Tribun Wiki

Tradisi Marari Sabtu, Hari Penyucian Bagi Agama Parmalim

Masyarakat Batak, khususnya mereka yang menganut aliran kepercayaan Parmalim memiliki tradisi bernama Marari Sabtu

Editor: Array A Argus
Banyumili Institute
Prosesi kegiatan ibadah Bangsa Parmalim di Bale Parsantian Medan Denai. (Banyumili Institute) 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Parmalim atau Ugamo Malim diyakini sebagai kepercayaan awal masyarakat suku Batak.

Seiring perkembangannya, Parmalim kini sudah diakui oleh Pemerintah Indonesia sebagai aliran kepercayaan.

Agama Parmalim sendiri berpusat di Desa Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir.

Baca juga: Tradisi Andung pada Prosesi Kematian Masyarakat Batak Toba

Dalam pelaksanaan konteks keagamaan, penganut keyakinan Parmalim punya tradisi yang namanya Marari Sabtu.

Marari Sabtu ini diyakini sebagai hari penyucian penganut Ugamo Malim.

Saat menjalankan ritual dan tradisi ini, masyarakat penganut agama Parmalim akan berkumpul di satu balai yang sudah ditentukan.

Di sana, mereka akan melakukan ritual memohon doa kepada Debata Mulajadi Nabolon, atau Tuhan Yang Maha Kuasa.

Baca juga: Tradisi Gondang Naposo pada Batak Toba, Ajang Silaturahmi dan Pencarian Jodoh

Upacara Marari Sabtu dilakukan dengan tujuan unutk menyucikan diri dari dosa-dosa yang telah dilakukan dalam seminggu.

Mereka meyakini, Marari Sabtu sebagai pentuk pembersihan diri dari segala hal jahat dan penyakit.

Dilansir dari situs Budaya Indonesia, Marari Sabtu lebih kepada cara masyarakat Parmalim untuk menyempurnakan batin. 

Baca juga: Tradisi Manganggap pada Masyarakat Batak Toba yang Mulai Memudar

Tata cara Marari Sabtu adalah sabagai berikut:

* Menyiapkan air penyucian (aek pangurason) yang diambil terlebih dahulu dari sumber air sebelum ada orang lain mengambil air dari sana.

Kemudian, air tadi dimasukkan kedalam mangkuk putih, serta dan mempersiapkan alat pembakaran dupa dan peralatan lainnya.

* Jeruk purut dibelah dengan beralaskan kain putih bersih dan airnya dicampur dengan air yang sudah disiapkan dalam mangkuk putih, dan bane-bane (daun) dimasukkan kedalam cangkir yang berisi air tersebut.

Baca juga: Tradisi Manganggap pada Masyarakat Batak Toba yang Mulai Memudar

Daun tersebut akan digunakan mamippis (memercikkan) air tersebut kepada semua peserta upacara.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved