Berita Viral

AKHIRNYA Ratusan Guru Besar Bersuara, Desak Prabowo Rampingkan Kabinet

Para guru besar mendesak agar adanya perampingan kabinet sehingga bisa mengurangi beban keuangan negara.

Editor: Juang Naibaho
Tangkapan Layar X
PRABOWO RESPONS DEMONSTRASI - Presiden Prabowo didampingi pimpinan MPR, DPR, DPD, dan para ketua umum partai politik memberi tanggapan aksi demonstrasi yang makin meluas di Indonesia, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (31/8/2025). Ratusan guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mendesak Presiden Prabowo merampingkan kabinet agar mengurangi beban keuangan negara. 

TRIBUN-MEDAN.com - Aksi demonstrasi terus meluas. Berbagai elemen masyarakat turun ke jalan menyuarakan tuntutan kepada pemerintah dan DPR RI.

Termasuk di Sumatra Utara (Sumut), terjadi gelombang demonstrasi di berbagai kabupaten/kota pada Senin (1/9/2025). Antara lain, Kota Medan, Deliserdang, Binjai, Asahan, dan Labuhanbatu.

Merespons kondisi yang terjadi nyaris di seluruh Indonesia ini, ratusan guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang tergabung dalam Aliansi Peduli Indonesia turut menyoroti kebijakan pemerintah.

Satu di antaranya adalah sorotan terhadap kabinet "jumbo" Presiden Prabowo Subianto saat ini.

Para guru besar mendesak agar adanya perampingan kabinet sehingga bisa mengurangi beban keuangan negara.

Kabinet Merah Putih Prabowo saat ini diisi 48 menteri, 8 pejabat setingkat menteri, dan 55 wakil menteri. Selain itu, masih ada Staf Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, dan Penasihat Khusus Presiden.

Koordinator Aliansi Akademisi Peduli Indonesia Sulistyowati Irianto mengatakan, gerakan masyarakat sipil dan mahasiswa saat ini bertujuan murni menyampaikan realitas.

Namun menurut Sulistyowati, kebutuhan rakyat direspon berlebihan dalam bentuk tindakan represif, diberi label sebagai anarkis, dan didanai asing.

"Dalam hal ini harus dibedakan secara tegas mana demonstran yang sungguh memperjuangkan suara rakyat, dan penyusup yang memprovokasi terjadinya tindakan anarkis dan pengrusakan," kata Sulistyowati dalam konferensi pers secara daring, Senin (1/9/2025), dilansir Kompas.com.

Baca juga: MARSHEL Widianto Jadi Buzzer Rp 150 Juta, Sempat Posting Aksi Damai Langsung Kena Serang

Para guru besar, kata Sulis, juga melihat jurang yang lebar antara para elite penyelenggara negara dan rakyatnya. 

Hal itu dilihat dari sisi sebagai negara hukum penyelenggara negara harus tunduk pada hukum, namun yang terjadi adalah para elite justru semakin memperkuat kekuasaan dengan mengubah hukum.

Serta merumuskan berbagai kebijakan dan alokasi anggaran serta realokasi anggaran negara untuk kepentingan kekuasaan.

"Semuanya dibuat tanpa dasar ilmiah dan data berbasis bukti, juga tidak mengakomodasi realitas, pengalaman dan kebutuhan rakyat," ujarnya. 

"Terbukti dari banyaknya program yang salah sasaran, rawan penyimpangan dan beberapa cenderung bisa ditafsirkan sebagai power buil-up, dan karenanya mendapat penolakan rakyat terhadapnya," ucap dia.

Akibatnya, lanjut Sulis, pilar-pilar negara hukum melemah antara lain keruntuhan demokrasi, akibat partisipasi publik tidak terakomodasi. 

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved