Delegasi Sumut Sambangi Tiongkok

Suara Senyap Islam di Xinjiang

Apakah Islam dapat berkembang di Tiongkok sebagaimana layaknya di Eropa atau negara lain?  Bagaimana Islam di Xinjiang? 

Editor: iin sholihin
ISTIMEWA
FOTO BERSAMA - Ketua Komisi Penelitian MUI Kota Medan dan Wakil Rektor Bidang Akademik UINSU Medan Prof Dr Azhari Akmal Tarigan berfoto bersama Vice President Xinjiang Islamic Association dan Imam Urumqi Shaanxi Mosque Mr Bai Shengfu saat berkunjung ke Xinjiang, Tiongkok. 

Oleh: Prof Dr Azhari Akmal Tarigan 

Ketua Komisi Penelitian MUI Kota Medan dan Wakil Rektor Bidang Akademik UINSU Medan

SAHABAT saya di UINSU Medan yang selalu serius dalam melihat berbagai persoalan terutama menyangkut perkembangan Islam dan dunia mengajukan pertanyaan kepada saya. Pertanyaan yang tidak saya duga sama sekali. 

Mengapa ia bicara tentang Islam Tiongkok. Ternyata ia mendapat informasi dari media sosial bahwa saya dan rombongan tokoh dan sarjana muslim Medan melakukan kunjungan ke Tiongkok dari tanggal 29 Mei -5 Juni 2025. 

Apakah Islam dapat berkembang di Tiongkok sebagaimana layaknya di Eropa atau negara lain?  Bagaimana Islam di Xinjiang

Apakah benar informasi yang selama ini terdengar dari media asing bahwa terjadi peminggiran Islam di Xinjiang?

Ia meminta saya untuk menjawab pertanyaan itu. Saya hanya bisa mengatakan, Analisa yang saya berikan hanyalah sebatas yang saya saksikan bagaimana Islam di Xinjiang. 

Baca juga: Senyum Muslim Hui dan Pesona Masjid Berusia 700 Tahun di Zhengzhou 

Baca juga: Rektor UINSU Prof Nurhayati: Muslim Hui di Zhengzhou Tiongkok Luar Biasa

Kendati hanya dua hari dua malam, penulis sangat beruntung bisa berkunjung ke Urumuqi, Xinjiang

Penulis dan delegasi diberi kesempatan untuk melihat dari dekat Islam di Xinjiang lewat optic Institut Islam Xinjiang dan Majelis Ulama Xinjiang. Informasi dari dua Lembaga inilah, yang mendasari pandangan penulis tentang Islam di Xinjiang

Apakah sudah komprehensif? Jawabnya tentu tidak. Diperlukan riset dengan waktu yang memadai untuk lebih memahami Islam di Xinjiang. 

KUNJUNGAN - Delegasi akademisi, tokoh agama dan media Sumut saat berkunjung ke Xinjiang Islamic Institute di Kota Urumqi, Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok, Senin (02/06/2025)
KUNJUNGAN - Delegasi akademisi, tokoh agama dan media Sumut saat berkunjung ke Xinjiang Islamic Institute di Kota Urumqi, Provinsi Xinjiang, Republik Rakyat Tiongkok, Senin (02/06/2025) (ISTIMEWA)

Namun paling tidak, kunjungan dua hari itu dapat menjadi kajian awal dan sedikit lebih akurat ketimbang hanya mengandalkan analisis pihak lain. 

Xinjiang Islamic Institute yang terletak di Urumqi, berdiri dengan megahnya. Terdiri dari beberapa Gedung besar dan indah, seperti Gedung perkuliahan, Gedung pertemuan, olah raga, asrama mahasiwa, perpustakaan dan tentu saja masjidnya yang bergaya arsitektur Timur Tengah. 

Kami juga diberi kesempatan berkunjung ke Kantin mahasiswa yang dapat menampung ratusan mahasiswa Ketika makan siang dan makan malam. Semuanya tertata dengan rapi, bersih dan asri.

Informasi yang di dapat dari Mr Bai Shengfu sebagai Vice President Xinjiang Islamic Association dan Imam Urumqi Shaanxi Mosque, menjelaskan bahwa Kampus Urumqi dibangun sekitar tahun 1982. 

Kemudian direnovasi pada 2014 sampai 2017 dengan menelan biaya 280 juta yuan atau sekitar Rp 627,8 miliar yang berasa dari pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah Xinjiang

Di Institut ini terdapat lebih kurang 1000 mahasiswa jenjang sarjana dan  vokasi yang belajar tentang Islam. Semua mahasiswanya adalah laki-laki. Kebanyakan mahasiswanya berasal dari kalangan etnis minoritas Muslim Uighur. 

Baca juga: Muslim Tiongkok Cinta Kepada Negara Atas Dasar Agama 

Baca juga: Mendialogkan Moderasi Beragama di Tiongkok

Seluruh mahasiswa yang kuliah di Xinjiang Islamic Institut diberikan beasiswa oleh pemerintah. Mereka diasuh lebih kurang 88 dosen dengan berbagai keahlian. 

Mereka belajar tentang ajaran-ajaran dasar Islam Al-Qur’an dan Tafsir, Hadis, Sejarah Tiongkok, Sejarah Islam, FIkih Hanafi, Bahasa Mandarin dan juga Bahasa Arab.

Tidak kalah pentingnya mereka juga belajar keterampilan-keterampilan yang berkenaan dengan ritual-ritual Islam. 

Lulusan dari Institut ini dipandang mampu untuk menjadi Imam di masjid-masjid yang ada di Xinjiang khususnya dan di Tiongkok pada umumnya. 

Mereka juga mampu menyampaikan khutbah dan ceramah-ceramah agama dan tentu saja mahir dalam pengurusan fardhu kifayah.

Keberadaan Xinjiang Islamic Institut ini seakan mempertegas Islam di Xinjiang bukan saja diakui keberadaannya tetapi juga memiliki masa depan yang cerah. 

Hadirnya kampus ini dengan dukungan penuh dari pemerintah dapat dijadikan bukti untuk menolak pemberitaan miring tentang Islam di Xinjiang oleh media Barat. 

Bayangkan keberadaan 1000 mahasiswa yang sedang belajar Islam di Xinjiang, bukan hanya menunjukkan ulum al-Islamiyyah (ilmu-ilmu keislama) atau meminjam istilah AL-Ghazali, ‘Ulum al-Din (ilmu-ilmu agama) tetap hidup karena terus dipelajari, juga menjadi argument yang kuat, Islam di Xinjiang tidak akan pernah mati. 

Kebutuhan atau pasokan-pasokan Imam dan Khatib akan senantiasa dapat dipenuhi. Bukan saja untuk Xinjiang tetapi juga untuk seluruh daratan Tiongkok. 

Sebenarnya untuk melihat masa depan Islam di satu daerah, cukup hanya dengan memperhatikan apakah daerah itu memiliki madrasah atau perguruan tinggi Islam? 

Jika madrasah atau pesantren bahkan PT tumbuh dengan subur, tidak diragukan lagi masa depan Islam akan cerah. Sebaliknya jika tidak, Islam lambat laun akan redup. 

Tentu tidak dapat membandingkan Tiongkok dengan Indonesia dari sisi jumlah madrasah atau PT. 

Sebagaimana dimaklumi, tidak ada negara di dunia ini yang memiliki madrasah, pesantren dan perguruan tinggi Islam negeri -belum termasuk swasta- yang paling banyak selain Indonesia. Bahkan di Timur Tengah sendiri. 

Agaknya inilah yang menyebabkan seorag cendikiawan Muslim kenamaan, Fazlur Rahman, pernah mengatakan, masa depan Islam itu akan berhembus dari Indonesia. 

Sebabnya karena madrasah, pesantren dan perguruan tinggi Islam tumbuh dan berkembang dengan subur. 

Demikian juga dengan Xinjiang. Setidaknya keberadaan perguruan tinggi, madrasah di Xinjiang dan juga di Tiongkok pada umumnya akan mengkonfirmasi bahwa Islam tidak akan pernah redup apa lagi mati di Tiongkok. 

Dengan bahasa lainnya, sepanjang anak-anak Xinjiang terus belajar Islam dan mereka benar-benar cinta terhadap agamnya, maka Cahaya Islam tetap akan memancar. 

Syarat berikitya adalah, dukungan pemerintah yang selama ini sudah sangat baik, terus ditingkat. 

Tidak bisa dipungkiri, pandangan optimisme Islam Tiongkok ini hadir karena kebijakan pemerintah terhadap Islam yang memungkinkan dan memastikan Islam akan terus berkembang.

Di samping itu, optimisme Islam Xinjiang juga disebabkan dengan terbangunnya kehidupan multicultural yang selama ini berlangsung dengan damai. 

Merujuk kepada penjelasan Majelis Ulama Xinjiang, kehidupan muslim di Xinjiang dan relasinya dengan etnik dan agama lain berlangsung dalam suasana penuh toleransi dan harmonis. 

Sulit membayangkan bagaimana 56 suku di Xinjiang dapat hidup berdampingan. Tidak ada gangguang yang berarti. 

Tentu bukan hanya muslim saja, tetapi semua pemeluk agama juga difasilitasi oleh pemerintah. Bahkan menurut Ustaz Bai Shengfu, mereka dapat merayakan hari raya atau hari besar agama secara bersama-sama. 

Tidak kalah menariknya penjelasan yang diberikan oleh Mr. Abdushker Rahmatulla selaku Vice President Xinjiang Islamic Association yang sekaligus Imam Urumqi White Mosque, mengatakan bahwa Ia telah berusia 58 tahun dan selama ia hidup di Xinjiang tidak merasakan ada gangguan, penindasan terhadap umat Islam di Xinjiang.

 Justru umat Islam diberi keleluasaan untuk melaksanakan ajarannya. Bahkan untuk tempat pemakaman muslim saja itu tanahnya diberikan oleh pemerintah. 

