Puasa di Negeri Orang

Jadi Minoritas dan Jalani Ibadah Puasa Penuh Tantangan, Dona Rindu Tanah Air

Menurutnya, menjalani ibadah puasa di Norwegia sangat berbeda dengan yang ia rasakan di Indonesia.

Dokumentasi Dona
PUASA DI NEGERI ORANG - Dona (47) wanita berhijab asal Kota Medan yang kini sudah menjadi warga negara Norwegia, saat berpose di Opera Oslo, Norwegia, beberapa waktu lalu. Ia mengaku jalani ibadah puasa dengan penuh tantangan di tengah dirinya sebagai minoritas umat Muslim di Norwegia. 

TRIBUN MEDAN.com - Dona Afriana Sivertsen (47), seorang warga negara Norwegia asal Indonesia, telah menetap di Norwegia sejak tahun 2001 bersama kedua anaknya.

Dalam percakapan via telepon WhatsApp, wanita asal Kota Medan ini menceritakan pengalamannya menjalani bulan Ramadan di negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Protestan.

Menurutnya, menjalani ibadah puasa di Norwegia sangat berbeda dengan yang ia rasakan di Indonesia.

"Karena agama Islam di sini minoritas, jadi budaya khas Ramadan nggak kerasa. Apalagi di wilayah tempat tinggal saya ini,” ungkap Dona, yang kini tinggal di Sarpsborg, sebuah kota kecil yang terletak sekitar 1,5 jam perjalanan dari Oslo, ibukota Norwegia.

Dona yang menjadi warga negara Norwegia sejak lama mengungkapkan, bahwa ia dan kedua anaknya sudah menyesuaikan diri dengan kehidupan di sana.

Ia bekerja sebagai koki di kantin sebuah pabrik bahan makanan dan tinggal di Sarpsborg sejak tahun 2018, sebelumnya ia tinggal di Kristiansund.

Meski tinggal jauh dari tanah air, Dona tetap berusaha menjalankan ibadah puasa meski dengan tantangan yang berbeda.

"Saya jarang makan sahur, biasanya saya hanya minum air putih saja," katanya.

Ia menjelaskan bahwa durasi puasa di Norwegia cukup singkat, berkisar antara 12 hingga 13 jam, karena musim dingin membuat waktu siang menjadi lebih pendek.

Namun, menjalani puasa di Norwegia bukanlah tanpa kesulitan. Selain perbedaan durasi puasa, makanan yang biasa ia konsumsi juga menjadi satu di antara tantangan yang ada.

Dona mengungkapkan, bahwa anak-anaknya yang sudah terbiasa dengan masakan Norwegia, tidak terlalu menyukai makanan khas Indonesia. Sedangkan tak jarang dirinya merindukan masakan tanah air.

"Anak-anak saya nggak begitu suka makanan Indonesia, karena sudah terbiasa dengan makanan Norwegia," ujar Dona.

Di rumah, hanya Dona sendiri yang tetap mencintai masakan Indonesia. Untuk mengobati kerinduannya, ia kadang membuat bubur kacang hijau atau bubur candil untuk berbuka puasa, meski hanya ia yang menikmatinya.

"Untuk melepas rindu, terkadang saya masak bubur kacang hijau atau bubur candil untuk santapan berbuka, tapi saya sendiri yang makan," katanya sambil tertawa kecil.

Di Sarpsborg tempat ia dan kedua anaknya tinggal, sangat sedikit umat Muslim. Sehingga tidak ada kegiatan khas Ramadan seperti ngabuburit menjelang buka puasa, tadarus, atau salat tarawih berjamaah.

"Saya biasanya salat tarawih di rumah saja," ungkapnya. Meskipun demikian, Dona tetap berusaha menjaga tradisi Ramadan, meski tidak dapat menjalaninya seperti yang ia alami saat di Indonesia.

Walaupun umat Muslim di Sarpsborg terhitung tidak banyak, Dona tetap menjaga hubungan dengan komunitas Muslim Indonesia di Oslo.

Setiap bulan, mereka mengadakan kegiatan mengaji dan silaturahmi, meskipun jarak yang cukup jauh membuatnya tidak selalu bisa ikut serta.

Ketika lebaran tiba, Dona biasanya bergabung dengan ulama Islam Indonesia di Norwegia untuk melaksanakan salat Idul Fitri bersama mereka. Setelahnya, mereka akan berkumpul dan makan bersama, sebuah tradisi yang ia coba jalankan meski jauh dari keluarga di Indonesia.

Salah satu tantangan terbesar bagi Dona adalah menjadi seorang ibu tunggal yang harus mengurus dua anak sekaligus bekerja di negara yang jauh dari tanah kelahiran.

"Tidak mudah bagi saya untuk pulang ke kampung halaman setiap tahunnya. Mengingat saya punya dua orang anak, dan saya juga orang tua tunggal yang harus memikirkan biaya yang tidak sedikit untuk pulang ke Indonesia," ungkapnya.

Meskipun demikian, rindu akan keluarga dan suasana Ramadan di Indonesia tetap menjadi bagian dari kehidupannya.

"Saya kangen sekali sama keluarga, sama santapan khas Medan yang enak-enak sekali," tambah Dona dengan nada penuh haru.

Mengenai masakan Indonesia, meskipun ia bisa memasak beberapa menu khas, Dona mengakui bahwa makan sendiri tidaklah sama nikmatnya dengan makan bersama keluarga besar yang penuh kehangatan.

"Sebenarnya saya juga bisa buat menu-menu khas Indonesia itu, hanya saja kalau saya makannya sendiri kan kurang nikmat ya. Anak-anak pada nggak doyan soalnya," kata Dona dengan sedikit tawa.

Ia mengenang masa-masa ketika masih tinggal di Kristiansund, di mana terdapat teman dari Jakarta yang juga menyukai masakan Indonesia.

"Di Kristiansund, ada orang asal Jakarta yang tinggal di sana. Jadi saya punya teman yang juga orang Indonesia dan suka masakan Indo," kenangnya.

Demi mengobati rindu akan momen-momen lebaran di Indonesia, Wanita berhijab ini juga sering membuat kue-kue lebaran seperti nastar, kue salju, dan kue keju.

Bagi Dona, Ramadan di Norwegia merupakan sebuah pengalaman yang penuh tantangan dan kerinduan. Namun, ia tetap berusaha menjalani ibadah dengan sepenuh hati, meskipun suasana yang ia rasakan jauh berbeda dari yang ada di Indonesia.

(Cr34/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter   dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved