Berita Viral

NEGOSIASI Tarif AS-RI Ternyata Ada Terselip soal Pengelolaan Data Pribadi: Diplomasi Berisiko?

Airlangga Hartarto menekankan bahwa transfer data ini dilakukan secara bertanggung jawab.

|
Editor: AbdiTumanggor
Kolase Kompas.com
DATA PRIBADI: pemerintah Indonesia disebut memberikan kesempatan kepada Amerika Serikat (AS) untuk membantu melindungi data pribadi warga RI. Hal ini tertuang menjadi salah satu ketentuan yang ada dalam delapan poin kesepakatan tarif antara Amerika dengan Indonesia yang dirilis oleh Gedung Putih pada Selasa (22/7/2025) waktu Amerika. (Kolase Kompas.com) 

TRIBUN-MEDAN.COM - Di balik gemerlap kesepakatan dagang Indonesia–Amerika Serikat yang diumumkan Gedung Putih pada 22 Juli 2025 lalu, ternyata ada terselip satu klausul yang mengundang kontroversi: "transfer data pribadi lintas negara".

Namun, Pemerintah Indonesia malah menyambutnya sebagai lompatan kerja sama ekonomi digital. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan bahwa transfer data pribadi warga negara ini dilakukan "secara bertanggung jawab" kepada negara yang punya proteksi hukum memadai.

"Transfer data pribadi yang menjadi kesepakatan dengan Pemerintah AS adalah transfer data pribadi yang bertanggungjawab dengan negara yang bertanggungjawab,"jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (23/7/2025) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Di balik optimisme itu, pengamat dan akademisi mulai bersuara.

Martianus Frederic Ezerman, peneliti bidang kriptografi dari Nanyang Technological University, menilai klausul tersebut tidak resiprokal.

Ia justru bertanya retoris, “Bisakah kita juga mengakses data pribadi mereka?”

Kekhawatiran soal pelanggaran hukum pun mencuat.

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebut kesepakatan ini bisa melanggar UU Perlindungan Data Pribadi dan bahkan UUD 1945.

“Presiden Indonesia sekali lagi tak baca UUD soal hak pribadi,” tegas Feri.

Semestinya, lanjut Feri, pemerintah memahami aturan terlebih dahulu ketika melakukan diplomasi.

Dengan demikian, mereka mengetahui UUD dan UU mana saja yang tidak boleh dilanggar. 

"Jangan terbalik, diplomasi dulu, baru baca UU," tambah Feri.

Tanggapan Istana Negara

Di Kompleks Istana Kepresidenan, Hasan Nasbi dari Kantor Komunikasi Kepresidenan berupaya menjelaskan bahwa pertukaran data hanya untuk komoditas berisiko tinggi, seperti gliserol sawit.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved