Lipsus
Pemprov Sumut Minta Kosongkan Lahan Bumi Perkemahan, Warga Terkejut Ada Ancaman Pengusiran
Ratusan warga di kawasan Bumi Perkemahan terancam diusir dari lahan yang telah mereka tempati bertahun-tahun.
Sebab, sebagian masyarakat juga tidak memiliki sertifikat lahan karena telah “dirampas” dan tidak pernah dikembalikan. Namun, SHM Suludin masih tersimpan, karena pada saat itu ia tidak memberikannya kepada panitia pelaksana Jambore.
Kepada Tribun, ia sempat menunjukkan SHM-nya. Dari surat tersebut terlihat bahwa SHM itu keluar pada 1967 dan dicap setempel oleh Kepala Desa Bandarbaru. Ia juga menjelaskan, warga di sana akan kebingungan ketika harus diusir dari lahan yang telah mereka duduki berpuluh-puluh tahun.
Selama ini, masyarakat di sana hanya bertahan hidup dari hasil tani dan pariwisata. Sebagian warga di sana juga telah, membangun sejumlah rumah mewah untuk dijadikan tempat wisata.
Menurut pengakuannya, sejumlah bangunan mewah yang berbentuk villa itu merupakan rumah warga.
Sebab, menurut pengakuannya tanah di sana tidak ada yang diperjualbelikan, dan kepemilikannya turun-temurun.
"Semua yang ada di sini termasuk bangunan mewah itu milik masyarakat di sini. Klaupun ada pindah tangan itu mungkin kepada menantu. Tidak ada pernah jual beli," ungkapnya.
"Itu bukan villa, itu rumah pribadi kami. Salah penilaian kita, itu bukan villa itu rumah masyarakat yang punya rezeki lebih." Suludin juga tidak terima, ketika Gubernur Edy menilai mereka tidak mampu memiliki rumah dengan harga miliaran rupiah.
"Jadi, jangan dibilang Gubernur masyarakat tidak bisa membangun rumah senilai satu miliar. Menurut Edy Rahmayadi kami adalah manusia paling miskin. Menurut dia, kami menggarap tanah dia," katanya.
Warga lainnya, Suryanto mengaku curiga dengan sikap Gubernur Edy, yang secara tiba-tiba mau mengusir mereka. "Kami curiga sama Edy Rahmayadi ini apa misi dia. Apakah dia ada bermain sama mafia tanah, itu jelas kami curiga di situ. Ada apa dengan Edy Rahmayadi ini," ungkapnya.
Ia menegaskan, bersama ratusan warga lainnya akan mempertahankan tanah mereka, hingga titik darah penghabisan. Mereka juga menolak, jika diiming-imingi ganti untung ataupun dialokasikan ke tempat lain.
Karena, lahan tersebut merupakan tempat mereka mencari makan. "Tuntutan kami sebagai masyarakat Desa Bandarbaru khususnya Dusun I dan V, tetap mempertahankan tanah kami. Apapun itu kami akan mempertahankan hak kami. Jangankan untuk ganti rugi, ganti untung pun kami tidak akan menerima. Kami menghargai warisan leluhur kami," katanya.
Amatan Tribun, Kamis pekan lalu, di kawasan Dusun I Desa Bandarbaru, yang merupakan bumi perkemahan tampak sepi. Namun, ketika memasuki gerbang bumi perkemahan warga telah memasang spanduk yang bertuliskan, Kami Masyarakat Desa Bandar Baru, Keberatan atas Penggusuran Tanah Diusahai sejak Turun-temurun.
Tidak ada aktivitas apapun di kawasan tersebut. Padahal dulunya lokasi tersebut selalu ramai dikunjungi masyarakat, khususnya Sabtu dan Minggu. Di Dusun V Desa Bandarbaru, sejumlah bangunan mewah berdiri.
Bangunan-bangunan mirip villa yang diperkirakan berjumlah puluhan berdiri berjejer di lokasi itu. Terdapat juga taman bunga di depan setiap bangunan mewah yang ditaksir harganya miliaran rupiah.
Menurut pengakuan warga, bangunan tersebut merupakan rumah hunian mereka. Terlihat juga berdiri pondok Pesantren Tahfidz Alquran Zaid bin Ali. Ada juga sejumlah warga yang berkunjung ke bangunan mewah tersebut.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/14112022_UNJUK-RASA_ABDAN-SYAKURO-4.jpg)