Tribun Wiki

Sejarah Lompat Batu dan Cikal Bakal Desa Bawomataluo di Nias Selatan

Desa Bawomataluo di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan adalah permukiman yang kerap dijadikan lokasi kunjungan wisata

Editor: Array A Argus
Tribun Medan/ Liska Rahayu
ILUSTRASI- Lompat batu 

TRIBUN-MEDAN.COM,- Saat membicarakan Nias, apa yang ada dalam pikiran Anda?

Mungkin saja soal objek wisata pantai, hingga budayanya yang unik dan beragam.

Satu diantara budaya yang masih dipertahankan hingga saat ini adalah budaya lompat batu.

Menurut kisahnya, budaya lompat batu sudah berlangsung secara turun menurun di Nias, khususnya di Desa Bawomataluo.

Baca juga: Rumah Sakit Bangkatan Binjai, Saksi Sejarah Era Belanda Hingga Jepang

Masyarakat Nias mempersembahkan sebuah tarian tradisional pada puncak acara kegiatan 'Bawomataluo 2011' yaitu Pagelaran Atraksi Budaya dan Pameran Promosi Hasil Kerajinan masyarakat Nias di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Nias Selatan, Sumut, Minggu (15/5/2010). Pagelaran kebudayaan yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut, tersebut disambut antusiasme wisatawan lokal dan mancanegara.
Masyarakat Nias mempersembahkan sebuah tarian tradisional pada puncak acara kegiatan 'Bawomataluo 2011' yaitu Pagelaran Atraksi Budaya dan Pameran Promosi Hasil Kerajinan masyarakat Nias di Desa Bawomataluo, Kecamatan Fanayama, Nias Selatan, Sumut, Minggu (15/5/2010). Pagelaran kebudayaan yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut, tersebut disambut antusiasme wisatawan lokal dan mancanegara. (TRIBUN MEDAN/DEDY SINUHAJI)

Dari sejumlah referensi yang ada, lompat batu dilakukan remaja laki-laki untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah dewasa.

Adapun ketinggian batu mencapai dua meter, dengan ketebalan 40 sentimeter.

Seseorang yang sudah berhasil melakukan lompat batu maka dianggap heroik dan prestisius, baik bagi individu, keluarga, bahkan masyarakat seluruh desa.

Desa Bawomataluo

Di Desa Bawomataluo di Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Sumatra Utara, tradisi lompat batu masih aktif dilakukan.

Bahkan, kegiatan lompat batu menjadi daya tarik wisata bagi para pengunjung yang datang ke Nias Selatan.

Namun, Desa Bawomataluo ini punya sejarah yang cukup panjang.

Sebelum dihuni masyarakat, pemimpin atau raja Owatua tinggal di Desa Orahili Fau.

Baca juga: Candi Bahal di Padang Lawas Utara, Diyakini Sebagai Peninggalan Raja Tamil Hindu Siwa

Dilansir dari laman Desa Bawomataluo, menurut catatan sejarah yang ditulis oleh Rappard, TH.C. Controleur B.B. berjudul Het eiland Nias en zijne bewoners, 1908, S’Gravenhage, hal. 615-617, pada tahun 1855, Desa Orahili Fau di abad XVII, masyarakat Nias yang ada di Desa Orahili Fau sempat dihempur pasukan Belanda.

Belanda berupaya menduduki wilayah tersebut, tapi gagal. 

Namun, pada serangannya yang keempat, Belanda membawa 600 serdadu, 27 orang perwira dan 4 unit meriam dibawah komando Mayor H.J. Fritzen pada awal Juni tahun 1863.

Baca juga: Sejarah Gedung Kantor Pos Medan yang Kini Jadi Ruang Kreatif Publik

Saat itu, Desa Orahili Fau kemudian jatuh ke tangan Belanda.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved