Brigadir J Ditembak Mati

Ketua LPSK Beberkan Kronologis Lengkap Akal-akalan Putri Candrawathi Agar Dapat Perlindungan: Aneh

Ketua Lembaga Perlindungan Saksid dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo mengungkapkan kejanggalan permohonan perlindungan Putri Candrawathi sebagai korban pe

KOMPAS.COM/Anggita Muslimah
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo, saat berkunjung ke pemakaman MA di TPU Kedondong, Kampung Harapan Baru, Desa Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Rabu (9/8/2017). 

TRIBUN-MEDAN.com - Ketua Lembaga Perlindungan Saksid dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo mengungkapkan kejanggalan permohonan perlindungan Putri Candrawathi sebagai korban pelecehan seksual. 

Hasto merasa banyak hal yang ditutupi Putri untuk mendapatkan perlindungan dari LPSK. 

LPSK tak langsung serta merta menerima perlindungan meski mendapatkan tekanan dari berbagai pihak. 

Seperti diketahui, Putri Candrawathi menarasikan dirinya merupakan korban kekerasan seksual dari Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang tewas di kediaman dinas Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Kepada Jurnalis KompasTV Dian Silitonga, Ketua LPSK Hasto Atmojo memaparkan ketidakyakinan terhadap Putri Candrawathi.

Hasto mengatakan istri Ferdy Sambo sebagai pemohon paling unik.

Berikut wawancara khusus KompasTV dengan Ketua LPSK Hasto Atmojo.

Bagaimana kronologi Putri Candrawathi (PC) meminta LPSK untuk melindungi dirinya sebagai korban kekerasan seksual?

Sebenarnya pada waktu itu saya sedang cuti jadi saya baru pulang ke Indonesia tanggal 15 Juli. Jadi saya baru masuk kantor 18 Juli.

Saya kemudian minta laporan kepada para wakil ketua dan juga staf yang ada di kantor, karena sejak di masa cuti itu saya gelisah sekali, kok LPSK sudah memberikan perlindungan secara cepat begini? Kan saya merasa aneh. Karena upaya untuk melakukan investigasi dan sebagainya mestinya dilakukan lebih dulu, tapi kok ini cepat sekali.

Waktu itu saya sempat merisaukan juga. Akhirnya dari laporan itu yang saya terima, bahwa memang pada awalnya setelah pengumuman dari pihak kepolisian itu tanggal 11 kemudian LPSK melakukan koordinasi dengan kepolisian, baik Polres maupun Polda untuk menanyakan kejadian itu.

Memang LPSK berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Saksi maupun Undang-Undang TPKS, dinyatakan dalam waktu 24 jam, negara harus hadir kepada korban. Dan itu kami memastikan kepada kepolisian, apakah sudah hadir, dan berikutnya kalau memang diperlukan kami akan ikut memberikan perlindungan pada saksi.

Tetapi kemudian belakangan dari waktu ke waktu, kami juga rapat, terus ini kok ada kejadian-kejadian yang cukup membuat kami ini ragu-ragu.

Pertama, ibu PC ini pernah ditemui pada tanggal 16 Juli, tapi sama sekali tidak bisa memberikan keterangan apa pun.

Pada waktu itu kami masih dalam keyakinan, oh ya pasti ini mengalami stres dan syok berat.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved