Berita Medan
Bacakan Pledoi di Pengadilan Tipikor Medan, Dahman Sirait Kutip Surat An-Nisa Ayat 58
Dahman Sirait terdakwa perkara dugaan korupsi Pembangunan Jalan Lingkar Utara Tanjungbalai TA 2018 menyampaikan pledoi di Pengadilan Tipikor Medan.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Dahman Sirait, terdakwa perkara dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran (TA) 2018, meminta Majelis Hakim agar membebaskan dirinya dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.
Hal itu disampaikan Dahman Sirait yang juga anggota DPRD Tanjungbalai dari Fraksi Golkar dalam persidangan dengan agenda pembacaan pledoi di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (4/10/2022).
Alasan Dahman Sirait, dirinya dikriminalisasi oleh oknum Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai. Hal tersebut bukan hanya dugaan semata melainkan berdasarkan kronologis serta bukti yang ia sampaikan di persidangan.
Baca juga: DIDUGA Terlibat Kasus Korupsi, Anggota DPRD Tanjungbalai Dahman Sirait akan Jalani Sidang Perdana
"Saya memohon kiranya majelis hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya yaitu membebaskan saya dari segala dakwaan dan tuntutan hukum," harapnya.
Bahkan terdakwa mengutip arti dari Surat An-Nisa ayat 58 dalam pledoinya tersebut.
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat," ucap terdakwa.
Selain pembelaan dari aspek hukum formal maupun materil yang telah disampaikan oleh kuasa hukumnya Ismayani, Dahman secara pribadi juga menyampaikan pembelaan dirinya dari aspek kebenaran filosofis dan kebenaran sosiologis yang diharapkannya bisa menjadi bahan pertimbangan oleh Majelis Hakim.
"Apa yang menjadi motif kriminalisasi yang dilakukan terhadap diri saya bisa beragam, mulai dari mempermalukan dan menjatuhkan saya selaku pejabat publik yaitu Anggota DPRD sehingga merusak intgritas dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik yang terhormat yaitu Lembaga DPRD Tanjungbalai, menghalang-halangi saya melakukan aktivitas selaku Anggota DPRD sehingga menyebabkan kerugian bagi masyarakat dan konstituen saya yang seharusnya bisa terwakili menjadi tidak terwakili, teror kepada pihak lain, kepentingan politik, hingga motif ekonomi," ujarnya.
Dahman mengungkap, pihak yang memiliki motif utama tersebut bisa juga bukan berasal dari aparat penegak hukum, namun dari pihak lain yang menyuruh/memerintahkan oknum penegak hukum untuk melakukan kriminalisasi.
"Sedemikian terasanya itikad buruk dari oknum jaksa di Kejaksaan Negeri Tanjungbalai untuk mengkriminalisasi saya, tampak dari beberapa fakta dan kronologi ini. Pertama, bahwa pihak penyidik kejaksaan Tanjungbalai bersama dengan BPK RI telah melakukan penggeledahaan terhadap rumah tinggal saya pada sekitar Juni 2021 sementara status saya pada saat itu adalah sebagai saksi pada perkara yang sama atas terdakwa Anwar Dedek dan Endang Hasmi," ungkapnya
"Penggeledahaan tersebut tidak melalui prosedur yang diatur dalam KUHAP yaitu tidak memiliki izin dari Ketua Pengadilan Negeri. Kedua, pada saat pemeriksaan perkara terdakwa Endang Hasmi dan saksi Anwar Dedek Silitonga yang merupakan Direktur yang sekaligus penandatangan kontraktual dari dua Paket Pengerjaan Peningkatan Jalan Dengan Konstruksi Hotmix Jalan Lingkar Utara Kota Tanjungbalai TA. 2018, sebagaimana kita ketahui bersama sudah terpidana dan terbukti bersalah di tingkat PN dan PT bahkan kasasi," ucapnya.
Terdakwa menilai ada rekayasa pada BAP dirinya sebagai saksi, yang menyatakan bahwa Dahman Sirait sebagai pemilik pekerjaan yang bermasalah tersebut. Dan hal tersebut telah dirinya bantah di persidangan pada tanggal 4 Oktober 2021.
Baca juga: Anggota DPRD Dahman Sirait Mengaku Jadi Penjamin Rekanan Proyek Peningkatan Jalan di Tanjungbalai
"Lalu oleh Ketua Majelis Bapak Immanuel diminta untuk dilakukan konfrontir dengan saksi verbalisan pada tanggal 15 Oktober 2021, selanjutnya dalam pemeriksaan tersebut saya tetap membantah sebagian isi BAP yang direkayasa oleh penyidik, untuk selanjutnya Penuntut Umum saat itu memperlihatkan kepada saya dan di meja Majelis Hakim bukti baru berupa Berita Acara Sumpah Penyidikan yang saya saksikan sendiri saat itu bukanlah tanda tangan saya dan saya menyampaikan hal tersebut kepada Ketua Majelis Hakim bahwa saya tidak pernah membuat dan menandatangani Berita Acara Sumpah Penyidikan itu. Maka saat itu oleh ketua Majelis Hakim disarankan kepda JPU sdr. Edy Sanjaya dan Renhard untuk dilakukan Uji Laboratorium Forensik untuk mengetahui keabsahannya, namun WaAllahu A’lam Bissoaf hanya Tuhan yang tahu sampai saat detik ini apa yang dimintakan Ketua Majelis tersebut tidak dipenuhi oleh mereka," urainya.
Dahman melanjutkan lagi pledoinya berupa renutan kriminalisasi yang kian kencang ia rasakan setelah melakukan perlawanan dengan melaporkan kejanggalan-kejanggalan oknum Kejaksaan tersebut kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan dan Komisi Kejaksaan RI pada 16 Desember 2021.
Termasuk melaporkan dugaan pemalsuan surat dan pemalsuan tangan tangan ke Mapolda Sumut.
"Untuk kepentingan hak saya atas kejanggalan tersebut dan saya merasa dirugikan, maka pada tanggal 4 November 2021 saya membuat surat kepada Ketua Pengadialan Negeri Medan cq. Majelis Hakim Perkara Endang Hasmi dan Anwar Dedek perihal permohonan diberikan bukti Berita Acara Sumpah Penyidikan yang patut saya duga dipalsukan, namun tidak ditanggapi oleh Majelis Hakim dan Ketua PN Medan. Selanjutnya saya mencoba melakukan upaya upaya keberatan lain di antaranya dengan melaporkan kejanggalan tersebut ke Jaksa Agung Muda Pengawasan dan Komisi Kejaksaan RI di Jakarta pada tanggal 16 Desember 2021, namun sampai saat ini tidak ada kejelasan dan keterangan atas laporan saya tersebut. Selanjutnya pada tanggal 8 Januari 2022 saya secara resmi melaporkan dugaan pemalsuan surat dan tanda tangan itu ke Polda Sumatera Utara dan diterima secara resmi oleh Ka. SPKT Bagian Kepala Siaga II AKBP Saiful atas pelaporan Peristiwa Tindak Pidana Pasal 263 KUHPidana, namun pihak penyidik Polda Sumatera Utara kesulitan terkait bukti yang saya laporkan, karena saya tidak bisa memberikan copy bukti dugaan pemalsuan surat tersebut, padahal diketahui bukti itu jelas dilihat saat itu oleh saya sendiri, oleh tiga Majelis Hakim, PH Endang Hasmi dan Anwar Dedek serta PH Abdul Khoir Gultom," terangnya sembari juga tetap berharap majelis hakim yang menyidangkannya saat ini untuk bisa memberikan Berita Acara Sumpah Penyidikan tersebut yang tercantum dalam berkas perkara Endang Hasmi dan Anwar Dedek Silitonga.
"Agar saya melalui kuasa hukum bisa melengkapi laporan saya di Polda Sumut terdahulu," pungkasnya.
Selain itu, Dahman juga menjelaskan untuk membuat semakin terang benderang bahwa dirinya tak terlibat serta agar publik khususnya konstituen pemilihnya bisa memahami secara gamblang masalah yang menderanya, ia mempublikasi laporannya ke media cetak dan media online.
"Sebab itu pula oknum Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungbalai dengan gencar menerbitkan sprindik baru terhadap diri saya menjadi tersangka. Dan saya ketahui penerbitan sprindik itu juga melalui media online berdasarkan hasil konferensi pers Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Tanjungbalai," katanya.
"Majelis hakim yang Mulia, bahwa penetapan diri saya sebagai tersangka terkesan dipaksakan oleh pihak kejaksaan tanpa aturan hukum yang benar atau konkritnya telah melanggar aturan yang tertuang dalam UU No.8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana pasal 109. Bahwa ditemukan Fakta Yuridis Surat Panggilan Jaksa Penyidik kepada saya sebagai tersangka tertanggal 09 Mei 2022 untuk pemeriksaan tanggal 09 Mei 2022, dan saya terima di Kantor Kejaksaan Negeri Tanjung Balai tatkala saya menghadiri pemeriksaan sebagai saksi pada tanggal tersebut, sebagaimana Surat Panggilan Saksi Nomor : P-130/L.1.17/Fd.2/4.2022 tanggal 27 April 2022 dengan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Asahan Nomor :Print-07/L.2.17/Fd.2/12/2021 tanggal 23 Desember 2021, dan Surat Perintah," jelasnya.
"Penyidikan Khusus Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Asahan Nomor :Print-01.a/L.2.17/Fd.2/05/2022 tanggal 9 Mei 2022 jelas merupakan suatu produk pemeriksaan perkara pidana yang bertentangan dengan syarat formilnya suatu panggilan dan pemeriksaan tersangka. Karenanya surat penetapan tersangka tersebut tidak dapat dijadikan dasar telah dilakukannya pemeriksaan tersangka di hari yang sama. Bahwa Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Asahan selaku Penyidik tidak melaksakan kewajibannya menyampaikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), sehingga penetapan tersangka terhadap saya yang diketahui dan tertuang dalam surat perintah penyidikan, surat panggilan dan surat perintah penahanan yang seluruhnya diterima pada tanggal 09 Mei 2022 adalah tidak sah," terangnya lagi.
Dahman juga menyebut upaya kriminalisasi kepada dirinya juga dapat dinilai secara gamblang saat pemeriksaan dirinya sebagai tersangka oleh penyidik Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Asahan.
"Bahwa upaya kriminalisasi ini sangat jelas tampak melibatkan penegak hukum khususnya penyidik yang menggunakan kekuasaan dan kewenangannya dalam proses hukum pidana. Hal ini dapat dilihat dari adanya upaya pemaksaan untuk menyampaikan berkas penyidikan ke penuntut umum. Yaitu hanya sekitar dalam waktu 9 (sembilan) hari dan akibat dari upaya pemaksaan itu, penyidik dalam memeriksa saya pada saat status sebagai tersangka telah melanggar pasal 114 jo pasal 56 ayat 1 KUHAP, yaitu saat diperiksa pada tanggal 12 Mei 2022 saya tidak didampingi oleh penasehat hukum dan malah saya disuruh menandatangi surat pernyataan keberatan untuk didampingi penasehat hukum. Hal ini juga telah saya sampaikan di dalam eksepsi saya, dan dijawab oleh pihak JPU bahwa mereka telah menerbitkan surat nomor B-127/L.2.17/Fd.2/05/2022 tanggal 11 Mei 2022 tentang penunjukan penasehat hukum kepada LBH Trisila Cabang Tanjungbalai, namun setelah pihak tim penasehat hukum saya melakukan klarifikasi secara tertulis kepada LBH dimaksud, LBH Trisila Cabang Tanjungbalai menerbitkan surat balasan nomor 23/J-KLF/LBHT-TB/VI/2022 tanggal 27 Juni 2022 yang isinya menyatakan tidak pernah menerima surat penunjukan atas pendampingan diri saya seperti yang disampaikan oleh JPU, atau dengan kata lain pihak Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Asahan sudah melakukan kebohongan dan mengkangkangi aturan hukum acara pidana," ujarnya.
"Bahwa upaya kriminalisasi selanjutnya yaitu ada pemaksaan melimpahkan berkas dakwaan ke pengadilan dalam waktu tempo yang relatif singkat yaitu 5 (lima) hari tepatnya pada tgl 23 Mei 2022 berkas dakwaan sudah teregistrasi di PN Medan, sehingga gugur lah hak saya sebagai tersangka untuk mengajukan upaya hukum Pra Peradilan," tambahnya lagi.
Selanjutnya, kata Dahman "Bahwa berdasarkan fakta persidangan atas saksi-saksi yang dihadirkan tidak ada seorang pun yang menyatakan apa yang dilihat dan dialaminya tidak ada korelasinya dengan peran saya (terdakwa), atau dengan kata lain para saksi menyatakan tidak mengetahui bahkan membantah apa yang dipertanyakan oleh Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim, termasuk saksi mahkota yaitu Anwar Dedek Silitonga dan Endang Hasmi selaku pihak penyedia jasa sebagai pelaksana dan penanggungjawab kontraktual dengan PPK Dinas Pekerjaan Umum Tanjungbalai yang telah diputus bersalah pada tahun lalu menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim menyatakan bahwa Dahman Sirait tidak ikut terlibat dalam pekerjaan yang mengakibatkan adanya kerugian negara berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI. Dalam kesaksian mereka sebagai saksi mahkota cuma menyebut "Beliau (saya) hanya membantu karena kami (mereka) yang memintanya yang Mulia".
Namun Jaksa Penuntut Umum menuliskan hal yang berbeda di surat tuntutan dari apa yang ada sebenarnya pada fakta persidangan.
Dahman menambahkan lagi pernyataan saksi ahli dalam persidangan yang justru berbeda jauh dituangkan dalam tuntutan.
"Bahwa selanjutnya dapat dibuktikan dari fakta persidangan, yaitu saksi ahli Ronal H Sianturi yang dihadirkan untuk didengar keterangan dan pernyataannya yang menyatakan bahwa perbuatan atau peran saya selaku terdakwa tidak merupakan perbuatan melawan hukum dan justru mematahkan dakwaan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Namun jaksa juga menuangkan pernyataan ahli yang berbeda pada tuntutannya, padahal pernyataan ahli pada persidangan yang menyatakan bahwa tidak melanggar Peraturan Presiden (Perpres) tentang pengadaan barang/jasa pemerintah terkait adanya afiliasi antar penyedia jika menawar pada paket pekerjaan atau pelelangan yang berbeda, terkait dengan pernyataan tentang pengalihan pekerjaan yang dinyatakan ahli itu bukan termasuk kepada peran dan tanggungjawab hukum saya, karena saya bukan selaku pihak kedua yang melakukan kontraktual dengan pihak pertama yaitu PPK Dinas Pekerjaan Umum Tanjungbalai yang menimbulkan hak, kewajiban dan tanggungjawab atau pemenuhan prestasi terhadap kontrak, sehingga pernyataan ahli tersebut tidak ada korelasi dan relevansinya terhadap diri saya," jelas Dahman.