Bahkan, umat Islam memilik perwakilan di DPR, dan wakil umat Islam inilah yang menjadi jembatan aspirasi umat Islam kepada pemerintah. 

Dimensi lain yang tidak dapat diabaikan adalah keberadaan masjid-masjid di Xinjiang. Kendatipun ada aturan-aturan tertentu, misalnya tentang jadwal shalat, buka tutup masjid, suara azan atau khutbah, pastinya umat Islam diberi keleluasaan untuk menjalankan ibadahnya secara berjama’ah di masjid. 

Masjid adalah tempat berkumpul umat Islam di Xinjiang khususnya pada shalat lima waktu dan secara spesifik pada waktu shalat Jum’at. 

Kondisi ini hemat penulis, menjadi bukti yang amat kuat, bahwa Islam akan terus tumbuh di Xinjiang. Dan tentu saja komunitas muslim akan tetap hadir dan menjadi pilar utama perkembangan Xinjiang sebagai bagian dari Tiongkok. 

Tiga argument yang dapat diajukan untuk mendukung tesis, Masa depan Islam di Xinjiang adalah, pertama, keberadaan Xinjiang Islamic Institut dan madrasah-madrasah yang menghidupkan ilmu-ilmu agama.

Kedua, keberadaan majelis ulama dan tokoh-tokoh Islam yang dipercaya pemerintah untuk duduk diperlemen. 

Ketiga, keberadaan masjid-masjid yang ada di Xinjiang. Xinjiang tetap bertumbuh dan berkembang dalam senyap. Tidak seperti hiruk-pikuk Islam di Indonesia. 

Mereka tidak bicara politik Islam, partai politik Islam, tidak juga bicara tentang ekonomi Islam, transformasi fikih menjadi hukum nasional dan isu-isu lainnya. 

Mereka hari ini hanya fokus bagaimana kehidupan umat Islam di Tiongkok dapat berlangsung dengan damai dan harmoni. 

Mereka hanya fokus bagaimana mereka dapat menjalankan ibadahnya di masjid atau di rumah. Bagaimana urusan umat Islam seperti pernikahan dan juga berkaitan dengan kematian dapat diurus dengan tata cara yang sesuai dengan syari’at Islam. 

Dan pada saat yang sama, anak-anak muslim akan tumbuh dengan pendidikan yang baik; mereka menjadi muslim yang taat dan dalam satu tarikan nafas, menjadi warga negara Tiongkok yang taat dan membela negaranya.

Cukupkah dengan tiga pilar di atas. Sebenarnya ada satu aspek penting lainnya yaitu, pertumbuhan ekonomi. Namun untuk hal ini tidak diragukan lagi. Pertumbuhan ekonomi Xinjiang atau Tiongkok pada umumnya, akan mengikut perkembangan ekonomi di Tiongkok pada umumnya.

Berita baiknya sebagaimana muncul dalam diskusi dengan tokoh-tokoh Xinjiang, Komitmen pemerintah untuk mensejahterakan Xinjiang tidak perlu diragukan lagi. Dengan luas 1/6 dari keseluruhan Tiongkok, keberadaan Xinjiang tentu sangat menentukan. 

Dan karenanya tidak ada pilihan bagi pemerintah kecuali menjadikan Xinjiang menjadi wilayah yang Makmur dan Sejahtera. 

Secara teoritik, di negara manapun, kelompok separatis tidak akan punya alasan untuk memberontak apa lagi ingin memisahkan diri, sepanjang rakyat hidup Sejahtera dan damai. Pemerintah Tiongkok amat sangat menyadari kondisi ini dan karenanya kesejateraan sebagai sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.  

Saat ini tentu saja tantangan terbesar bagi Muslim Xinjiang adalah membuktikan dirinya sebagai warga negara Tiongkok yang baik, tidak sekedar patuh dan cinta terhadap negara tetapi juga berkontribusi secara maksimal untuk kemajuan negara. 

Umat Islam Xinjiang harus juga membuktikan ajaran-ajaran Islam dalam tingkat tertentu sangat kompatibel dengan ajakan cinta tanah air, patuh kepada pemerintah sepanjang berada pada koridor haq. 

Tentu saja dukungan umat Islam sangat dibutuhkan untuk menjadikan Tiongkok sebagai negara super power dan terkuat di Dunia, yang ditopang dengan kemajuan sains dan teknologi. 

Pada gilirannya kekuatan Tiongkok ini akan membawa kemajuan dan keberhasilan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali Muslim Xinjiang. Kendatipun tidak bisa dipungkiri, kekuatan-kekuatan luar akan terus mengganggu kemesraan umat Islam dengan pemerintah Tiongkok.

Akan tetapi sepanjang Muslim Xinjiang tetap solid, bersatu dan kompak dan menyatakan komitmennya terhadap pemerintah Tiongkok, maka kekuatan asing tidak akan berarti apa-apa.

Wa Allahu A’lam bi al-Shawab.

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved