Brigadir J Ditembak Mati

Ketua LPSK Beberkan Kronologis Lengkap Akal-akalan Putri Candrawathi Agar Dapat Perlindungan: Aneh

Ketua Lembaga Perlindungan Saksid dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo mengungkapkan kejanggalan permohonan perlindungan Putri Candrawathi sebagai korban pe

KOMPAS.COM/Anggita Muslimah
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo, saat berkunjung ke pemakaman MA di TPU Kedondong, Kampung Harapan Baru, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Rabu (9/8/2017). 

Tidak serta-merta langsung setuju ya pak?

Iya.

Apa pertimbangan LPSK pada saat itu? Karena ketika bapak melakukan konferensi pers, terkesan LPSK ini lambat sekali tidak mau memberikan perlindungan. Nah apa saja pertimbangan LPSK dalam kasus PC?

Sejak awal emang ada kejanggalan-kejanggalan yang kami coba rekonstruksikan. Akhirnya ketika setelah sebulan persis, memang tidak ada tindak pidana kekerasan yang dialami oleh Ibu PC ini di Duren Tiga. Kalau di tempat lain kami belum tahu.

Jadi ketika kami memutuskan untuk tidak memberikan perlindungan, kami juga menyatakan, kalau ada dinamika lain, apakah terjadi kekerasan seksual di tempat lain ya silakan saja bisa mengajukan lagi.

Ada hal krusial lain yang jadi pertimbangan LPSK? Karena kerap kali menyebutkan relasi kuasa dan unsur-unsur lainnya?

Ya memang kebiasaannya, kekerasan seksual itu manifestasi dari relasi kuasa. Relasi kuasa terjadi pada orang yang tersubordinasi. Jadi kepada guru dan murid, atasan dengan bawahan, kiai dengan santrinya, dan sebagainya. Itu kebanyakan begitu.

Tetapi untuk kasus ibu PC ini, kami juga membuka peluang selain relasi kuasa kan. Jelas Bu Putri yang ada di level atas, tetapi kami juga membuka kemungkinan relasi kuasa bisa terjadi secara berdasarkan gender. Kuasa laki-laki kepada perempuan. Itu barangkali bisa saja terjadi.

Tetapi yang lebih aneh lagi, karena biasanya kekerasan seksual itu dilakukan ketika tidak ada saksi, tidak ada kemungkinan orang di sekitar tempat itu.

Dalam peristiwa ini kan, itu di dalam satu rumah yang banyak orang ada di situ, juga kejanggalan yang kami pertimbangkan.

Saya harus tanyakan ini, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menyinggung soal ada mafia hukum yang ditemukan ketika proses perlindungan terhadap Putri Candrawathi, apakah LPSK melihat hal itu? Apa maksudnya ini mafia hukum?

Kami belum sampai pada pembicaraan itu. Barangkali bisa ditanya ke Pak Edwin. Mungkin Pak Edwin akan melaporkan. Karena Pak Edwin ini kebetulan yang bertanggung jawab untuk penelaahan permohonan. Barangkali ada informasi yang dia dapat, tapi belum sempat dilaporkan kepada pimpinan. Bisa saja. Tetapi LPSK belum sampai pada kesimpulan itu.

Kemudian bertemu dengan Ferdi Sambo di awal, bertemu dengan Polda Metro Jaya, diminta untuk segera memberikan perlindungan, apakah ini bagi LPSK termasuk tekanan-tekanan? Seperti apa LPSK melihatnya?

Akhirnya kami juga melihat bahwa ini ada upaya setting tertentu dan akan menempatkan LPSK dari bagian itu. Jadi kami menjaga itu.

Apa rahasianya LPSK tidak terpengaruh sama sekali?

Karena semua menunjukkan kejanggalan bagi kami, dan sesuai dengan undang-undang yang kami pakai sebagai rujukan, itu tidak proper.

Tidak goyang ketika Komnas HAM memberikan rekomendasi bahwa Putri Candrawathi ini diduga merupakan korban kekerasan seksual atas dasar Undang-Undang TPKS, LPSK tetap pada kesimpulan?

Kami juga kan menggunakan Undang-Undang TPKS ketika pertama kali berkomunikasi dengan pihak kepolisian. Di Undang-Undang TPKS dinyatakan dalam waktu 24 jam negara harus hadir. Tetapi fakta yang kami temukan tidak demikian.

Kalau Komnas HAM saya tidak tahu, tetapi kami merasa kami mempergunakan rujukan Undang-Undang Perlindungan Saksi maupun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai panduan kami.

Ada statement juga dari Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, bahwa Ibu PC ini termasuk pemohon yang unik sejak LPSK berdiri. Apa maksudnya itu?

Saya kira itu pernyataan yang dalam arti seringkali ada pemohon yang memang aneh-aneh di LPSK ini, salah satunya Ibu PC. Karena sebenarnya bukan hanya Ibu PC banyak juga yang mengajukan, tapi menunjukkan keanehan.

Ibu PC ini kan mengajukan permohonan tanggal 14 Juli, 16 Juli ditemui, tidak bisa dimintai keterangan. Sampai kemudian satu bulan tidak bisa digali keterangan apa pun.

Permohonan Ibu PC ini kan untuk perlindungan fisik, perlindungan prosedural, rehabilitasi psikologis, dan perlindungan hukum. Nah itu kan menunjukkan kegentingan.

Ada perlindungan fisik yang diminta, tetapi tidak segera menghubungi LPSK. Ada perlindungan prosedural, tidak segera menghubungi LPSK. Ada perlindungan rehabilitasi psikologis, tetapi tidak bisa ditemui untuk asesmen. Jadi ini keanehannya.

Kami kemudian berpikir bahwa mungkin Ibu PC ini tidak memerlukan perlindungan dari LPSK, atau bahkan permohonannya ini tidak dilakukan oleh Bu PC sendiri. Jadi itu saja.

(*)

Berita sudah tayang di kompas.tv

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved