Breaking News

Berita Viral

Ekonom Tegaskan Demo Besar-besaran Dilatari Kesenjangan Ekonomi, Tunjangan Mewah DPR Cuma Pemicu

gejolak ketidakpuasan publik yang memicu demonstrasi di berbagai daerah tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesenjangan ekonomi.

Editor: Juang Naibaho
TRIBUNNEWS/HERUDIN ‎
DEMO RICUH - Sejumlah demonstran melempari aparat kepolisian setelah bentrok di sekitar Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (28/8/2025). Demonstrasi yang diikuti ribuan orang ini menuntut pembubaran DPR karena tunjangan yang dianggap tidak peka dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Ekonom menilai demonstrasi dilatari kesenjangan ekonomi. 

TRIBUN-MEDAN.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Center for Strategic and International Studies (CSIS) meyakini aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi dipicu ketimpangan ekonomi.

Ekonom senior INDEF, Aviliani, menilai gejolak ketidakpuasan publik yang memicu demonstrasi di berbagai daerah tidak bisa dilepaskan dari persoalan kesenjangan ekonomi.

Menurutnya, isu kenaikan tunjangan DPR hanya pemicu, sedangkan akar masalah sesungguhnya ada pada menurunnya penghasilan kelompok menengah bawah.

“Akar masalahnya adalah penghasilan. Kelas menengah bawah tidak mendapat bantuan sosial, tapi penghasilannya terus menurun,” kata Aviliani dalam podcast Filonomics Kompas.com. 

Baca juga: AKHIRNYA Ratusan Guru Besar Bersuara, Desak Prabowo Rampingkan Kabinet

Ia menegaskan pemerintah perlu segera mengambil langkah konkret untuk meredam ketidakpuasan publik.

Ada tiga solusi yang ia ajukan, yakni fokus pada penciptaan lapangan kerja, memperbaiki komunikasi publik, dan membuka ruang dialog dengan masyarakat. 

Aviliani mendorong agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diarahkan lebih nyata pada kesejahteraan rakyat. 

“APBN harus fokus pada penciptaan lapangan kerja. Insentif jangan hanya diberikan pada efisiensi, tapi diarahkan agar pengusaha bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja,” ujarnya. 

Kritik juga dilontarkan pada lemahnya komunikasi pemerintah dalam menjelaskan kebijakan yang sensitif, terutama terkait pajak dan defisit anggaran. 

“Sekarang komunikasi publik buruk sekali. Menkominfo (Menkomdigi) seharusnya bisa menyampaikan pesan dengan jelas. Kalau tidak, orang lebih percaya sosial media, padahal belum tentu benar,” kata Aviliani. 

Ia menilai hilangnya ruang publik memperbesar jurang ketidakpercayaan antara rakyat dan pemerintah. 

Menurutnya, DPR maupun pemerintah harus kembali membuka diskusi agar kebijakan tidak terkesan diputuskan sepihak. 

“Ruang publik itu penting sekali. Kalau tidak ada ruang diskusi, masyarakat akan merasa makin terpinggirkan,” ucapnya.

Aviliani juga memperingatkan dampak ekonomi jika gejolak sosial dibiarkan berlarut. Sebagai informasi, nilai kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia  sempat susut Rp 195 triliun dalam sehari saat demonstrasi besar berlangsung. 

Kondisi itu membuat rupiah melemah, investor asing keluar, dan momentum pemulihan ekonomi terganggu. 

Baca juga: Mahfud Soroti Sikap Pemerintah Tanggapi Demo, Tak Peka Realitas Masyarakat, Tak Sentuh Akar Masalah

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved