cuplikan-cuplikan layar yang beredar itu sungguh sangat murahan, dan juga kampungan. Kata-katanya murahan dan kampungan. Pose-posenya murahan dan kampungan.
Baca: Djarot Geram Ahok Diperlakukan seperti Kriminal, Ahok Malah Bilang Ini
Namun saya kira yang terpenting bukan terletak pada perkara memalukan atau tidak memalukan. Yang terpenting adalah bagaimana kasus ini bisa dituntaskan sampai terang benderang, sehingga diketahui dengan senyata-nyatanya siapa yang salah dan siapa yang benar. Apakah kasus ini memang sarat fitnah, atau sebaliknya, betul-betul terkaitpaut dengan nafsu terlarang belaka.
Baca: Martin Si Bocah NTT yang Fenomenal, Kemampuan Panjat Gunungnya Bikin Melotot
Persoalannya, kasus ini tak akan selesai apabila Pak Habib tidak ambil bagian dalam upaya penyelesaian. Kasus ini tak akan selesai lewat simbolisme perlawanan. Kasus ini baru bisa selesai apabila Pak Habib menghadapinya.
Lalu, kenapa tidak dihadapi saja? Pengacara Pak Habib bilang bahwa mereka pesimistis terhadap sistem hukum di Indonesia. Mereka tak percaya pada polisi, pada hakim, pada lembaga peradilan. Mereka terlanjur meyakini para pengadil akan berlaku tak adil lantaran sudah berada di bawah tekanan pihak-pihak yang kontra, pihak-pihak yang selama ini tak senang, dan gerah, pada sepak terjang Pak Habib dan FPI.
Mereka bilang akan membawa kasus ini ke Komnas HAM dan ke Pengadilan Internasional di Den Haag, Belanda.
Para pengacara sudah barang tentu akan berpikir dan mengambil langkah seperti ini. Langkah- langkah standar. Dalam posisi paling terdesak dan paling tidak menguntungkan sekali pun mereka tidak akan menyerah. Harus tetap ada upaya perlawanan.
Akan tetapi, sebagai ulama, Pak Habib bisa mengedepankan pandangan dan sikap yang lain. Jika memang tidak bersalah, kenapa harus merasa takut mendapatkan putusan yang tak adil?
Dalam Al Quran Surah Yusuf 22-52, Yusuf Alaihis Salam ibn Ya'qub Alaihis Salam, mendapatkan cobaan berat berupa fitnah hubungan terlarang yang disuarakan seorang perempuan bernama Zulaikhah. Fitnah yang disusun dengan runutan rencana yang serba cermat dan teliti. Bukan cuma momentum, Zulaikhah juga membangun persekongkolan- persekongkolan.
Secara logika, Yusuf tak mungkin lolos. Lawannya adalah istri pembesar kerajaan. Seluruh aparat hukum tunduk pada perintahnya. Namun Yusuf tidak takut karena dia memang yakin tidak bersalah. Dia menghadapi fitnah dengan berserah kepada Allah. Dan kita tahu bagaimana akhir dari kisah ini.(t agus khaidir)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/firza-habib2_20170516_185012.jpg)