Tribun Wiki

Mengenal Ritual Mangan Napaet Sebagai Penghapusan Dosa pada Masyarakat Ugamo Malim

Parmalim atau Ugamo Malim diyakini sebagai kepercayaan awal masyarakat suku Batak. Umat Ugamo Malim mengenal sebuah ritual bernama Mangan Napaet

Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN/DOK
KEGIATAN Cerdas tangkas, upaya untuk memotivasi anak Parmalim agar lebih semangat lagi belajar tentang pengetahuan ajar hamalimon. 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Parmalim atau Ugamo Malim diyakini sebagai kepercayaan awal masyarakat suku Batak.

Menurut informasi di laman Fishipol Library Universitas Negeri Yogyakarta, perintis Ugamo Malim atau Parmalim ini adalah Raja Uti.

Raja Uti atau yang sering dikenal sebagai Raja Puti atau Uti Mutiraja diyakini sebagai utusan langsung dari Mulajadi Na Bolon dengan tujuan rekonsiliasi antara Banua Ginjang dan Banua Tonga (dunia).

Baca juga: Tradisi Marari Sabtu, Hari Penyucian Bagi Agama Parmalim

Dalam ritual keagamaan, Ugamo Malim mengenal sebuah ritual bernama mangan napaet.

Dilansir dari Digital Reposiroty Unimed, ritual mangan napet ini semata-mata merupakan bentuk penebusan dosa.

Secara arti, mangan napaet adalah tindakan memakan makanan yang pahit.

Namun, disebutkan juga bahwa, umat Ugamo Malim juga memakan makanan dengan rasa asam, pedas, kelat dan asin.

Adapun makanan yang dikonsumsi berupa biji anggir-anggir, daun pepaya, dan beberapa makanan lainnya.

Baca juga: Sisingamangaraja XII, Raja Sekaligus Imam Parmalim yang Dibunuh Belanda

Tujuan utama dari ritual mangan napaet ini tidak hanya sebagai bentuk penebusan dosa, tapi juga mengingat bagaimana kepahitan dan penderitaan Raja Nasiakbagi, tokoh penyebar Ugamo Malim di Tanah Batak. 

Dalam ritual ini, masyarakat Ugamo Malim akan berkumpul sehari sebelum peralihan tahun baru dalam penanggalan masyarakat Parmalim.

Mereka akan duduk bersama, lalu mengonsumsi makanan pahit tersebut di siang hari.

Baca juga: Raja Uti, Perintis Agama Parmalim di Tanah Batak

Setelah memakan makanan pahit itu, umat Ugamo Malim tidak diperkanankan makanan, minum dan merokok gingga keesokan harinya.

Kemudian, ketika tiba hari esok, persis saat posisi matahari berada tepat di atas kepala, umat Ugamo Malim kemudian kembali berkumpul.

Mereka pun selesai melakukan puasa dan kemudian makan bersama.(tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter  

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved