Berita Viral
Karyawan Cuti 17 Bulan karena Depresi dan Tetap Digaji, Perusahaan Menemukan Fakta Mengejutkan
Tuan S diketahui bergabung dengan sebuah perusahaan teknologi setelah lulus dari universitas jurusan teknologi kelistrikan.
Penulis: Putri Chairunnisa | Editor: Ayu Prasandi
Namun permintaan kedua belah pihak tidak didukung.
Kedua belah pihak kemudian memutuskan untuk saling menuntut di pengadilan.
Selama persidangan kasus ini di Pengadilan Rakyat Distrik Daxing, Beijing, Tiongkok, Tuan S mengatakan: "Setelah berkonsultasi dengan dokter, saya pikir mempelajari psikologi akan bermanfaat untuk proses pengobatan, jadi saya memilih untuk mengikuti ujian psikologi dengan sikap coba-coba.
Saya seorang mahasiswa PhD dan belum mendapatkan gelar sarjana. Selama cuti sakit, saya meminum obat sesuai resep dokter. Kemampuan belajar saya berbeda dengan orang biasa.
Saya membaca buku setelah bangun tidur, menonton kuis online, serta kuliah gratis dari dosen ternama. Sebelum mengikuti ujian, saya membeli satu set soal simulasi ujian dari instruktur terkenal dan mengikuti situasi terkini dan politik dengan cermat."
Perusahaan meyakini persiapan ujian pascasarjana memerlukan persyaratan fisik dan psikis yang cukup tinggi.
Sebagai karyawan perusahaan, Tuan S harus menerima bahwa perusahaan mengelola karyawan selama cuti sakit dan kegiatan ujian masuk pascasarjana selama cuti sakit harus dilaporkan dengan persetujuan perusahaan.
Perilaku tidak jujur Tuan S berdampak negatif terhadap tata kerja dan manajemen bisnis perusahaan.
Setelah persidangan, pengadilan memutuskan bahwa Tuan S tidak setuju dengan putusan di atas sehingga mengajukan banding dan kemudian kedua belah pihak sepakat untuk berdamai setelah kesepakatan.
Tuan S mengembalikan kelebihan gajinya sebesar hampir 200 ribu yuan (sekitar Rp 438 juta) kepada perusahaan.
(cr32/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Karyawan-diam-diam-daftar-s2-saat-cuti-sakit.jpg)