Delegasi Sumut Sambangi Tiongkok
Harmoni Hijau dari Zengzhou: Jejak Islam dan Toleransi di Ujung Selatan Cina
Komunitas Muslim tidak hanya hidup berdampingan secara damai dengan masyarakat non-Muslim, tetapi juga diterima dan difasilitasi oleh negara.
Dalam perspektif masyarakat Zengzhou, praktik keislaman merupakan bentuk warisan nenek moyang yang dilestarikan, bukan sekadar identitas agama semata.
Di aspek ekonomi pun, nuansa ini tampak sangat kental. Di luar kompleks Muslim, banyak toko-toko halal yang beroperasi secara terbuka dan menyatu dengan masyarakat umum.
Biasanya, toko ini diberi warna hijau sebagai penanda informal bahwa mereka menjual makanan halal. Ini bukan hanya strategi bisnis, tetapi juga ekspresi identitas budaya dan religius yang diakui bersama.
Kehadiran toko-toko tersebut tidak menimbulkan segregasi sosial. Justru sebaliknya, mereka menjadi bagian dari tatanan ekonomi lokal yang inklusif. Masyarakat Muslim dan non-Muslim bertransaksi dengan saling menghormati pilihan masing-masing, tanpa prasangka atau diskriminasi.
Fenomena ini menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama bukanlah hal mustahil, bahkan di negara seperti Cina yang memiliki sejarah kompleks terkait kebijakan agama.
Zengzhou menjadi contoh bahwa integrasi sosial bisa berjalan berdampingan dengan pelestarian tradisi agama, selama ada keterbukaan dan dukungan dari semua pihak.
Lebih dari itu, masyarakat Muslim di Zengzhou menunjukkan bahwa identitas keagamaan tidak harus mengarah pada eksklusivisme. Mereka tetap menjunjung tinggi ajaran Islam, tetapi juga aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Nasionalisme dan keberagamaan tidak diposisikan sebagai dua kutub yang bertentangan, melainkan sebagai dua nilai yang saling memperkuat.
Apa yang ditunjukkan oleh masyarakat Zengzhou seharusnya menjadi referensi inspiratif bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, yang sedang terus berikhtiar menjaga kerukunan umat beragama.
Bahwa yang dibutuhkan bukan hanya toleransi pasif, tetapi pengakuan aktif terhadap keberagaman sebagai bagian dari identitas kolektif.
Zengzhou, dengan segala keterbatasannya sebagai distrik kecil di ujung selatan Cina, justru menunjukkan kematangan dalam menyikapi pluralitas. Islam tumbuh di sana bukan sebagai minoritas yang ditekan, melainkan sebagai tradisi yang hidup—dijaga, dihormati, dan dirawat dalam atmosfer kebangsaan yang sehat. Sebuah harmoni hijau yang semestinya tidak hanya dipandang, tapi juga diteladani. (*)
| Penggunaan Kendaraan Listrik dalam Perspektif Kesehatan dan Lingkungan di Tiongkok |
|
|---|
| Muslimah Tiongkok Menginspirasi, Padukan Nilai-nilai Islam dengan Budaya Lokal |
|
|---|
| Suara Senyap Islam di Xinjiang |
|
|---|
| Muslim Tiongkok Cinta Kepada Negara Atas Dasar Agama |
|
|---|
| Beijing dan Dongsi: Simbol Pluralisme Agama di Negeri Tirai Bambu |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Muslim-Hui-dan-Warek-UINSU.jpg)