Berita Medan
Diskusi Climate Action Day 2023, Komnas HAM : Krisis Iklim Jadi Tantangan Berat Pascacovid-19
Salah satunya yaitu Kearifan lokal baik yang sudah mulai ditinggalkan maupun yang masih dilakukan diyakini bisa menjadi jawaban atas tantangan krisis.
Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
Sementara itu, pemerhati masyarakat adat dan peraih penghargaan Magsasay Award 2017 kategori Community, Abdon Nababan menjelaskan, korban krisis iklim tidak hanya ada di Indonesia melainkan di seluruh dunia.
Sumatera Utara, lanjut Abdon, jika diseriusi, bisa terhindar dari krisis iklim, tidak menjadi korban, tetapi justru tampil dengan solusi. Karena, Sumatera Utara memiliki tiga sumber daya yang akan mengalami krisis secara global tersebut.
"Secara kebudayaan, suku-suku kita beragam dan punya identitas budaya yang sangat spesifik. Karena perjalanan yang historik selama ratusan hingga ribuan tahun, mereka sudah punya sistem pengetahuan dan praktek-praktek pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Kalau ini kita konsolidasikan sebagai modal sosial," katanya.
Menurutnya, anak-anak muda lah yang menggerakkannya. Pesan yang diberikannya ke anak-anak muda supaya melihat bahwa Sumatera Utara ini bisa menjadi solusi untuk krisis global.
"Kita semua ini khususnya anak-anak muda harus menolak menjadi korban dengan bekerja secara kreatif melihat potensi yang kita punya. Sumber daya air kita luar biasa. Danau Toba sebagai danau vulkanik terbesar di dunia itu mengandung fresh water yang sangat mungkin orang akan memperebutkannya dengan kekerasan sekalipun," katanya.
Sehingga, harus ada upaya melindunginya. Begitu juga dengan sungai-sungai yang dengan teknologi sederhana zaman sekarang bisa menjadi sumber energi terbarukan.
Menjadi solusi terhadap energi fosil.
Menurutnya, setiap kampung memiliki sumber daya yang sangat kaya untuk melahirkan energi terbarukan.
Karena itu, dia mendorong lahirnya kampung solusi iklim dan anak-anak muda harus mau pulang ke kampungnya dengan pengetahuan yang dia dapat.
Direktur Green Justice Indonesia, Dana Prima Tarigan mengatakan, kegiatan ini juga dilakukan di Thailand, Filipina dan beberapa negara lain dengan tema berbeda namun tidak tidak serentak di hari yang sama.
"Kita berharap perubahan itu kita mulai dari anak-anak muda karena anak-anak muda ini yang terancam hidupnya karena praktik politik, pengelolaan investasi yang sangat rakus, yang tidak berorientasi HAM dan keadilan antar generasi, kemudian merusak lingkungan," jelasnya.
Dikatakannya, anak-anak muda di desa, di komunitas masyarakat adat, maupun yang di perkotaan sudah menjadi korban dari perubahan iklim.
"Jadi kita kepengen ada pengetahuan yang disampaikan kepada masyarakat kepada anak-anak muda dan kita berharap dengan cara-cara kreatif seperti ini. Berbuat sekecil apapun itu tentu akan sangat berharga. Tujuan kita untuk melakukan hal seperti ini dan ini agar rutin kita lakukan ke depan sebagai sarana informasi sekaligus menggugah hati kita semua untuk melakukan penyelamatan lingkungan hidup dan melek terhadap isu-isu perubahan iklim," terangnya.
Direktur Yayasan KKSP, Maman Natawijaya mengatakan, kegiatan ini merupakan gagasan yang ditujukan untuk perubahan terutama di kalangan anak-anak muda.
"Tujuannya, anak-anak muda dapat melakukan perubahan terkait dengan krisis iklim dengan cara mereka sendiri secara kreatif. Kegiatan hari ini adalah rangkaian dari beberapa kegiatan sebelumnya, yakni secara bersama-melihat apa saja tantangan terkait dengan lingkungan hidup di wilayah masing-masing di Medan, Deli Serdang dan Binjai.
Jadi bagaimana mereka melihat lingkungan sebagai bagian dari hak hidup. Lingkungan hidup yang sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia," katanya.
(Cr26/tribun-medan.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Diskusi-Climate-Action-Day-2023-yang-digelar.jpg)