Sumut Terkini

Usai Bentrok, PT TPL dan Lamtoras Akhirnya Dipertemukan Pemkab Simalungun

Dalam pertemuan ini, keduanya juga saling lempar klaim atas tanah di area Sipolha itu. 

Penulis: Alija Magribi | Editor: Ayu Prasandi
TRIBUN MEDAN/ALIJA
Manajemen Direksi PT TPL dan Komunitas Adat Sihaporas (Ambarita) akhirnya bertemu dalam rembuk damai yang digagas Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Simalungun di Balei Harungguan Djabanten Damanik pada Rabu (24/9/2025) siang. 

Kehidupan di hutan tersebut sudah mereka lakukan sejak delapan keturunan. 

“Kami sudah ada sebelum PT TPL datang. Leluhur kami, Ompu Mamontang Laut Ambarita sebagai Tuan Sihaporas menyepakati sumpah-janji batas tanah dengan saudara kami di Raja Siantar, Damanik,” kata Mangitua. 

Seiring berjalannya waktu, ujar Mangitua, keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita hidup turun temurun di wilayah Sipolha.

Bahkan mereka memiliki mata air yang saat ini dipakai pihak PT TPL untuk kehidupan industrinya.

Wakil Bupati Simalungun, Benny Sinaga meminta semua pihak untuk menjaga emosi. Ia menyebutkan bahwa pertemuan selanjutnya akan diagendakan sehingga tidak terjadi lagi konflik sosial di Sipolha. 

"Rapat koordinasi ini merupakan upaya pemerintah dalam memberikan fasilitasi keutuhan sosial di masyarakat. Kita semua harus mampu memberikan langkah-langkah kongkret. Bahwa konflik lahan bukan hanya sebatas hak, tapi memiliki sejarah," katanya. 

Pemangku Adat Simalungun Tolak Klaim Sihaporas dan Peringati PT TPL

Ketua Lembaga Pemangku Adat Simalunguh (LPAS), Jantoguh Damanik menentang keras klaim sejarah tanah ulayat di kawasan Sipolha oleh Komunitas Adat Sihaporas-Ambarita.

Ia menjelaskan bahwa tidak ada istilah tanah adat di Simalungun, dan tak ada sejarah pemberian tanah oleh Kerajaan Nagur (berkembang Kerajaan Maropat dan Marpitu) kepada warga pendatang di Simalungun. 

“Tidak bisa sembrono masyarakat luar masuk ke Simalungun ini. Simalungun ini punya kerajaan, terstruktur dan punya kewenangan,” kata Joantoguh. 

“Saya selalu bilang, hak milik sertifikat tanah, itu sah. Tetapi kalau diklaim ini tanah leluhur, kami (Suku Asli Simalungun) lebih berhak. Karena kami masyarakat asli Simalungun,” kata Jantoguh.

Jantoguh menjelaskan bahwa pihaknya bersama dengan Partuha Maujana Simalungun tidak ingin memanasi persoalan konflik antara PT TPL dan Komunitas Sihaporas. 

“Apa yang harus dilakukan adalah kami menyurati kementerian, komnas HAM, Ombudsman dan bahkan ke presiden. Inti dasarnya adalah masyarakat setempat harus didahulukan dengan kearifan lokal. Nanti kita bisa repot. Kalau semua yg datang ke Simalungun menuntut Adat,” pungkasnya.

Tokoh-tokoh Simalungun juga mengingati PT TPL untuk tidak lalai dalam mengelola hutan produksi yang ada di Simalungun. 

“Kalau lalai, kami akan rebut ini. Jangan ambil kesempatan di sini. Oleh karenanya, hukum yang benar kita kerjakan. Kalau memang ada pendekatan lain, modulasi lain, itu aja ambil untuk dilakukan kepada masyarakat Sihaporas. Mana tahu butuh CSR, Bantuan Sosial,” pungkasnya.

(alj/tribun-Medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved