Dituding Berpihak pada Korporasi, JAMSU Keberatan Pernyataan Gubernur soal Hak Kelola Lahan PT TPL
Menganggap TPL sebagai satu-satunya pihak yang berhak mengelola kawasan hutan berarti menafikan eksistensi dan hak konstitusi masyarakat adat
Penulis: Alija Magribi | Editor: Eti Wahyuni
TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Jaringan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara (JAMSU) keberatan atas pernyataan Gubernur Sumut terkait PT Toba Pulp Lestari yang memiliki hak kelola hutan industri di areal Sihaporas, Kabupaten Simalungun, baru-baru ini.
Hal itu disampaikan Koordinator JAMSU, Juniati Aritonang yang menyebut bahwa sejumlah organisasi masyarakat sipil sangat peduli terhadap keadilan ekologis dan hak-hak masyarakat adat di Tano Batak.
"Kami menyampaikan keberatan atas pernyataan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang menyebut bahwa PT Toba Pulp Lestari (TPL) memiliki alas hak dalam mengelola kawasan hutan dan karenanya tidak boleh dihalangi," kata Juniati, Rabu (15/10/2025).
"Menurut hemat kami, pernyataan tersebut sungguh menyesatkan dan mengabaikan fakta-fakta sosial yang terjadi di lapangan. Menyangkut status alas hak TPL bukan berarti memiliki hak mutlak atas kawasan hutan," kata Juniati.
Baca juga: Masyarakat Sihaporas Tuntut Polres Simalungun Adil dalam Penyelidikan 15 Laporan Mereka ke PT TPL
Meski TPL beroperasi berdasarkan izin konsesi yang diberikan oleh Negara (Kementerian Kehutanan), ujar Juniati, tapi izin tersebut bukan kepemilikan. Izin tersebut tentu bisa dicabut apabila terbukti melanggar ketentuan dan menimbulkan konflik sosial, merusak lingkungan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan.
Salain itu, wilayah konsesi TPL tumpang tindih dengan wilayah masyarakat adat. Di beberapa tempat sebagaimana yang baru terjadi di wilayah adat Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Natumingka, Natinggir, pihak TPL telah berulang kali berkonflik dengan masyarakat adat yang memiliki hubungan turun-temurun dengan tanah tersebut.
Menganggap TPL sebagai satu-satunya pihak yang berhak mengelola kawasan hutan berarti menafikan eksistensi dan hak konstitusi masyarakat adat yang sudah hidup bergenerasi.
"Seharusnya seorang pejabat pemerintah berpihak pada penyelesaian konflik, bukan justru memperkuat posisi korporasi. Sebagai pejabat publik, pernyataan Gubernur Bobby Nasution seharusnya mencerminkan semangat perlindungan terhadap rakyat dan lingkungan, bukan membenarkan praktik korporasi yang telah lama memicu Konflik sosial dan ekologis," kata Juniati.
Oleh karena itu, JAMSU mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin dan praktik PT TPL, menjamin pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat atas tanah dan hutan adat, serta menghentikan segala bentuk kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan ruang hidupnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Puing-puing-kendaraan-warga-Sihaporas-yang-menjadi.jpg)