Berita Nasional
Jawaban Oke Ustaz Khalid Basalamah saat KPK Minta Kembalikan Uang 568 Ribu Dollar
Ada 118 orang jemaah haji yang berangkat bersama Ustaz Khalid Basalamah pada saat itu menggunakan travel haji
"Pengawasan yang dimaksud bukanlah pengawasan audit keuangan seperti yang dilakukan DPR atau BPK, melainkan memastikan kelancaran pelaksanaan di lapangan," jelasnya.
Anna menambahkan, pengawasan internal tetap dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kemenag (APIP), sementara pengawasan eksternal oleh lembaga berwenang seperti DPR dan BPK.
"Tidak ada tumpang tindih, apalagi pelanggaran hukum," tuturnya.
Mengenai tuduhan adanya uang harian sebesar Rp7 juta per orang, Anna menyatakan bahwa hal tersebut memiliki dasar hukum yang sah.
Honorarium dan biaya perjalanan dinas untuk Amirul Hajj beserta timnya diatur secara resmi dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 24 Tahun 2017.
"Pelaksanaannya dilakukan dengan dasar hukum yang jelas, dapat diaudit, serta sama sekali tidak melanggar aturan. Menyebut hal ini sebagai 'dugaan korupsi' adalah tuduhan yang prematur, mengada-ada, dan menyesatkan publik," kata Anna.
Bantahan PBNU
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membantah pihaknya disebut-sebut diduga menerima aliran dana dari kasus korupsi kuota haji yang tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus korupsi kuota haji yang mencuat tahun 2024–2025 merupakan salah satu skandal besar yang melibatkan pejabat tinggi Kementerian Agama dan sejumlah pihak swasta.
Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Fahrur Rozi alias Gus Fahrur mengatakan agar KPK langsung menyebut nama yang memang terlibat dalam kasus itu, bukan secara institusi.
"Ya. Saya sudah ada statement membantah keras berita terkait aliran dana haji ke PBNU dan meminta KPK melakukan klarifikasi agar jelas, disebutkan saja nama tersangkut agar tidak menjadi fitnah. Secara organisasi sudah saya cek tidak ada kaitan dana tersebut ke bendahara PBNU," kata Gus Fahrur saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (14/9/2025).
Gus Fahrur mengatakan pernyataan yang dilontarkan pihak KPK soal hal tersebut yang tidak diikuti langkah hukum yang konkret justru menimbulkan kerugian yang besar.
"Pertama, kerugian reputasi bagi institusi yang disebut-sebut, baik Kementerian Agama, organisasi keagamaan tertentu, maupun individu-individu yang namanya diseret. Kedua, kerugian bagi masyarakat luas yang membutuhkan kepastian hukum," tuturnya.
Menurutnya, dalam perspektif hukum, asas due process of law menuntut adanya keadilan prosedural, termasuk hak-hak setiap orang yang disebut dalam dugaan perkara.
Gus Fahrur mengatakan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
"Jika seseorang atau institusi sudah diseret ke ruang publik, tetapi tidak segera dibawa ke pengadilan, maka hak atas kepastian hukum itu dilanggar. Proses penyidikan yang terlalu lama justru bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan sebagaimana diamanatkan dalam KUHAP maupun asas peradilan modern," tuturnya.
Dia pun mempertanyakan soal lamanya KPK mengambil keputusan hukum dalam kasus tersebut apakah lantaran alat bukti yang dikumpulkan menimbulkan keraguan atau ada faktor lain.
"Jika bukti belum cukup, maka seharusnya tidak ada pernyataan publik yang mengaitkan pihak tertentu dengan dugaan korupsi," jelasnya.
"Dalam konteks penegakan hukum korupsi, keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga soal menjamin hak-hak pihak yang dituduh. Mereka yang dituduh berhak untuk segera disidangkan agar bisa membela diri di hadapan hakim yang independen," sambungnya.
Sehingga, dia meminta agar KPK secara tegas menyebut nama-nama yang terlibat agar tak merusak citra institusi tertentu.
"Kondisi ini sangat berbahaya, karena opini publik yang terbentuk bisa lebih kuat daripada fakta hukum. Akibatnya, meskipun nantinya tidak terbukti bersalah, citra individu maupun institusi yang terlanjur diberitakan akan tetap rusak di mata masyarakat," jelasnya.
Terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Imron Rosyadi Hamid juga meminta agar KPK segera mengumumkan tersangka dalam kasus tersebut sesuai bukti yang ada.
"Untuk menghindari terus berkembangnya berita-berita yang kurang baik dan seolah-olah PBNU secara kelembagaan terlibat, maka sebaiknya KPK segera mengumumkan siapa tersangkanya dalam kasus kuota haji ini," tegasnya.
Duduk Perkara Kasus Korupsi Kuota Haji
KPK tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kemenag yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Kasus ini mencuat setelah adanya dugaan penyelewengan pembagian 20.000 kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi.
Kuota yang seharusnya dibagi dengan komposisi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus, diubah melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Agama menjadi 50:50.
SK tersebut diduga menjadi dasar bagi oknum di Kemenag dan asosiasi travel untuk memperjualbelikan kuota haji khusus dengan setoran "uang komitmen" yang berkisar antara 2.600 hingga 7.000 dolar AS per kuota.
Akibatnya, ribuan jemaah haji reguler yang telah mengantre bertahun-tahun gagal berangkat.
KPK telah menaikkan status kasus ini ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025 dan telah mencegah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bepergian ke luar negeri.
Kasus ini bermula saat KPK menemukan penyimpangan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan untuk haji khusus dan haji reguler yang diberikan pemerintah Arab Saudi.
Haji reguler adalah pelaksanaan haji yang dikelola oleh Kementerian Agama, yang mengatur segala aspek perjalanan mulai dari transportasi, akomodasi, hingga pembimbing ibadah.
Sementara, haji khusus diselenggarakan oleh pihak swasta atau travel yang telah memperoleh izin sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.
Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kemenag.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (6/8/2025).
“Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” katanya lagi.
KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan
| RESMI Daftar Mobil dan Motor Dilarang Isi Pertalite di SPBU, Berikut Kendaraan yang Diperbolehkan |
|
|---|
| Fakta-fakta Konflik PBNU, Gus Yahya Pernah Bertemu Netanyahu, Mengaku Datang Demi Palestina |
|
|---|
| Profil Gus Yahya, Juru Bicara Gusdur yang Mulai Didesak Mundur dari Jabatan Ketua PBNU |
|
|---|
| Fakta Seputar Polemik Lift Kaca Pantai Kelingking Senilai Rp 60 M yang Bakal Dibongkar Gubernur Bali |
|
|---|
| Hasan Nasbi Bela Jokowi Kasus Ijazah, Pidanakan Roy Suryo cs Demi Jaga Nama Baik: Yakin Bisa Menang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Khalid-Basalamah-diperiksa-kpk.jpg)