Polres Simalungun
INTOLERANSI: Masalah Kronis Kehidupan Beragama di Indonesia
Indonesia merupakan sebuah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda secara kultural, salah satunya agama.
INTOLERANSI: Masalah Kronis Kehidupan Beragama di Indonesia
TRIBUN-MEDAN.com, SIMALUNGUN - Indonesia merupakan sebuah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda secara kultural, salah satunya agama.
Indonesia mengakui keberadaan enam agama, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu.
Masing-masing agama diketahui memiliki perbedaan-perbedaan terkait dengan kitab suci, cara beribadah, tempat ibadah, hari besar agama, dan sebagainya.
Kondisi ini, di satu sisi merupakan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, namun di sisi lain, terkadang juga memicu timbulnya permasalahan antara beberapa kelompok masyarakat dengan latar belakang agama yang berbeda.
Kebebasan beragama di Indonesia sendiri dijamin oleh Negara. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 28E ayat 1 UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
Hak kebebasan beragama juga dijamin dalam Pasal 29 ayat 2, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dengan demikian, Negara tidak bisa melarang aliran atau agama apapun yang masuk dan berkembang di Indonesia sepanjang sesuai dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa dan tidak menyinggung prinsip dan kepercayaan umat agama lainnya.
Akan tetapi, keberadaan jaminan Negara atas kebebasan beragama tersebut, serta cita-cita Pancasila akan kehidupan beragama harmonis dan saling menghargai, tidak serta merta menjadikan kebebasan beragama di Indonesia bebas dari masalah.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa intoleransi masih tumbuh dan berkembang dengan subur dalam kehidupan beragama di Indonesia. Kita tentu sudah familiar dengan berbagai kasus konflik berlatar belakang agama, seperti di Poso, Ambon, Tolikara dan lain sebagainya.
Belum lagi juga dilaporkan di berbagai media mengenai kasus pelarangan ibadah kelompok umat agama tertentu oleh kelompok lainnya. Bahkan bukan saja antar umat agama yang berbeda, intoleransi juga berkembang antar aliran dalam satu agama, seperti kasus yang terjadi di Sampang Madura, antara kelompok Sunni dan Syiah.
Berbagai kasus intoleransi di atas, merupakan gambaran nyata bahwa kedamaian dan kebebasan beragama yang bahkan telah dicita-citakan sejak berdirinya negara ini masih jauh dari apa yang diharapkan.
Parahnya lagi, kasus-kasus tersebut adalah kasus-kasus besar yang terangkat di media, padahal masih banyak lagi kasus-kasus intoleransi dalam ruang lingkup lebih kecil dan jauh dari jangkauan media yang tidak terangkat.
Dalam hal ini, penulis mengetahui beberapa situasi yang juga dengan jelas merupakan bentuk intoleransi yang selama ini tidak menjadi besar dan disorot oleh banyak pihak. Contohnya adalah adanya pelarangan pembangunan tempat ibadah oleh aparat pemerintahan desa di daerah tertentu.
Ironisnya hal ini dilakukan dengan alasan sudah menjadi ketetapan adat di daerah tersebut dan “disepakati” oleh semua anggota masyarakat tersebut.
| Polsek Tanah Jawa Amankan Diduga Pelaku Penggelapan Sepeda Motor di Hatonduhan |
|
|---|
| Sat Narkoba Simalungun Ciduk Pengedar Sabu di Gubuk Mariah Jambi |
|
|---|
| Pemuda di Simalungun Nekat Curi Motor, Tertangkap di Kampung Sendiri |
|
|---|
| Polres Simalungun Tangkap Dua Pelaku Pencurian Sawit di PTPN-4 Bah Jambi |
|
|---|
| Seorang Warga Ditemukan Meninggal di Tanah Jawa, Diduga Akibat Penyakit Asam Lambung |
|
|---|
