Mafia Tanah

Dugaan Mafia Tanah Kuasai Lahan PTPN II, Edy Rahmayadi Akui Ada Kelemahan Pemerintah

Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi akui kelemahan pemerintah soal dokumen menyangkut mafia tanah kuasai lahan PTPN II

Editor: Array A Argus
TRIBUN MEDAN/RECHTIN HANI RITONGA
Gubernur Edy Rahmayadi (kanan) saat sesi wawancara usai penyerahan sertifikat tanah oleh Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto di Aula Raja Inal Siregar, Kamis (20/7/2023). Edy Rahmayadi angkat bicara terkait kasus 464 hektare lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN II) di Tanjung Morawa, Kabupaten Deliserdang yang dicaplok mafia tanah. 

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN - Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi angkat bicara terkait kasus 464 hektare lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN II) di Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang yang dicaplok mafia tanah.

Edy Rahmayadi mengakui, bahwa kelemahan pemerintah adalah dalam hal keabsahan dokumen.

"Ya saudara-saudara saya, Pak Menteri dan pasti semua sudah tahu yang sebenarnya. Tapi ada hal kelemahan pemerintah tentang dokumen ini. Ini yang dikejar Pak Menteri," ujar Edy Rahmayadi saat sesi wawancara usai penyerahan sertifikat tanah oleh Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto di Aula Raja Inal Siregar, Jumat (21/7/2023).

Baca juga: Bar-bar dan Brutal, 18 Anggota OKP Diduga Suruhan Mafia Tanah Rusak 27 Rumah Milik Kelompok Tani

Edy mengatakan, saat ini pihaknya masih akan melanjutkan proses hukum yang tengah berlangsung.

"Kegiatan kegiatan hukum ini akan terus kita lakukan karena mempertanggung jawabkan milik negara. Untuk itu semua harus membantu kolaborasi kita ini. Kolaborasi menyelesaikan suatu kebenaran," pungkasnya.

Diketahui dalam kasus ini, negara berpotensi kehilangan 17 persen aset yang dikelola PTPN II atau setara dengan Rp 1,7 triliun.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan bahwa lahan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II seluas 464 hektar di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara, dicaplok mafia tanah.

Baca juga: Tebar Pesona Bagi-bagi Sertifikat Rumah Ibadah, Menteri ATR/BPN Bungkam Ditanya Soal Mafia Tanah

Mahfud mengatakan, penggugat merupakan 234 warga menang dalam sidang perdata.

Putusan dikeluarkan dengan nomor registrasi PK MA RI Nomor: 508 PK/Pdt/2015 juncto Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam 05/Pdt.G/2011 yang menyatakan bahwa bagian hak guna usaha (HGU) Nomor 62/Penara seluas 464 hektar merupakan 234 warga.

“Itu aslinya milik PTPN II, tiba-tiba di PN dikalahkan dalam kasus perdata,” kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (18/7/2023).

“Ketika mereka meminta eksekusi, barulah kita nanya ke Badan Pertahanan Nasional (BPN) bahwa tanah itu sejak dulu milik PTPN. Itu sebabnya kita nolak dulu eksekusi,” ujar Mahfud.

Baca juga: HKTI Deliserdang Terseret Dugaan Mafia Tanah, Ketuanya Enggan Komentar Soal Keterangan Mahfud MD

Dalam kasus itu, PTPN II menemukan bukti pemalsuan terkait Surat Keterangan tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang tanggal 20 Desember 1953 yang digunakan 234 warga sebagai alas hak atas tanah dan diajukan sebagai bukti pada proses gugatan perdata tersebut.

Kemudian, pada 27 Juni 2023, terbit putusan PN Lubuk Pakam Nomor: 471/Pid.B/2023/PN.Lbp yang menyatakan bahwa salah koordinator warga yang sudah menjadi terdakwa, Murachman, tidak terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan surat tersebut.

Atas putusan PN Lubukpakam tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun mengajukan kasasi pada 6 Juli 2023.

Janggalnya, sebut Mahfud, Murachman dan 233 warga lainnya merasa tidak pernah mempunyai lahan tersebut.

Baca juga: MAFIA TANAH Picu Bencana Ekologis di Langkat, Sejumlah Kasus di Kejati Sumut Mengendap

“Dan di depan pengadilan, para saksi atau terdakwa sekali pun mengakui bahwa mereka tidak pernah punya tanah itu, tidak pernah melihat aslinya. Katanya, hanya dibisiki oleh temannya,” kata Mahfud.

“Ini harus dipersoalkan sampai final, ke putusan pengadilan di tingkat kasasi untuk menyelematkan harta negara,” ujar Mahfud lagi.

Dia menyebut, ada salah satu pengusaha yang menjanjikan kepada 234 warga masing-masing Rp 1,5 miliar jika menang gugatan.

"Pebisnis menjanjikan kalau menang nanti masing-masing orang yang dianggap punya tanah, 234 orang itu, akan dikasih masing-masing Rp 1,5 miliar. Nah ini nanti kami sampaikan ke Mahkamah Agung,” kata Mahfud.

Pemerintah pun mengajukan kasasi atas kasus pidana pemalsuan surat tersebut.

“Ini bagian dari mafia tanah, jelas sekali mafia tanah,” kata Mahfud.

Mafia Tanah Berada di Wilayah Abu-abu

Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto menyebut, mafia tanah biasanya bermain di wilayah abu-abu.

"Permasalahan mafia tanah ya mafia tanah itu biasanya bermain di wilayah abu abu. Wilayah yang tanahnya memang mahal, wilayah yang bermasalah," ujar Hadi.

Hadi menuturkan, saat ini pihaknya terus melakukan identifikasi lahan yang rawan menjadi permainan mafia tanah.

"Sehingga kita selalu bekerja dengan pemerintah daerah, kejaksaan maupun kepolisian," katanya.(cr14/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved