Terkait Pencegahan Perkawinan Anak, Konsorsium PERMAMPU Kritisi Peraturan dan Cara Pandang Penguasa

Kegiatan ini bertujuan untuk penguatan keluarga sebagai institusi utama pencegahan perkawinan usia anak dan di bawah 19 tahun.

TRIBUN MEDAN/HO
Konsorsium PERMAMPU bersama delapan LSM Perempuan anggota PERMAMPU menggelar perayaan Hari Anak 23 Juli sekaligus Hari Keluarga 26 Juni secara hybrid-Zoom pada Jumat (12/7/2024). 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Konsorsium PERMAMPU bersama delapan LSM Perempuan anggota PERMAMPU menggelar perayaan Hari Anak 23 Juli sekaligus Hari Keluarga 26 Juni secara hybrid-Zoom pada Jumat (12/7/2024). Adapun delapan LSM anggota PERMAMPU adalah Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatra Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung.

Koordinator Konsorsium PERMAMPU, Dina Lumbantobing dalam keterangan persnya yang diterima Tribun-Medan, Senin (15/7/2024) mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk penguatan keluarga sebagai institusi utama pencegahan perkawinan usia anak dan di bawah 19 tahun.

Strategi ini dipilih oleh Konsorsium PERMAMPU sejak awal berdasarkan analisis terhadap ekosistem yang kurang mampu mencegah perubahan umur perkawinan pertama. Meskipun UU No.16 tahun 2019 telah menetapkan usia 19 tahun adalah usia minimum perkawinan. Tetapi penelitian Konsosium PERMAMPU yang dilaksanakan pada periode September 2023 hingga Januari 2024 menunjukkan tingginya angka perkawinan di bawah usia 19 tahun.

Sebelum diskusi kritis dimulai, terlebih dahulu diberikan pengantar terkait tugas negara dan perlindungan HKSR Perempuan oleh Koordinator Konsorsium PERMAMPU. Menurut Dina, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah tanggung jawab pemerintah (pasal 8 UU HAM).

“Selanjutnya hak seksual dan hak reproduksi merupakan hak asasi manusia yang telah diakui oleh hukum nasional, hukum internasional, serta dokumen dan perjanjian internasional. Maka HKSR adalah hak semua orang untuk bebas dari pemaksaan, diskriminasi dan kekerasan secara seksual, dan pengakuan hak-hak dasar bagi pasangan dan individu untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab terkait aktifitasnya dalam bereproduksi,” kata Dina.

Baca juga: Perayaan Hari Lansia, Permampu Komitmen Perempuan Lansia Sehat dan Bahagia bersama Keluarga

Pada kesempatan tersebut, Manajer Program LP2M, Tanti Herida memperkenalkan UU No. 4 tahun 2024 mengenai Kesejahteraan Ibu dan Anak dan arah advokasi PERMAMPU untuk turunan UU tersebut. Presentasi dimulai dengan memaknai kesejahteraan sebagai sesuatu yang universal, terintegrasi, terjangkau, inklusif, memperhatikan akomodasi yang layak, dan konstitusional.

Tetapi makna kesejahteraan ibu dan anak dalam kebijakan ini masih dipertanyakan, sementara pengaturan sangat spesifik apakah artinya pengecilan batasan (cakupan) kesejahteraan yang malah lebih membingungkan, seperti sedang merespon masalah stunting.

Menurut Tanti, terdapat lima temuan di dalam UU 4 tahun 2024 yang menjadi perdebatan yaitu: (1) Pasal 1 ayat 5 memiliki pengertian keluarga yang agak sempit dan tidak sesuai kenyataan di lapang, (2) Tumpang tindih kebijakan UU No 4 tahun 2024 pasal 12 mengenai kewajiban perempuan untuk memberikan ASI eksklusif dengan UU Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 tahun 2023, Kesejahteraan ibu dan anak.

Selanjutnya (3) Pembatasan Tubuh Perempuan di atur dalam pasal 4 poin 4 UU KIA tentang jaminan cuti melahirkan bagi perempuan sebanyak enam bulan dan cuti pendamping bagi ayah atau keluarga 40 hari.

Kemudian (4) Peran domestik perempuan yang cenderung semakin membakukan peran domestik perempuan, dan (5) UU No 4 tahun 2024 (KIA) lebih condong pada pengaturan hak cuti melahirkan dan cuti mendampingi yang hanya berlaku bagi pekerja di sektor formal.

Pemantik diskusi ke-3, Ramida Sinaga yang merupakan Deputy Direktur PESADA menyampaikan tentang strategi PERMAMPU dalam membangun strategi daerah (strada) untuk pencegahan perkawinan anak dan usia di bawah 19  tahun yang mengacu pada lima arahan Presiden untuk KemenPPA dan isu strategi nasional PPA.

“Lima arahan tersebut meliputi optimalisasi kapasitas anak, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan, dan serta penguatan koordinasi pemangku kepentingan,” kata Ramida.  

Baca juga: Gelar Konvensi Internal, Permampu Serukan Jangan Golput dan Pilih Caleg Perempuan

Dalam diskusi yang difasilitasi Direktur dan Koordinator program di delapaan propinsi tergali bahwa negara masih memposisikan ibu sebagai pihak yang paling bertanggungjawab pada anak, yang melanggengkan konsep ibuisme yang menempatkan perempuan sebagai pekerja domestik dan pengasuhan. Juga paling banyak bertanggungjawab bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak.

Harusnya ada dukungan penuh dari keluarga (ayah dan Ibu) dalam menjaga dan pengasuhan anak dan keluarga. Negara juga harus melindungi kesehatan seksual dan reproduksi Perempuan sebagaimana tugas pemenuhan HAM tersebut sebelumnya.

Negara masih cenderung melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap fungsi reproduksi perempuan, belum melindungi hak kesehatan reproduksi dan gizi bagi perempuan. Sementara pengawasan terhadap kebijakan HKSR  dirasa tidak maksimal.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved