UMP 2023
Buruh di Sumut Harap Gubernur Edy Rahmayadi Naikkan UMP 2023 Sebesar 13 Persen, Ini Alasannya
Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan permintaan kenaikan upah sebesar 13 persen UMP Sumut 2023 dinilai sangat wajar.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Serikat Buruh Provinsi Sumatera Utara berharap besar Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi dapat menaikan Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMP/UMK) se Sumatera Utara tahun 2023 mendatang sebesar 13 persen.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan permintaan kenaikan upah sebesar 13 persen tersebut dinilai sangat wajar.
Menurutnya, selain telah berdasarkan perhitungan Inflasi, dasar tuntutan kenaikan UMP juga ditambah pertumbuhan ekonomi dan beberapa faktor lain.
Baca juga: Buruh Minta Kenaikan UMP 2023 Sebesar 13 Persen, Begini Tanggapan Apindo Sumut
"Seharusnya gubernur dapat mengabulkan tuntutan kenaikan upah buruh Sumut secara signifikan tahun depan. Karena buruh di kabupaten/kota se Sumut sudah tidak mengalami kenaikan upah sejak kurun waktu 3 tahun ini," ungkap Willy Agus Utomo, Rabu (2/11/2022].
Faktor kedua, kata Willy, UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah dianggap mengebiri hak buruh atas upah.
Ia mengatakan UMP dan UMK seolah kerap naik, tapi selain kenaikannya sangat minim hanya rata rata 1 - 3 persen, ditambah lagi dengan adanya PP tentang pengupahan dalam UU Cipta Kerja yang menghapus Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK).
"Dengan penghapusan ini maka para buruh hanya menerima UMK saja. Padahal UMSK harusnya ada kenaikan 5 - 15 persen dari UMK yang ditetapkan sebelumnya,"
"Jadi sejak Tahun 2020 upah buruh tidak mengalami kenaikan, karena hampir 90 persen pekerja buruh Sumut itu sebelum ada UU Cipta Kerja upahnya UMSK bukan UMK, maka kalaupun naik selama dua tahun ini, upah mereka masih lebih dari UMP atau UMK yang ditetapkan," ujar Willy.
Ia mencontohkan pada 2021 UMP naik sebesar Rp 107.341 atau naik 3,3 persen yakni dari Rp 3.222.526, naik menjadi Rp 3.329.867.
Akan tetapi tahun itu sebelumnya para buruh di Medan sudah menerima upah dari Pengusaha memakai hitungan UMSK atau upah sektoral masing masing industri, yang bekisar Rp 3.500.000 hingga Rp 3.600.000.
"Nah bisa dibayangkan hingga saat ini walau UMK Medan naik, mereka tidak akan menerima kenaikan upah karena dianggap pengusaha mereka sudah lebih upahnya," papar Willy.
Faktor ketiga, kata dia, biaya hidup dan kebutuhan pokok masyarakat sudah sangat melambung tinggi. Termasuk naiknya harga BBM yang sangat tinggi yang menyulitkan kalangan buruh.
"Buruh saat ini sudah jatuh tertimpa tangga, upah murah karena kenaikan yang dikebri UU Cipta Kerja, sekarang kebutuhan pokok tak sanggup mereka penuhi, hidup mereka sudah banyak gali lobang tutup lobang, hutang sana sini," katanya.
Ketiga faktor itulah, lanjut Willy, yang harus mendasari Gubernur Sumatera Utara untuk mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap rakyatnya khususnya buruh Sumut.
"Tuntutan 13 persen itu juga sesuai dengan paraturan yang ada, kalau Gubernurnya berani bijaksana tidak takut intervensi dari siapapun," tuturnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Ketua-Exco-Partai-Buruh-Sumut-Willy.jpg)