Berita Persidangan

Praperadilan Kompol Ramli Sembiring, Kuasa Hukum Harap Hakim Putuskan Vonis tanpa Intervensi

Sidang praperadilan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring, telah masuk pada proses kesimpulan.

|
TRIBUN MEDAN/ANUGRAH NASUTION
SIDANG PRAPERADILAN: Pengadilan Negeri Medan menggelar sidang praperadilan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring dengan Polri, Senin (14/4/2025). Ada pun sidang tadi bergandengan mendengar keterangan saksi ahli. Sidang dipimpin hakim tunggal Phillip Mark. Soentpiet, 

TRIBUN-MEDAN. com, MEDAN - Sidang praperadilan mantan Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut Kompol Ramli Sembiring, telah masuk pada proses kesimpulan yang dibuat oleh Pengadilan Negeri Medan.

Hakim tunggal Phillip Mark Soentpiet, telah menyerahkan kesimpulan mengenai dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan penyidik Polri dalam penetapan Ramli sebagai tersangka. 

Kesimpulan hakim itu diberikan kepada kuasa hukum Kompol Ramli dan juga pihak Polri sebagai termohon, Selasa (15/4/2025). 

Kuasa hukum Kompol Ramli, Irwansyah Nasution mengatakan, kesimpulan hakim telah diserahkan kepada pihaknya. 

"Sudah diserahkan pada hari ini kesimpulan hakim," kata Irwansyah kepada tribun. 

Irwansyah mengatakan, Pengadilan Negeri Medan kemudian akan membacakan putusan pada Rabu atau Kamis mendatang. 

Irwansyah pun berkesimpulan dalam penanganan kasus dugaan korupsi Ramli, pihak Bareskrim Polri telah melanggar aturan yang ada. Hal itu dikuatkan oleh saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang tersebut. 

"Pertama kesimpulan kamu, harusnya masalah korupsi itu ditangani Kortas Tipikor bukan Bareskrim. Tapi ini tidak dilakukan. Jadi berdasarkan putusan MK nomor 21 adalah upaya mengadili praperadilan untuk menguji  bagaimana proses penyidikan, penyelidikan dan penetapan tersangka serta barang bukti yang ada. Hal ini juga dikuatkan oleh keterangan saksi ahli semalam," kata Irwansyah. 

Irwansyah mengatakan proses penyidikan dan penetapan tersangka yang janggal melatarbelakangi gugatan mereka. 

Termasuk tidak diberikannya Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) oleh penyidik kepada pelaku dan keluarganya. 

"Bahwa SPDP tidak pernah berikan penyidik terhadap terlapor padahal ini merupakan hal yang wajib. Semalam disebutkan oleh Saskia ahli jika SPPD wajib diberi. Padahal dalam alat bukti sudah ada hasil gelar perkara. Sudah ada dugaan dilakukan kompol Ramli. 
Terungkap klien kami tidak pernah mendapatkannya padahal sesuai putusan MK 130 disebut harus ada SPDP," kata dia. 

"Kami melihat penyidik kertas tidak profesional. Banyak pelanggaran baik penanganan penyidikan dan penetapan tersangka. Dan klien kami juga tidak pernah diperlihatkan barang bukti uang Rp 431 juta yang disebut disita. Tidak pernah ada ditunjukkan. Katanya OTT, padahal tidak pernah dia diamankan saat diperiksa," kata Irwansyah. 

Karena itu, Irwansyah berharap putusan praperadilan yang dibacakan Pengadilan Negeri Medan bisa berlaku adil. 

Dalam gugatannya, Kompol Ramli meminta agar PN Medan membatalkan statusnya sebagai tersangka kasus pemerasan Kepala Sekolah di Nias lantaran tidak sesuai ketentuan penyidikan. 

Irwansyah pun berharap, agar hakim memutuskan perkara tersebut tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun. 

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved