Citizen Reporter
PILGUBSU 2024: Pemilih Cerdas, Pemimpin Berkualitas
Tinggal hitungan hari, tepatnya 27 November, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 digelar.
Oleh Jadid Darari Lubis, S.Sos.
TINGGAL HITUNGAN HARI, tepatnya 27 November, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 digelar. Sebagaimana di daerah-daerah lain, masyarakat Sumut juga akan memilih pasangan Gubenur dan Wakil Gubernur yang akan memimpin provinsi ini lima tahun ke depan. Pemilihan ini menjadi sarana kedaulatan rakyat untuk menentukan masa depan Sumatera Utara.
Selain proses penjaringan bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang berkualitas dan demokratis, birokrasi yang netral, penyelenggara yang independen, partisipasi dan kecerdasan pemilih menjadi faktor utama dalam melahirkan kepala daerah yang mumpuni dan teruji. Kecerdasan memilih menuntun pilihan pada pemimpin yang berkualitas.
Tidak sedikit kucuran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Sumut untuk memberikan sarana bagi kedaulatan rakyat ini. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut telah mengalokasikan dana dalam bentuk hibah kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp705 miliar, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebesar Rp223 miliar, Polri Rp49 miliar, dan TNI sebesar Rp22 miliar. Besarnya anggaran itu mencerminkan besarnya harapan Pilgubsu 2024 bisa melahirkan pemimpin berkualitas, pemimpin yang lahir dari pilihan cerdas para pemilih.
Sebagai salah satu lembaga penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut harus bekerja keras melaksanakan pemilihan ini secara demokrasi berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Komisioner juga mesti konsisten menjaga agar penyelenggaraan pemilihan setia berpegang pada prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
Satu per satu tahapan pemilihan pun dilalui. Perencanaan program dan anggaran telah tersusun, sebanyak 455 Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang terdiri 2.275 anggota, 6.110 Panitia Pemungutan Suara yang terdiri dari 18.330 anggota, dan 25.223 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dilengkapi dengan 176.561 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) telah dibentuk. Selain itu, KPU Sumut juga telah menyusun, memutakhirkan, dan menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilgubsu 2024, yakni sebanyak 10.771.496.
Komisi Pemilihan Umum Sumut juga telah menerima pendaftaran, meneliti, dan menetapkan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, yakni Muhammad Bobby Afif Nasution, S.E., M.M. & H. Surya, B.Sc nomor urut 1 dan H. Edy Rahmayadi & Hasan Basri Sagala, M.Si nomor urut 2. Dalam masa kampanye yang berlangsung 25 September sampai dengan 23 November 2024, KPU Sumut juga berhasil menggelar Debat Publik antarpasangan calon sebanyak tiga kali, yakni pada 30 Oktober, 6 November, dan 13 November.
Melalui debat publik ini, KPU Sumut memberi ruang kepada masing-masing pasangan calon menyebarkanluaskan profil, visi, misi, dan program kerjanya. Debat publik ini juga bertujuan untuk memberikan informasi sekaligus menggali lebih dalam dan luas visi, misi, serta program kerja pasangan calon. Kegiatan ini sekaligus menjadi salah satu bahan pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihannya.
Setelah masa kampanye yang dilanjutkan tiga hari masa tenang, tibalah hari yang menentukan: 27 November 2024, hari pemungutan suara! Hari itu hak suara dinyatakan melalui pilihan di surat suara. Dari bilik suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), rakyat menegakkan kedaulatannya, mengevaluasi sekaligus memilih pemimpinnya secara cerdas.
Setidaknya ada dua musuh utama pemilih cerdas, yakni hoaks dan politik uang. Keduanya kejahatan yang merusak demokrasi, lahir dari ambisi berlebihan meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Para pelakunya tidak peduli bahwa pilkada juga sarana pembelajaran demokrasi bagi rakyat. Demokrasi pun jadi basa-basi pemanis orasi politik. Semangat kedaulatan rakyat pun jadi cacat.
Hoaks
Sebagai sebuah istilah, hoaks telah populer. Masyarakat Indonesia, termasuk di Sumut, mengartikan hoaks sebagai kabar bohong, berita palsu, informasi yang penuh rekayasa, berisi hasutan, juga fitnah.
Robert Nares, filsuf yang hidup pada kurun waktu 1753-1829, memperkenalkan istilah hoaks melalui bukunya, A Glossary: Or, Collection of Words, Phrases, Names and Allusions to Customs. Dalam buku yang terbit 1822 di London itu, Nares mengatakan, hoaks berasal dari hocus, sebuah kata Latin yang mengacu pada mantra para penyihir, hocus pocus. Nares mengartikan hocus sebagai to cheat atau menipu. Namun pengertian “menipu” ini dalam tujuan menghibur. Kabar bohong itu sengaja dibuat untuk melucu. Motifnya canda atau kelakar. Salah satu contoh yang paling jelas, menurut Robert Nares, April Fool Day atau April Mop. Pada hari yang jatuh pada tanggal 1 April itu, orang boleh membuat orang terkecoh dengan kabar palsu.
Politik telah merampas kelakar dari hoaks. Tak ada lagi canda, tak ada lagi kelucuan. Yang ada hanya hasutan, fitnah, dan informasi membingungkan, bahkan menyesatkan. Hoaks berisikan informasi tidak berdasar, bisa pula informasi yang dipelintir sesuai dengan kepentingan pelakunya. Dalam persaingan politik yang tidak sehat, hoaks digunakan untuk membunuh karakter atau menjatuhkan reputasi lawan.
Biang hoaks juga jeli memanfaatkan internet untuk menyebarkan kebohongan yang dikemas dengan teks maupun gambar serta video tersebut. Hoaks pun beredar melalui media sosial, termasuk aplikasi mengobrol (chatting).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Debat-Pilgub-Sumut-_Debat-Ketiga-Pilgub-Sumut-2024.jpg)