Tolak PPN 12 Persen

MAHASISWA BERGERAK, Demo Tolak PPN 12 Persen, Ada Poster ‘Pajak Naik, Rakyat Tercekik’

Elemen mahasiswa akhirnya merapatkan barisan untuk menyuarakan menolak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Editor: Juang Naibaho
Kompas.com/Shela Octavia
Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia (SI) ikut hadir dalam aksi unjuk rasa tolak PPN 12 persen di samping Patung Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024). 

Khusus kelompok miskin, mereka akan mengurangi kemampuan memenuhi kebutuhan non-esensial, seperti pendidikan dan kesehatan.

Dampak lainnya adalah menurunkan tabungan dan kualitas konsumsi sehari-hari.

PPN 12 persen juga dikhawatirkan memberikan beban berat karena penghasilan kelompok miskin terbatas dan tergantung pada barang kebutuhan pokok.

Sementara itu, kenaikan PPN berpotensi membuat kelompok rentan miskin jatuh miskin tanpa jaring pengaman sosial. 

Kemampuan kelompok tersebut untuk menabung, berinvestasi, dan konsumsi barang dan jasa penting, seperti pendidikan dan asuransi kesehatan, juga diperkirakan berkurang.

Dalam risetnya, Celios turut memasukkan sederet dampak yang dialami kelompok menengah apabila PPN 12 persen benar-benar diterapkan mulai tahun depan.

Pertama, terjadi pengurangan daya beli, terutama barang non-esensial seperti hiburan, perjalanan, dan barang mewah. Industri domestik, seperti pariwisata dan ritel, diprediksi terpengaruh karena kelompok menengah menjadi lebih berhati-hati ketika menggunakan uangnya.

Selain itu, kelompok menengah juga akan mengalami penurunan kualitas hidup dan merosot menjadi kelompok miskin. 

Manfaat Pajak Belum Tentu Dirasakan Masyarakat

Kenaikan PPN menjadi 12 persen ternyata tidak serta merta menjamin uang pajak akan kembali kepada masyarakat.

Sebaliknya, sebagian besar uang pajak yang dihimpun dari kenaikan PPN akan digunakan untuk membayar bunga utang pemerintah.

“Dalam anggaran negara, proporsi besar dari penerimaan pajak justru dialokasikan untuk pembayaran bunga utang, yang jumlahnya terus meningkat setiap tahun,” tulis Celios dalam temuannya. 

Berdasarkan Nota Keuangan APBN 2025 dan keterangan Kementerian Keuangan, utang yang akan jatuh tempo pada 2025 diproyeksi mencapai Rp 800,33 triliun. Dari jumlah tersebut, pembayaran bunga utang mencapai Rp 552 triliun.

Itu tandanya, meski penerimaan negara dari sektor pajak meningkat, sebagian besar uang tersebut dialihkan untuk memenuhi kewajiban utang, bukan untuk pembiayaan langsung program-program untuk kesejahteraan rakyat.

Jikalau ada manfaat di balik kenaikan PPN bagi masyarakat, keuntungannya sangat terbatas.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved