Polres Simalungun
INTOLERANSI: Masalah Kronis Kehidupan Beragama di Indonesia
Indonesia merupakan sebuah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda secara kultural, salah satunya agama.
Tidak ada perlawanan atas kebijakan tersebut dengan alasan untuk menjaga kedamaian dan ketentraman hidup masyarakat di wilayah tersebut.
Padahal agama yang dilarang membangun tempat ibadah tersebut juga memiliki pengikut yang jumlahnya signifikan. Pihak yang dilarang cenderung “mengalah” demi menjaga kondusivitas situasi di wilayah tersebut.
Alasan menjaga kedamaian tersebut tampak sangat masuk akal dibandingkan apabila kelompok yang dilarang melakukan perlawanan, meski berada di posisi yang benar secara hukum dan aturan Negara.
Namun, kondisi ini ibarat “menyimpan api dalam sekam”, yang sewaktu-waktu dapat memunculkan konflik yang lebih besar. Pihak yang “mengalah” hanya tinggal menunggu waktu untuk menjadi semakin kuat dan merasa cukup kuat untuk melawan.
Karena pada dasarnya semua orang tentu menginginkan kebebasan beragama yang menjadi hak asasi-nya, sebagaimana yang juga telah dijamin oleh Negara.
Jika kejadian di atas, hanya salah satu pihak yang melakukan kesalahan, sementara pihak lain memilih “memberikan pengertian” untuk menjaga kedamaian, ada contoh kejadian dimana terdapat yang sama-sama intoleran.
Pertentangan dipicu oleh adanya kegiatan kelompok agama tertentu (kita sebut saja kelompok agama A) yang berusaha merekrut pengikut baru dengan cara-cara yang menyinggung kelompok agama lainnya (kita sebut saja kelompok agama B), dengan dalih kemanusiaan dan sebagainya.
Kondisi ini kemudian disikapi oleh kelompok agama B dengan melakukan pengerahan massa untuk melakukan pengepungan dan intimidasi di tempat ibadah kelompok agama A, meskipun dilakukan tanpa adanya aksi kekerasan dan perusakan.
Alasan yang mendasari tindakan dari kelompok agama A ini adalah bahwa tindakan persuasif dan negosiasi yang berusaha dilakukan untuk menghentikan kegiatan “ilegal” kelompok agama A selama ini tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Permasalahan baru mereda setelah aksi massa tersebut dilakukan oleh kelompok agama B, sehingga pemuka kelompok agama A kemudian bersedia bernegoisasi dan berjanji tidak lagi melakukan kegiatan yang dikeluhkan di wilayah tersebut.
Kedua contoh di atas tidak pernah menjadi konflik yang besar, karena kedua pihak yang bertentangan masih sama-sama bisa menahan diri dan tidak melakukan hal-hal yang dapat memicu timbulnya aksi kekerasan.
Namun kondisi ini, sewaktu-waktu dapat menjadi besar, terlebih bila dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan berbagai kepentingan.
Oleh karena itu, sekecil apapun bibit intoleransi yang ada harus tetap dikelola dengan baik dan dijaga agar tidak berkembang, dan bahkan sebisa mungkin diselesaikan.
Upaya penghapusan aksi intoleransi ini tidak mungkin hanya dilakukan dengan penegakan hukum, terlebih penegakan hukum hanya dilakukan bila sudah terjadi aksi-aksi yang menjurus pada kekerasan, atau memberi dampak gangguan kamtibmas yang nyata.
Terlebih belajar dari banyak kasus yang sudah terjadi penegakan hukum sangat sulit dilakukan bila sudah melibatkan massa dan berkaitan dengan agama, karena dapat memicu permasalahan yang lebih meluas.
| Polsek Tanah Jawa Amankan Diduga Pelaku Penggelapan Sepeda Motor di Hatonduhan |
|
|---|
| Sat Narkoba Simalungun Ciduk Pengedar Sabu di Gubuk Mariah Jambi |
|
|---|
| Pemuda di Simalungun Nekat Curi Motor, Tertangkap di Kampung Sendiri |
|
|---|
| Polres Simalungun Tangkap Dua Pelaku Pencurian Sawit di PTPN-4 Bah Jambi |
|
|---|
| Seorang Warga Ditemukan Meninggal di Tanah Jawa, Diduga Akibat Penyakit Asam Lambung |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Kabag-Ops-Polres-Simalungun-Kompol-Kristo-Tamba.jpg)