"Bahwa ditinjau dari sisi kemanfaatan penegakan hukum secara materil, jelas tampak pada penegakan perkara a quo justru menjadi sangat merugikan keuangan negara, yaitu negara menjadi terbeban untuk pembiayaan terhadap penyidikan di tingkat kejaksaan dan biaya persidangan di tingkat pembuktian dan penuntutan bukanlah nilai yang sedikit, yang mana beban tersebut dibebankan pada beban anggaran pengeluaran Kantor Kejaksaan Negeri Tanjungbalai Asahan, yang menurut saya hal ini seperti disengaja agar anggaran bisa diserap, karena terhadap diri saya bukanlah objek hukum yang bisa dibebankan pertanggungjawaban pidana atas terjadinya kerugian negara serta peran yang saya lakukan bukan merupakan perbuatan melawan hukum," sebutnya.
"Bahwa terkesan adanya pemaksaan pemidanaan terhadap saya, yaitu pemaksaan penerapan pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor pada dakwaan JPU, sedangkan diketahui berdasarkan amar putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 25/PUU-XIV/2016 tahun 2017 yang pada intinya Menyatakan kata “dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; sehingga dalam pengertian kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata (actual lost) sehingga perubahan delik Pasal 2 dan 3 UU Tipikor semula dari delik formil menjadi Delik Materil, dan jaksa penuntut umum secara fundamental sebenarnya sangat menyadari dan mengetahui hal itu, terbukti dan dapat dilihat dari poin 3 tuntutan, bahwa saya tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti, karena atas perkara yang sama dan waktu penuntutan yang berbeda telah ditemukan objek hukum pemidanaan atau orang yang secara sah terbukti bersalah serta bertanggungjawab terhadap kerugian keuangan negara berdasarkan putusan Pengadilan yaitu Sdr. Endang Hasmi dan Sdr. Anwar Dedek Silitonga dan atas pembebanan pidana dan uang pengganti tersebut menggugurkan delik materil yang terdapat pada pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor tersebut," urainya lagi.
"Bahwa JPU dalam dakwaannya terkesan memaksakan dan salah dalam penerapan pasal terhadap saya, yaitu pasal 2 ayat 1 UU Tipikor, karenanya unsur yang terdapat dalam pasal tersebut tidak terbukti dan tidak sesuai dengan peran saya dalam perkara a quo, yaitu:
a. unsur melawan hukum, bahwa jelas dilihat dari fakta persidangan perbuatan saya bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum atau bukan perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus di pidana.
b. unsur memperkaya orang lain, bahwa bagaimana mungkin saya bisa memperkaya Endang Hasmi dan Anwar Dedek, sedangkan saya secara jabatan dan kewenangan yang terdapat pada diri saya saat perkara a quo terjadi tahun 2018 bukan merupakan pejabat yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah dan bukan pejabat yang berwenang untuk melakukan persetujuan pembayaran atas pekerjaan peningkatan jalan lingkar utara Kota Tanjungbalai perkara a quo, Yang Mulia, selihai bagaimanapun dan seburuk-buruknya niat dari seseorang ataupun penyedia jasa untuk melakukan tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara tidak akan terjadi tanpa persetujuan pejabat yang berwenang melakukan pengelolaan keuangan negara/daerah. Artinya secara kualitas dan kausalitas bahwa tindakan serta perbuatan saya bukan penyebab dari akibat yang terjadi.
c. unsur merugikan keuangan negara, bahwa dalam perkara a quo, kerugian keuangan negara sudah dibebankan pidananya terhadap objek hukum yang sudah dibebankan pemidanaan terhadapnya yaitu Endang Hasmi dan Anwar Dedek Silitonga, artinya dalam perkara a quo sudah tidak memenuhi unsur kerugian negara," pungkasnya.
Untuk diketahui, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (26/9/2022) lalu, JPU menuntut terdakwa Dahman Sirait dengan pidana pokok 8 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan. Namun kepada terdakwa, JPU tidak ada membebankan membayar uang pengganti kerugian negara.
(cr28/tribun-medan.com)
Suasana Persidangan dengan Terdakwa Dahman Sirait pada kasus dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Tanjungbalai TA. 2018, di Pengadilan Tipikor pada PN Medan, beberapa waktu lalu.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Sidang-Pledoi-Dahman-Sirait.jpg)