Sumut Terkini

Stigma Hambat Difabel dan ODHIV Dapat Kerja

Marilyn Lie, dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia mengatakan, penyandang disabilitas adalah subyek berdaya dan bukan obyek yang dianggap beban

Editor: Jefri Susetio
TRIBUNMEDAN/JEFRI SUSETIO
BURUH TAK PERNAH TUNGGAL: Perempuan Hari Ini berkolaborasi dengan Tribun Medan menggelar podcast. Pada podcast ini mengundang tiga narasumber yakni Merilyn Lie, dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Pardiansyah dari Kumpulan Orang-orang Sehati (KOOS) Medan dan Edukator dan Penulis Nurul Nayla Azmi Dalimunthe. Adapun host pada acara ini, Lusty Ro Manna Malau dari Perempuan Hari Ini. 

Selain itu, kata dia, tidak sedikit karyawan yang dilecehkan secara verbal mendapat diskriminasi.  

"Kita harus benar-benar sepakat tidak ada gender apapun melakukan kekerasan terhadap gender lainnya," ungkapnya. 

Sedangkan, Pardiansyah dari Kumpulan Orang-orang Sehati (KOOS) Medan membeberkan banyak kasus perusahaan melakukan pemeriksaan darah atau Kesehatan untuk mengetahui HIV atau bukan. 

Tapi, perusahaan terkadang tidak secara terbuka mengumumkan pemeriksaan darah yang dilakukan adalah tes HIV. 

"Dikhawatirkan hasilnya positif, perusahaan akan tahu juga. Berbincara hasil privasi, hanya orang tersebut yang terima hasilnya," ujarnya. 

Selain itu, tidak sedikit karyawan saat terjadi pemeriksaan HIV sudah minder duluan. 

"Berasumsi aku tidak layak masuk, ketika sudah melakukan pengobatan sudah tidak menularkan kepada pasangan. Tetapi, dengan konsisten dan patuh minum obat," katanya. 

Tidak hanya itu, banyak orang ODHIV terpaksa keluar dari tempat kerjanya. Sebab, mendapat deskriminasi. Padahal harusnya ada jaminan perusahaan untuk melindungi ODHIV

"Jadi orang-orang ODHIV dianggap tidak produktif. Banyak teman-teman HIV bisa menularkan ke orang lain. Padahal, proses penularannya tidak mudah. Kalaupun ada karyawan positif, harusnya perusahaan melakukan support sistem agar bisa menjadi berdaya bukan memberitahu kepada karyawan lain," ujarnya. 

Baca juga: Kahiyang Ayu Apresiasi APPMI Sumut Aktif Laksanakan Fashion Show: Mari Promosikan Pariwisata

 

Buruh, Hari Libur dan Solidaritas

Stigma terhadap buruh tak sekadar politik tetapi juga kultural sehinga memarginalkan gerakannya. Stigma yang dikenakan pada buruh era Orde Baru cukup efektif untuk meredam gejolak politik yang melekat pada Gerakan Buruh. 

Perpektif itulah kemudian tidak merasa semua orang yang masih terima gaji adalah buruh. Status buruh hanya disematkan pada karyawan pabrik dan pekerja kasar. 

"Solidaritas buruh masih belum kuat, karena ada yang merasa karyawan, ada merasa GM," ujar Marilyn Lie, dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia saat podcast Perempuan Hari Ini bersama Tribun-Medan belum lama ini. 

Ia menyebutkan, seluruh pihak harus mendefinisikan ulang arti buruh. Sebab, banyak buruh yang merasa bukan berstatus buruh. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved